.
.
.
Anya sungguh terkejut mendapati Rayland sudah berada tepat di depannya. Mengapa pria itu ada di sini? Tidak biasanya pulang sangat cepat. Ataukah karena menyadari ponsel yang selama ini tidak pernah lepas dari tangannya--tiba-tiba tidak berada di sekitarnya--dan menyadari bahwa ponsel itu tertinggal di rumah, di ruang kerjanya.
"Berikan ponselku, Anya!" titah Rayland tertahan, mencoba meredam emosinya yang membarah.
Gadis itu bergeming.
Anya tidak tahu harus melakukan apa. Ia sungguh tidak ingin menyerahkannya. Anya merasa perlu memastikan siapa wanita yang beberapa saat lalu menelfon suaminya. Oh! Sekarang ia bahkan terdengar seperti seorang istri yang tengah memergoki suaminya selingkuh.
Tetapi, kenyataannya memang terdengar seperti itu. Melihat aura Rayland yang paling ia hindari sampai muncul hanya karena melihatnya berada di ruang kerjanya, sembari memegang ponselnya. Menjadi bukti ada sesuatu yang tidak beres.
Anya menatap Rayland tepat di mata.
Dia harus bertanya!
"Seseorang menelfon mu," tatapan Anya berubah serius. Namun begitu terlihat bahwa ia mencoba menyembunyikan rasa takutnya. Gadis itu sampai mendongak kerena Rayland begitu tinggi.
"Itu seorang wanita. Rayland, siapa dia?" tanyanya langsung.
Rayland terdiam. Sejujurnya pria itu tidak berpikir jika Anya akan menanyakan hal tidak penting seperti ini.
"Bukan siapa-siapa. Sekarang, berikan ponselku!" Rayland tampak setengah hati menjawab. Dia sama sekali tidak serius.
Anya tidak puas!
"Tidak mau. Rayland, siapa wanita itu?!" Anya memasang tampang terluka, ia sedih Rayland tidak mengerti perasaannya.
Gadis itu kecewa!
Rayland memandang Anya dengan tatapan datar andalannya, lantas bersedekap di hadapan gadis itu. Kemudian tatapannya berubah meremehkan.
Tidak ingin terintimidasi, Anya balik menatapnya dengan pandangan tidak kalah serius. Mencoba untuk tegar.
"Kamu bukan siapa-siapa bagiku. Jadi, kamu tidak berhak."
Anya meringis merasakan ulu hatinya serasa diremukkan. Dia tercekat. Sementara suhu ruangan seolah berubah dingin menyiksa.
Rasanya sangat sakit!
"Aku punya," Anya mencicit. Matanya sudah hampir berkaca-kaca, tetapi ia bertahan untuk tidak menangis saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiptara Family's [END]
FantasyTerkadang, dunia selalu dipenuhi misteri juga rona fantasy yang membawa hal tidak mungkin menjadi mungkin. Lalu hal-hal mistis pun terkesan menjadi hal yang biasa. Tidak jauh berbeda dengan kedua insan berikut; Menikah muda? Di usia 17 tahun? Tidak...