"Aku kesal sama Abang. Kesal, kesal, kesal!"
Zaza tidak suka memendam rasa kesalnya sendirian. Atha harus tahu rasa kesalnya saat ini, dan dia juga harus bertanggung jawab.
"Kenapa sih, Dek? Pagi-pagi mukanya udah ditekuk begitu. Sayang skincare, yang kamu pake selama ini, Dek. Marah-marah bisa buat cantiknya ilang," tanya Atha sambil menggodanya.
Pagi ini Zaza kembali berkunjung ke rumah Atha. Dan saat ini, dia sedang mengantarkan sarapan dan obat Atha ke kamarnya. Zaza sengaja membuka pintu kamar itu lebar-lebar. Zaza tidak ingin timbul fitnah jika hanya berdua di dalam ruangan, apalagi itu kamar seorang laki-laki yang bukan mahramnya. Sementara Shaka sedang sarapan disuapi oleh Bi Ela di ruang makan.
"Aku heran, gimana bisa Ayah mau-maunya terima Abang jadi calon menantunya lagi? Abang pakein ayah pelet ya?" tanya Zaza penuh selidik.
"Hust ...! Mana ada Abang pelet sesama laki-laki. Abang maunya pelet kamu aja. Boleh kan, Dek?" Atharizz kembali menggodanya.
"Iiihh ... Ogah!!"
Zaza mencebik kesal. Saat sakit seperti ini, masih sempat-sempatnya Atha menggoyahkan imannya. Di rayu laki-laki tampan, mapan, perhatian bisa saja membuat debaran htinya bertalu-talu tak karuan. Jadi, Zaza harus pintar-pintar menjaga hatinya.
"Maafin Abang ya, kalo tindakan Abang justru buat kamu kesal. Tapi, Abang itu laki-laki. Dan, laki-laki sejati harus bisa merealisasikan ucapannya. Laki-laki harus berani meminta izin kepada ayah wanita yang disukainya. Apalagi saat awal ingin mendekatinya. Itu pendapat Abang. Apa Abang salah, Dek?"
Zaza tahu bahwa Atha memang tipe lelaki bertanggung jawab atas setiap ucapan ataupun tindakannya. Namun, tetap saja dia merasa kesal, Atha bergerak terlalu cepat.
"Tapi Abang terlalu cepat. Aku butuh waktu untuk mempertimbangkan keinginan Abang."
"Kalau abang nggak cepat, entar keduluan yang lain, Dek. Abang akan kasih kamu waktu, kok. Abang nggak akan memaksa kamu. Tapi ini sebagai bentuk izin abang kepada Ayah agar bisa lebih dekat dengan kamu. Abang ingin berusaha masuk ke hati kamu."
Mendengarkan ucapan Atha, membuat hati Zaza bertalu cepat. Paras ayu miliknya merona. Sesopan itu Atha kepada wanita yang disukainya. Setanggung jawab itu dia atas setiap kata-katanya.
Hati Zaza rasanya ingin meleleh saat itu juga, tapi dia tidak bisa. Dia masih penasaran tentang hubungan Atha dan kakaknya dulu. Bagaimana mereka bisa bertemu? Bagaimana seorang Atharizz yang nyaris sempurna bersedia menerima Kakaknya dengan segala kekurangannya? Sebaik itukah hati seorang Atharizz Atau cinta memang sanggup membutakan segalanya? Zaza ingin tahu tentang Atha, di mata kakaknya.
Zaza teringat bahwa semenjak lumpuh, kakaknya mulai memiliki kesenangan baru, yakni menulis diary. Ingin rasanya dia tahu sisi terdalam hati sang kakaknya pada suaminya.
Terserah jika ada yang bilang dia kepo, rasa penasarannya memang telah melambung tinggi. Dia ingin tahu tentang lelaki yang menyatakan ingin serius menjalin hubungan dengannya. Namun, Zaza ragu. Etiskah dia mencari tahu perihal kakak iparnya?
Zaza tak ingin salah dalam melangkah. Jika Atha memang menginginkannya, Zaza ingin Atha memandangnya sebagai pribadi Zaza seutuhnya, bukan sebagai duplikat dari sang kakak, Ayesha.
"Janji, ya! Pokoknya Abang nggak akan maksa aku. Sebenarnya aku juga penasaran tentang awal pertemuan Abang sama kak Yesha. Boleh aku tahu?" tanya Zaza jujur, karena selama ini dia tidak pernah mendengar kisah itu dari keluarganya.
Raut terkejut, seketika terbit di paras tampan Atha. Namun itu tidak lama, setelahnya justru wajah Atha terlihat sendu.
"Abang akan ceritakan semua. Tapi, tidak sekarang. InsyaAllah setelah kita belanja gamis, Abang akan menceritakan tentang Abang dan Yesha dahulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI yang Sama (END) ✔ [Proses Terbit]
RomanceCinta adalah anugerah rasa dari Tuhan yang paling manis. Namun, cinta juga dapat menjadi bagian dari ujian Tuhan yang paling pahit. Atharizz Hamizan Erlangga, seorang dokter kandungan. Sejak lama Atha menyukai seorang gadis bernama Zaza -- Azzahra P...