.
.
.
"Rain? Kamu dengar apa yang kukatakan?"
Pria itu jelas mendengar, tetapi dia memilih bisu. Manik indahnya memejam dengan rapat pun bibirnya tertutup. Dia tidak peduli dengan apapun sekarang, termasuk meladeni sosok pria bertubuh tegap yang beberapa senti lebih pendek darinya--sedang berdiri di samping tempatnya duduk--di depan teras kolam ikan.
Menghela nafas panjang yang terdengar sedikit kesal dan putus asa, pria berbaju formal tersebut lantas memegangi pundak Rain yang masih duduk mengabaikan keberadaannya di rumah hutan itu, selama beberapa hari belakangan setelah Anya pergi.
Dia tentu tahu mengapa Rain marah kepadanya. Sebab dia lah yang meminta Rain meninggalkan tempat itu sebelum berhasil menangkap Anya dan kembali membawanya pulang. Si Pria berbaju formal jelas tidak akan menggangu kesenangan Blood Rain, kalau saja dia tidak melihat Rayland mulai menghubungi seseorang. Artinya, Rain akan dalam bahaya dan dia tidak bisa tinggal diam. Sebab sudah pasti Rayland akan menangkap Rain.
"Kamu tidak bisa mengabaikanku terus-menerus Rain," Si Pria berbaju formal ikut duduk selonjoran di teras depan, kakinya yang sedikit pucat turun ke kolam ikan, membiarkan ikan-ikan kecil di bawah sana memijat telapak kakinya. Memberikan sensasi menggelitik aneh tetapi cukup nyaman.
Posisinya sama persis dengan Rain sekarang. Hanya saja, matanya membuka dengan lebar menatap rimbunan pohon di depan, sementara Rain memejamkan mata seolah sedang tertidur. Nafasnya bahkan terdengar halus dan pelan, terdengar seirama dengan suara hewan-hewan malam seakan tengah menyuarakan kekosongan hutan yang nampak hening.
Tetapi anehnya, suasana ini terasa menenangkan.
Tanpa menoleh, Si Pria berbaju formal kemudian berkata, "kalau kamu cemas gadis itu membongkar identitasmu, tenang saja. Aku akan mengurus semuanya, seperti sebelum-sebelumnya," suaranya terdengar pelan, namun sarat akan keyakinan dan tentunya tidak main-main.
Rain sontak menoleh, menatap Si Pria berbaju formal dengan tatapan tajam, mencoba mengintimidasi seperti yang selalu dia lakukan untuk membuat orang lain takluk kepadanya. Tapi nyatanya, orang ini sudah kebal dan biasa, jadi tatapan tajam dan dingin yang Rain tunjukkan bukanlah apa-apa baginya. Dia bahkan hanya tersenyum tepat setelah Rain bereaksi, ketika dia mengungkit gadis mainan pria itu.
"Jangan syok begitu," dia terkekeh, mengejek Rain yang rupanya terlalu peduli dengan seorang mantan tawanan. "Tapi kalau kamu mau, aku bisa menghabisinya sekarang, jangan sungkan, jadi katakan saja keinginan mu." Katanya, enteng.
Tanpa sadar Rain mengeram marah, jujur saja--pria yang duduk di sampingnya sekarang ini bukanlah orang biasa. Dia adalah penguasa dunia gelap, tangan kotornya bisa menjangkau apa saja dan apapun bisa dikendalikannya. Kalau hanya untuk membunuh satu orang gadis seperti Anya, itu tentu hal kecil yang mudah untuknya. Rain jadi sedikit takut saat berpikir Anya bisa saja mati di tangan Si Pria berbaju formal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiptara Family's [END]
FantasyTerkadang, dunia selalu dipenuhi misteri juga rona fantasy yang membawa hal tidak mungkin menjadi mungkin. Lalu hal-hal mistis pun terkesan menjadi hal yang biasa. Tidak jauh berbeda dengan kedua insan berikut; Menikah muda? Di usia 17 tahun? Tidak...