Pelangi Tujuh [7]

6.9K 474 15
                                    

Hari ketiga Shaka berada di rumah eyangnya, dia sudah kembali ceria, suhu tubuhnya juga sudah kembali normal. Shaka sudah semakin aktif bergerak ke sana kemari dan juga aktif mengoceh lagi. Sepanjang hari tak henti Shaka bertanya tentang banyak hal, Zaza sampai dibuat bingung saat menjawab rasa ingin tahunya yang begitu besar. Apalagi setiap melihat hal-hal baru yang dia temui.

Sudah dua hari, Zaza tidak datang ke toko. Rencananya hari ini dia akan mengajak Shaka ke toko roti mereka. Mendengar hal itu, Ibu Maya justru melarangnya. Dia terlalu khawatir jika Shaka akan lelah jika diajak ke toko dan kembali sakit. Akhirnya rencana Zaza gagal sudah, kembali seharian dia hanya menemani Shaka di rumah.

"Ate, Shaka kangen Papa. Shaka mau makan siang baleng Papa. Yuk kita ke tempat Papa sekalang!" ajak Shaka kepada Zaza.

Zaza melihat jam dinding di rumahnya. Putaran jarum jam menunjukkan pukul sebelas. Masih satu jam lagi menuju waktu makan siang. Zaza dilema, akan mengiyakan atau menolak permintaan Shaka, karena dia tidak tahu kesibukan Atha saat ini. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Zaza mencoba menghubunginya. Lama Zaza menunggu, tapi panggilannya tidak diangkat. Zaza jadi menyimpulkan, mungkin bang Atha sedang sibuk. Dia akan membujuk Shaka agar melupakan keinginannya untuk makan siang bersama sang papa.

"Ate, ayo kita ke tempat Papa. Shaka mau ketemu Papa. Shaka kangen," lagi Shaka tak bosan merengek minta bertemu papanya.

"Papa lagi sibuk, Sayang, Shaka sama Tante Za dulu ya. Kita ketemu Papanya nanti sore aja."

"Nggak mau, Shaka mau ketemu Papa sekalang."

Shaka sudah dalam mode marah, dia tidak akan bisa dibujuk lagi. Dia tidak mau makan jika tidak bersama sang papa. Zaza bingung harus berbuat apa. Teleponnya tidak diangkat, chat yang Zaza kirim untuk Bang Atha juga hanya terkirim, tapi belum terbaca apalagi dibalas. Jika mereka ke rumah sakit saja, Zaza takut kehadiran mereka justru akan mengganggu Bang Atha.

Beruntung tidak lama, di tengah kebingungannya ponsel Zaza berdering, terdapat panggilang masuk dari Bang Atha.

"Assalamu'alaikum, Dek. Tadi kamu nelpon Abang? Ada apa? Shaka baik-baik saja?"

"Wa'alaikumsalam, iya aku telepon Abang. Shaka minta makan siang bareng Abang. Bang Atha lagi sibuk nggak?"

"Oh ... Abang nggak sibuk, kok. Ini baru selesai visit pasien."

"Kalo gitu aku sama Shaka ke rumah sakit sekarang gimana? Shaka udah ngambek nih, kangen sama Abang."

"Boleh. Tapi, apa nggak nanggung, habis salat duhur aja, gimana? Kita ketemuan di kafe biasa, di depan rumah sakit."

"O iya, ok deh, Bang, habis duhur aja aku sama Shaka ke sana ya. Makasih, Bang."

"Iya, sama-sama. Abang yang harusnya makasih sama kamu, karena kamu udah mau jagain Shaka."

"Sama-sama, Bang."

"Ya udah, Abang tutup dulu ya. Kalian, hati-hati di jalan. Assalamu'alaikum."

"Baik, Bang. Wa'alaikumsalam."

Zaza menutup panggilan teleponnya dan segera memberi kabar bahagia itu pada Shaka. Dia terlihat sangat senang mendengarnya. Tidak lama azan duhur terdengar berkumandang.

"Ate, udah azan. Yuk! Kita wudhu telus salat," ucap Shaka sambil menarik-narik lengan tangan Zaza.

"Iya, Sayang. Sebentar ya, Tante taruh buku cerita punya Shaka dulu." Zaza menaruh ke dalam tas milik Shaka, dua buah buku hard cover yang berisi tulisan dan penuh gambar full color.

"Ayo, Ate, Kita salat!"

"Alhamdulillah selesai, ayo!" jawab Zaza sambil menuntun Shaka berjalan ke kamar mandi.

PELANGI yang Sama (END) ✔ [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang