Pelangi Dua Belas [12]

5.7K 192 4
                                    

CINTA tanpa kesetiaan adalah KEPALSUAN yang nyata

~ Azzahra Pelangi Yusuf ~

---------

"Pah, kapan Ate Za salapan sama kita lagi? Kapan Shaka bisa belangkat ke sekolah diantal Ate Za lagi?" tanya Shaka berulang kali. Bahkan saat kini mereka sudah berada di dalam mobil menuju ke sekolah, Shaka masih tak bosan menanyakannya.

"Nanti, Sayang. Kalo kapan-kapan kita sarapan lagi di rumah eyang dan berangkat dari sana."

"Kapan itu, Pah? Secepatnya ya, Pah."

Pertanyaan Shaka kembali memaksa otaknya berpikir keras. Demi agar Shaka diam, dia bisa saja langaung menjawab iya. Namun, sebagai ayah yang baik, dia tidak ingin membohongi harapan sang putra. Rasanya sungkan jika selalu merepotkan keluarga almarhumah istrinya.

Atha perhatikan, hubungan Zaza dan Shaka setiap harinya semakin erat. Tidak pernah sehari pun topik pembicaraan mereka tak membawa nama Zaza.

"Pah, Ate mau nggak ya ... setiap malam bacain Shaka buku celita? Shaka suka kalo Ate Za yang membacakan buku celitanya."

"Pah, nanti pulang sekolah Shaka maunya dijemput Ate Za aja. Kasihan eyang sudah tua. Jadi, Ate Za aja yang jemput aku di sekolah."

"Pah, kita main ke lumah eyang, yuk! Shaka kangen masakan Ate Zaza."

Entah Atha lupa, percakapan apalagi yang setiap hari Shaka lisankan dengan menyebut nama Zaza.

"Pah?" tanya Shaka kembali. Dia sudah tak sabar mendengar jawaban sang papa.

"Iya, Sayang. Nanti Papa tanya Eyang dan Tante Zaza dulu tentang kapan waktunya."

"Ok, Pah."

Setelah menjawab pertanyaan Shaka, Atha kembali fokus menatap lurus jalanan di depannya. Begitu mendekati area sekolah Shaka, netra matanya menangkap siluet seorang wanita yang sepertinya dia kenali. Hal itu membuat Atha memperlambat laju kendaraan mobilnya.

Wanita itu menggunakan hoodie polos berwarna navy, rok jeans dan juga menggunakan masker medis sebagai penutup wajah. Hal itu membuat wajahnya sulit dikenali, tapi Atha sudah terlalu hafal gerak gerik tubuh itu, kebiasaan wanita itu, yang ternyata masih dilakoninya hingga kini.

Tangan kiri wanita itu menjinjing sebuah kresek yang telihat masih penuh, berisi. Kemudian, tangan kanannya tanpa ragu membagi-bagikan isi kresek tersebut kepada anak jalanan, pengemis, pemulung, dan tuna wisma yang ditemuinya di jalan. Atha tidak pernah menyangka, aktivitas sederhana itu mampu membuat hatinya selalu menghangat setiap melihatnya. Dia bahkan setia mengaguminya hingga kini, walau hanya dari jauh.

"Papa senyum sama siapa?" tanya Shaka polos.

Atha melirik ke arah Shaka dan justru tersenyum semakin lebar. "Ada orang baik yang Papa kenal. Dia hobi berbagi makanan dengan orang-orang yang membutuhkan."

"Oh ... kata bu guru itu namanya sedekah. Belbagi yang kita punya kalena Allah. Shaka juga suka belbagi bekal jajan ke teman-teman. Jadi, Shaka juga orang baik ya, Pah?"

Atha mengelus puncak kepala Shaka. "Iya, itu juga sedekah. Sedekah yang paling baik itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Mereka yang tidak punya, tidak mampu membeli, padahal mereka sangat membutuhkan, dan Shaka memberikan yang Shaka punya kepada mereka. Itulah sedekah yang terbaik."

PELANGI yang Sama (END) ✔ [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang