Pelangi Empat Belas [14]

6K 447 13
                                    

Sudah dua hari sejak kepergian Bang Atha untuk mengikuti seminar, selama itu Zaza berhasil untuk tidak menghubungi Atha. Jika Shaka kangen kepada papanya, Zaza akan menghubungi Atha menggunakan ponsel ibunya atau Bang Irsyad. Tidak sekalipun Zaza pernah menelepon atau mengirim pesan pada Atha. Semua berjalan lancar, Zaza memenuhi tantangannya untuk tidak menelpon Atha terlebih dahulu. Tapi tidak di hari ketiga. Saat itu Zaza sedang membuat cookies untuk Shaka di dapur. Agar Shaka tenang, tidak mengganggunya di dapur, Shaka menonton film kesukaannya "Nussa" menggunakan ponsel milik Zaza, karena saat ini mereka hanya berdua di rumah.

"Holee,,, Ate, Ate Shaka belhasil." Shaka berlari senang menuju ke arahnya.

"Aduh Shaka hati-hati, Sayang. Jangan lari-lari, Shaka jalan aja ya."

"Shaka senang, Shaka belhasil."

Zaza tersenyum manis di hadapan keponakannya itu. Dia berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya dengan tinggi Shaka.

"Shaka berhasil apa, sih? Tante penasaran?" tanya Zaza seantusias mungkin, untuk menunjukkan bahwa dia tertarik dengan apa yang akan Shaka sampaikan.

"Shaka belhasil telepon papa," cengir Shaka memperlihatkan deretan giginya yang geripisnya. Dia berhasil mengotak-atik ponsel milik Zaza.

Terkejut, Zaza meneguk salivanya kasar. Gawat! Jangan sampai Atha beneran akan akan merealisasikan ucapannya tempo hari, pikir Zaza. Dalam ingatan Zaza masih jelas terekam saat abangnya itu mengancam akan segera melamarnya begitu Zaza menghubunginya terlebih dahulu.

Shaka menempelkan ponsel itu di telinganya. Tawa cerianya terdengar nyaring. Dia bercerita tentang kegiatannya hari ini pada Atha. Tidak lama, Shaka menempelkan ponsel itu ke telinga Zaza.

"Ate, Papa kangen mau bicala sama Ate," ucap Shaka sambil masih tersenyum riang. Tiga hari tak bertemu sang papa rupanya menciptakan ruang rindu di hatinya.

"Assalamu'alaikum, Dek."

"Wa'alaikumsalam, Bang."

"Gimana kabar kamu?"

"Alhamdulillah sehat. Abang sendiri gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, Abang sehat. Makasih ya, selama Abang nggak ada kamu dah jagain Shaka."

"Iya, Bang, sama-sama."

"Mau dibawain oleh-oleh apa? Malam Abang pulang ke Jakarta."

"Terserah Abang aja, deh. Lagian kan pasti jadwal seminar Abang padat, mana mungkin sempat cariin barang yang aneh-aneh."

Terdengar suara Bang Atha tertawa di sebrang telepon. "Pengertian banget sih kamu, Dek. Bener-bener calon istri idaman."

"Mulai deh, mulai. Udah ah, aku tutup teleponnya ya. Abang pasti sibuk, kan?" Zaza mendengar sayup-sayup suara bahwa seminar akan segera di mulai.

"Tuh kan pengertian lagi. Nggak salah deh, abang perjuangin kamu, hahaha." Tawa Bang Atha semakin nyaring menggelitik telinganya.

"Serah Abang, deh. Aku tutup teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

* * *

Atha menatap layar ponselnya yang kembali menggelap. Mendengar suara Zaza ternyata mampu menciptakan rasa bahagia untuknya. Dari kemarin dia sudah susah payah meredam rasa rindunya kepada gadis itu. Atha merasa putranya semakin pintar saja. Hasil eksperimen mengotak-atik ponsel Zaza, Atha bisa mendapat pasokan energi tambahan hingga acara seminar ini berakhir sore nanti. Rasa lelahnya selama beberapa hari ini, seolah menguap sudah.

PELANGI yang Sama (END) ✔ [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang