.
.
.
"Apa kamu lumpuh? Cepatlah bodoh!"
Anya mendelik menatap Rendi yang baru saja membentaknya. Gadis kurus itu lantas menarik koper berukuran jumbo yang tidak lebih besar dari badannya sendiri. Menarik koper dengan tergesa ia segera menyusul pemuda pms itu yang sudah berjalan jauh di depannya, meninggalkan bandara menuju mobil pribadi keluarga Adiptara yang sudah lebih dulu menunggu. Dan meninggalkan dia dengan koper besarnya.
Mengapa tidak ada pelayan seperti biasanya?
Anya berteriak!!
Walau kesal. Tetapi Anya memilih diam, tidak mengatakan apapun. Hari ini ia begitu senang saat Rayland dengan tegas mengatakan keluarga ini akan berlibur ke pulau Dewata, Bali. Tapi mengapa harus Bali? Anya bukan ingin ke lain tempat atau keluar negeri. Hanya saja--bagaimana keluarga ini bisa datang kembali ke kota yang telah merenggut nyawa Sang Nyonya Adiptara. Apakah mereka sudah lupa? Atau hanya pura-pura lupa.
Anya memilih diam, kendati hatinya ingin bertanya.
Karena tidak ingin merusak suasana hatinya yang secerah matahari pagi. Anya memilih mengabaikan segala tingkah menyebalkan Rendi yang terus mengusiknya. Seumur-umur ini adalah kali pertamanya. Bahkan naik pesawat sekalipun. Dan sialnya, pengalaman pertamanya dengan pesawat sangat-sangat buruk.
Selama berada di pesawat, Anya benar-benar harus menahan malu setelah sadar apa yang sudah dilakukannya. Gadis itu muntah sebanyak empat kali. Anya tidak akan memucat jika saja wadah tempat muntahannya adalah Rendi. Tapi ini, jangan tanya. Itu Rayland loh!! Roh-nya mungkin saja sudah tidak di raganya saat itu.
Saat mata segelap malam milik Rayland menatapnya dengan tatapan yang sulit ia artikan--melebihi sulitnya soal matematika yang selama ini berusaha ia pecahkan--badannya meriang dan hawa panas membakar tubuhnya. Seumpama padang pasir, Anya adalah butiran debunya; dihempaskan ke sana-kemari oleh angin. Dan Rayland adalah inginnya. Sangat-sangat panas.
Beruntung, itu pesawat pribadi keluarga Adiptara.
"Masih pusing?"
Anya menoleh saat Rayland di sampingnya bersuara. Sebenarnya, gadis rusuh itu tidak begitu mendengar apa yang baru saja Rayland katakan. Jadi, ia memilih mengangguk sembari melempar senyum dengan sok manis.
"Tidur saja kalau begitu," Rayland menatap Anya sekilas kemudian kembali fokus pada tab ditangannya. Mereka hanya bertiga di dalam mobil. Seorang pria kaku berkulit kecoklatan, sedang menyupiri keduanya menuju hotel Adiptara di depan jok kemudi--dialah Antonio. Lalu kursi tengah di isi Anya dan juga Rayland.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiptara Family's [END]
FantasyTerkadang, dunia selalu dipenuhi misteri juga rona fantasy yang membawa hal tidak mungkin menjadi mungkin. Lalu hal-hal mistis pun terkesan menjadi hal yang biasa. Tidak jauh berbeda dengan kedua insan berikut; Menikah muda? Di usia 17 tahun? Tidak...