24

9.6K 1K 62
                                    

Yuhuu.
Krn banyak yg tanya, jadi saya info di sini ya ;

Krn banyak yg tanya, jadi saya info di sini ya ;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ebook di play buku adalah versi TAMAT.
Silakan purchase.

Btw cerita ini masih panjang ya temen2
Masih banyak kejutan
Ini sampe di sini, palingan baru 45% cerita. Jadj masih ada 55% lagi yah
Kira begitulah

24

Drake melakukan apa yang diperlukan untuk mempertahankan budaknya. Ia memblokir nomor Ray dari ponsel Valencia, lalu menghapusnya. Ia juga memaksa wanita itu memakai cincin pernikahan mereka, meski Drake sendiri tidak memakainya.

"Drake."

Tiga minggu sudah berlalu dari kejadian di Samarinda. Mereka sudah kembali ke Balikpapan. Namun ada yang berbeda. Drake tak lagi mencoba memprovokasi atau menyiksa Valencia seperti biasanya. Ia tak mau mendengar permintaan konyol wanita itu lagi. Menceraikannya? Wanita itu harus menunggu dunia kiamat. Ya, selama itu.

"Drake!"

Drake tersentak. Seluruh pikiran-pikiran itu buyar seketika. "Eh, apa?" Drake menatap Sebastian dan Gabriel silih berganti dengan sorot bingung. Saat ini mereka bertiga sedang makan siang bersama di sebuah restoran, dan sudah selesai makan bermenit-menit yang lalu.

"Gabriel barusan bertanya, apa kau akan datang ke pesta pernikahan Chandra nanti malam?"

Chandra adalah teman semasa kuliah mereka. Drake menerima undangan pernikahannya seminggu yang lalu. Meski tidak terlalu dekat dengan pria itu, tapi tentu saja Drake tak akan melewatkan hari istimewanya.

"Tentu. Aku akan hadir. Kalian juga, bukan?"

Sebastian dan Gabriel serentak menjawab, "Ya."

"Kau akan mengajak istrimu?" tanya Gabriel.

Drake terdiam. Sesungguhnya mengajak Valencia hadir ke pesta pernikahan Chandra tak pernah terlintas di benaknya. Sejak mereka menikah, sekalipun Drake tak pernah tampil bersama Valencia di tempat umum.

"Akan kupikirkan nanti," kata Drake malas.

"Kau harus mengajaknya, Drake, tak baik mengurungnya di rumah terus. Hitung-hitung untuk membuang stres. Kau tahu stres tak baik untuk program memiliki bayi, bukan?" goda Sebastian.

"Siapa yang sedang program memiliki bayi??" dengkus Drake. Selama ini, dengan wanita mana pun ia berhubungan intim, Drake selalu menggunakan pelindung. Selain tak mau tertular penyakit kelamin, Drake juga tidak mau mengambil risiko memiliki anak dari wanita yang tak ia cintai. Apalagi bersama Valencia. Memiliki anak bersama wanita itu tak pernah terlintas di benak Drake. Ada prahara di antara mereka. Rasa benci dan dendam Drake.

Lalu bayangan percintaan mereka bermain di benaknya. Ada banyak waktu ketika ia melupakan pelindung. "Sial!" Drake tak sadar menyuarakan umpatannya.

"Ada apa?" Gabriel bertanya.

Drake menggeleng samar. Ia tak mungkin mengatakan pada kedua sahabatnya kalau ia sering melupakan pelindung. Gabriel mungkin hanya akan menyeringai samar, tapi Sebastian akan mengusilinya.

***

Valencia berbaring di ranjang dengan mata terpejam. Beberapa hari belakangan ini ia sering merasa pusing dan mual. Apakah ia terserang demam lagi?

Untunglah sejak kepulangan mereka dari Samarinda, Drake tak lagi bertingkah.

Tiga minggu sudah berlalu. Tak ada lagi kopi yang harus dibuat berulang-bulang seperti biasanya, atau kejadian menyakitkan seperti Drake membawa wanita pulang ke rumah.

Valencia serius ketika mengatakan ingin berpisah dengan Drake. Ia lelah dan tak kuat lagi bertahan. Namun karena kini Drake bersikap cukup baik, Valencia tak lagi mengungkit-ngungkit hal itu.

Valencia membuka mata dan memandang cincin berhias berlian yang melingkar di jari manisnya. Sehari setelah pernikahan mereka, Valencia melepas cincin mahal itu. Ia tahu Drake menikahinya untuk menyiksanya, jadi menatap cincin-yang seharusnya lambang ikatan suci-itu, terasa menyesakkan.

Selama ini, Drake tak pernah peduli ia tak memakai cincin tersebut, atau bahkan pria itu sama sekali tak memperhatikan, batin Valencia sedih.

Valencia tergoda melepas kembali cincin yang Drake paksa sematkan ke jari manisnya ketika mereka tiba di Balikpapan. Akan tetapi memikirkan Drake akan marah lagi, Valencia mengurungkan niatnya itu.

Sejak pulang dari Samarinda, kehidupan mereka sangat damai. Hampir tanpa bicara di siang hari, dan ranjang yang panas menggelora di malam hari.

Setiap kali Drake ingin menidurinya, Valencia selalu menolak, tapi sayangnya ia tak punya tenaga yang besar untuk melawan paksaan pria itu.

Tiba-tiba Valencia mendengar suara mobil memasuki halaman. Ia mengerut kening dan melirik jam dinding yang baru menunjukkan hampir pukul empat sore. Apa yang membuat Drake pulang lebih cepat hari ini?

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan Drake melangkah masuk.

"Nanti malam temani aku ke pesta pernikahan temanku." Drake berhenti di tengah kamar dan melepas kancing kemejanya sementara matanya menatap lekat wajah Valencia.

Valencia terkejut. Ia bangkit dan duduk di tengah ranjang. "Kenapa?" Sejak mereka menikah, Drake tak pernah mengajaknya hadir ke pesta apa pun.

Drake mendengkus kesal. "Tidak bisakah kau menurut saja tanpa banyak bertanya?"

Valencia cemberut dan menahan lidahnya menyuarakan protes. Ia lelah jika mereka kembali berseteru. "Baiklah," katanya akhirnya.

Drake berjalan menuju keranjang baju kotor yang ada di sudut kamar lalu melempar pakaiannya ke dalam keranjang. Sebuah kebiasaan baru yang dimulai tiga minggu lalu. Biasanya Drake dengan senang hati melempar pakaiannya sembarangan untuk merepotkan Valencia.

"Apa kau punya gaun?"

Mulut Valencia ternganga. Apa ia tidak salah dengar?

"Kau tuli, Valencia?"

Valencia meringis. Ia mengingat-ingat. Ia hanya memiliki beberapa gaun, dan itu pun sudah dipakai lebih dari sekali. Valencia sendiri sebenarnya tidak masalah memakai gaun yang sama berkali-kali, tapi ia memikirkan reputasi Drake. Ia tak mau nama Drake tercemar. Pria itu pengusaha sukses. "Gaun-gaun yang kupunya sudah pernah kupakai."

Drake tak berkata apa-apa lagi. Valencia melihat pria itu meraih ponsel dari saku celana, lalu menempelkannya di telinga.

Sesaat kemudian Valencia tercenung ketika Drake menyebut ukuran pakaiannya dengan tepat. Apa selama ini Drake memperhatikannya? Atau pria itu terlalu berpengalaman dalam urusan ukuran tubuh wanita?

Teringat itu, Valencia menjadi kesal.

"Kau sudah harus siap pukul tujuh." Setelah mengatakan itu, Drake belalu ke kamar mandi.

***


Siap2. Next part ada yang terbakar cembokur. Kira2 ada apa ya. Hoho...

bersambung ...

please vote dan komen, teman2. thanks

love,

Evathink

Instagram/threads : evathink

Valencia and Her Devil Husband - REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang