Pelangi Dua Puluh [20]

5.6K 432 15
                                    

Assalamu'alaikum..

Terima kasih readers yang selalu setia memberika Vote & Komentarnya yach..

Support kalian selalu buat semangat nulis.. 😄
.
.

"Apa Abang yang menabrak Kak Yesha? Apa Abang yang telah membuat Kak Yesha lumpuh?"

Deg ...!

Atha merasa debaran jantungnya bertalu kencang. Pertanyaan Zaza membuatnya terkejut. Apa yang dia takutkan, akhirnya terjadi juga. Sudah tidak ada waktu untuk terus menjadi pengecut, dia akan mengahadapi ini semua. Dia akan menceritakan semuanya kepada Zaza.

"Boleh, Abang cerita sesuatu?" tanya Atha hati-hati.

"Silakan! Aku tidak akan menyela apa pun yang akan Abang ceritakan. Aku hanya butuh kebenaran."

Atha menghembuskan napas berat. Pikirannya mulai menerawang pada kejadian beberapa tahun silam. Pada sebuah masa yang telah menuntun takdirnya hingga di tahap ini.

Atha sedang berada di sekolahnya, saat dia mendapat telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan bahwa tantenya dalam kondisi kritis. Tante Saras menderita kanker serviks stadium akhir, kondisinya semakin hari semakin memprihatinkan. Uminya yang sedang bekerja di sebuah perusahaan garmen mungkin tidak bisa dihubungi, sehingga pihak rumah sakit mengabarinya. Hanya Atha dan Mitha, saudara yang dimiliki Saras saat ini.

Dengar tergesa Atha melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Saat itu sekitar jam dua siang, jalanan yang dilaluinya lumayan senggang. Namun naas, di pertigaan dekat rumah sakit, dia justru mengalami kecelakaan.

Motor yang dikendarainya menabrak motor lain di depannya yang sama-sama akan berbelok arah. Sebisa mungkin Atha menghindar, tapi mengendarai dengan kecepatan tinggi, membuat Atha tidak bisa lagi menghindar. Motor dan dirinya terjatuh ke bahu kiri jalan, sementara motor lainnya terjatuh ke badan kanan jalan. Naas-nya lagi, kaki pengendara motor tersebut malah tergilas roda kendaraan lain yang juga melintas di sana. Kecelakaan itu terjadi begitu cepat, Atha sendiri tidak ingat persis bagaimana hal itu bisa terjadi. Dia pingsan di lokasi kejadian.

Saat membuka mata, tubuhnya sudah terbujur di ranjang rumah sakit dengan luka lebam, lecet-lecet di beberapa bagian tubuhnya. Ada juga jahitan di kaki kiri serta pelipisnya. Beruntung kondisinya tidak terlalu parah. Atha berusaha mengingat kejadian yang menimpanya, lalu dia segera teringat pada Tante Saras.

"Umi, bagaimana kondisi Tante Saras?" tanya Atha panik.

"Alhamdulillah, kondisi Mbak Saras sudah stabil. Dia sudah ditangani dokter."

Umi lalu menceritakan tentang wanita korban kecelakaan yang bertabrakan dengannya. Ternyata dia mengalami luka yang lebih serius, terutama di bagian kaki. Tulang kaki wanita itu hancur dan terpaksa harus diamputasi untuk menghindari infeksi yang akan memperparah organ tubuh lainnya.

"Kalian harus bertanggung jawab!!"

Seorang laki-laki paruh baya masuk kedalam ruangan Atha dengan rahang yang mengeras dan mata menyalang marah. Pasti dia Ayah korban, tebak Atha dalam pikirannya.

"Maafkan putra saya, Pak. Kami akan bertanggung jawab. Kami akan membantu biaya pengobatan putri Bapak."

Wajah Mitha mulai bersimbah dengan air mata. Dia memohon-mohon agar kasus ini tidak sampai melibatkan aparat kepolisian. Dia akan melakukan apa pun caranya agar kasus kecelakaan ini berakhir damai, karena memang putranya yang telah bersalah. Putranya telah lalai mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi.

Laki-laki itu mendekat ke ranjang Atha, masih dengan emosi yang menguasai. Dia berteriak, "Lalu bagaimana dengan masa depan putri saya? Kalian juga mau bertanggung jawab? Dia tidak akan bisa berjalan lagi. Seumur hidupnya akan tergantung pada orang lain. Kalian akan bertanggung jawab juga?!"

Mitha tidak bisa menjawab, dia hanya bisa menangis. Benar apa yang dikatakan oleh lelaki paruh baya itu, tapi mereka bisa apa? Mungkin kecelakaan ini sudah bagian dari takdir-Nya. Namun, mengingat masa depan gadis itu, Mitha juga tak tega. Dia tidak tahu harus bertindak seperti apa.

"Saya akan bertanggung jawab untuk masa depan putri Bapak. Setelah bekerja, saya akan menafkahinya," ujar Atha yang merasa khawatir melihat kesedihan sang ibu.

"Lalu jika tidak ada yang mau menikahinya karena dia lumpuh, apa kamu juga akan menikahinya?" lagi tantang laki-laki itu pada Atha.

"Saya .... " Atha merasa kelu untuk menjawab.

Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral baginya. Apa dia juga harus melakukan hal itu juga? Bahkan dia belum melihat rupa wanita itu. Kalaupun harus menikah, apakah sanggup dia menafkahi lahir dan batinnya?

"Jawab saya!! Apa kamu akan menikahinya?!" Merasa tidak mendapat jawaban, ayah sang wanita beralih kepada Mitha, "Lihatlah!! putramu bahkan terlalu pengecut untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Saya akan melaporkan putra anda ke polisi. Saya tidak mau masa depan putri saya hancur sendirian."

"Jangan Pak, tolong jangan! Maafkan putra saya, Pak. Saya mohon!"

Mitha bersimpuh, meluruhkan dirinya di lantai demi memohon agar kasus putra semata wayangnya tidak sampai ke meja hijau pengadilan. Masa depan putranya bisa ikut hancur.

Atha tidak tega melihat uminya dibentak dan dipermalukan seperti itu. Bahkan Umi Mitha sampai bersujud memohon di kaki laki-laki itu demi dirinya.

"Saya ... saya akan menikahinya." Akhirnya janji itu meluncur dari mulutnya. Atha tidak punya pilihan lain, karena sebenarnya dia juga merasa bersalah kepada gadis itu.

"Bagus, saya pegang ucapanmu. Saya akan buat perhitungan jika kamu melanggarnya." Setelah mengatakan itu lelaki paruh baya tersebut keluar dari ruang rawat Atha.

Secara detail Atha menceritakan kejadian itu. Zaza sama sekali tidak menyelanya. Dan sekarang, air mata sudah deras mengalir di wajahnya. Membuat matanya semakin sembap.

"Setelah lulus kuliah dan bekerja, Abang menepati janji untuk menikahi Yesha." Zaza dapat melihat raut penyesalan di mata Atha.

Dulu saat tahu bahwa Yesha akan menikah, Zaza begitu kagum kepada calon kakak iparnya. Laki-laki itu begitu berbesar hati menerima kekurangan kakaknya. Zaza juga mengira, begitu besar rasa cinta laki-laki itu kepada sang kakak. Ternyata anggapannya selama ini salah besar. Pernikahan itu hanya sebuah bentuk tanggung jawab.

Walaupun begitu, yang Zaza tahu Yesha begitu mencintai suaminya. Dalam diary, sang kakak menuliskan bahwa dia begitu bahagia dengan pernikahannya. Yesha akan berbakti dan mengikuti kemana pun sang suami akan membawanya. Dia juga menuliskan, perlakuan Atha yang sopan dan baik kepadanya.

Lalu bagaimana dengan perasaan Atha sendiri? Apakah selama menjalani pernikahan itu Atha juga mencintai kakaknya atau murni hanya tanggung jawab semata tanpa melibatkan perasaan? Tapi, keberadaan Shaka bukankah sebagai bukti buah cinta mereka?

"Selama pernikahan kalian, apakah Abang pernah mencintai Kak Yesha?"

.
.

Alhamdulillah, Zaza dan Atha kembali update menemani hari kalian
Semoga Suka 😄😄

Jangan lupa tinggalkan jejak semangat untuk author dengan memberikan
Vote dan Komentar
😍😍😍

Follow juga akun WP ini, supaya kalian selalu dapat notif update cerita ini & cerita author lainnya.

Follow & tag IG Author
@Oliphiana_lia
If you share something from my story

😄 Thanks All 😄
Jazakumullah khair
😙😍😘

PELANGI yang Sama (END) ✔ [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang