MONOLOG

37 5 8
                                    

And this morning too late for giving mercy and attention, and i'm so bored to choice what should i do.
---

"Sebuah kisah yang tersebar di antara sela-sela otakku, yang harusnya dikeluarkan dan dikembangkan menjadi sebuah manuskrip yang dapat dibaca dengan baik-baik saja."

Bagaimana bila kita tak pernah tahu bahwa kehidupan adalah makna-makna yang datang dari kita sendiri? Bagaimana bila kita hanya tahu tentang sisi luar dunia dan segala keindahannya, tanpa kita tahu sisi dalamnya? Mungkin, kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa dunia adalah keindahan, dunia adalah alat pemuas manusia yang harusnya dimanfaatkan dan dilestarikan.

Manusia belum mengetahui bahwa dunia adalah cermin untuk peningkatan diri kita. Banyak sekali keindahan dunia yang terpancar dari diri kita, bahkan sampai kita lupa tidak mempertahankan dan meningkatkan itu. Seperti keindahan dalam bertutur, bersikap, berpikir dan berperasaan, kita hanya tahu indahnya merasakan cinta pada alam, tetapi tak tahu bahwa alam juga mencintai kita dengan caranya yang perlu diresapi.
Seuntai kata, sebaris makna yang kuucap, akan terus mengalir dalam diriku, hingga nanti akal sudah surut, sampai jiwa raga sudah menyusut dan akhirnya larut. Gelombang pemikiran seperti itu sudah aku tampung dan ingin kuutarakan, tetapi selalu saja membuahkan hasil buntu. Maka dari itu, lebih baik aku simpan dalam tulisan, yang nantinya akan menjadi magnet para penikmat dunia yang fana.

Pertanyaan dan pernyataan seringkali mondar-mandir di dalam pikiran, hingga semuanya tak sanggup kutampung, dan akhirnya hilang. Sayang sekali, ketika kita memiliki gagasan atau ide, di saat yang sama kita tak menuliskannya maka ide itu akan hilang dengan cepat. Pertanyaan semacam keinginan memaknai dunia yang indah, meresapi apa yang ada di dalamnya, dan kemudian menjadikan ladang pensyukuran yang tiada batasnya, membuatku selalu tergugah untuk menuliskan apa yang aku lakukan dan rasakan.

Seperti halnya kita menulis sebuah tulisan di linimasa media sosial kita, banyak di antaranya berdasarkan pengalaman, perasaan dan pemikiran yang tidak tertampung dalam otak kita. Terlebih jika itu pemikiran yang bagus dan sangat diperlukan oleh khalayak ramai. Maka, media sosial ini merupakan tempat menaruh pemikiran selain buku tulis. Namun, seringkali kita tak paham akan manfaat media sosial yang seringkali kita gunakan untuk hal-hal yang kurang positif. Tanpa sadar, kita salah menggunakan, salah untuk memahami media sosial yang seharusnya untuk menyatakan pendapat dan gagasannya.
Bagaimana ketika media sosial kita hanyalah sampah-sampah dari residu perjalanan? Bagaimana ketika media sosial bukanlah sebuah media penangkaran ide? Bagaimana pula jika media sosial adalah belenggu, yang membawamu pergi ke sebuah ruang tertutup? Bagaimana?

Mengapa manusia terlalu aktif dalam media, tetapi dalam sosial tak pernah damai? Mengapa di dalam media sosial kita selalu mempertanyakan apapun yang bahkan bukan menjadi hak kita? Mengapa dalam bersosial kita tidak menggunakan media alamiah? Mengapa?
Berapakah energi yang kita habiskan, hanya untuk mempersempit linimasa? Berapa banyak lagi suara sumbang yang harus ditampung dengan bangganya? Berapa kali terjatuh, atau sampai titik fluktuasi, kita tersadar bahwa media bukanlah dunia? Berapakah yang harus kita butuhkan? Berapa!?

Coba kita bayangkan berapa persentase rasa keluh kesah kita, bisa jadi hal itu adalah salah satu kelemahan dalam hidup. Bisa juga menjadi tolak ukur untuk mengalahkan kita, bahkan kemungkinan besar akan menjadi kunci utama bahwa seseorang bisa menaklukkan hati, pikiran sampai merebut jiwa raga.

Begitu mengerikannya hidup dalam media sosial, yang hanya menyenangkan kita dalam jangka waktu sesaat, dan membunuh kita secara perlahan. Bagi saya, dunia media adalah ruang terbuka yang pelan-pelan akan mengurungmu, ruang yang sangat cerah yang nantinya akan meredupkanmu, selanjutnya kau akan terjatuh hingga tenggelam tak terselamatkan. Betapa mengerikannya kehidupan saat ini, di mana cacian dan hinaan lebih mudah dilontarkan daripada sebuah pujian yang membangkitkan. Memang perspektifnya berbeda, tetapi pada umumnya orang lebih mudah untuk men-judge secara langsung daripada dipikirkan dahulu, sekiranya kita berbicara seperti akan melukai atau tidak, akan membuatnya terjatuh atau tidak. Dunia semacam ini yang harusnya kita antisipasi, akhirnya masyarakat semakin sensitif dengan sosial yang total, orang makin curiga dan banyak ber-suudzon dengan apa yang dikatakan dan dilakukan.
Sebenarnya bisa kita tanggulangi dengan bijak, dengan cara yang semudah mungkin yang biasanya dianggap sepele; menghargai apa yang dilakukan. Iya, hal ini sangat sulit dilakukan dan dianggap berlebihan. Pada nyatanya, hal ini dibutuhkan agar seseorang dapat leluasa dan berkuasa atas dirinya, mampu mengendalikan diri dalam bertutur dan berperilaku. Tidak asal-asalan untuk mencoba memecahkan masalah, atau dengan membandingkan pemecahan mereka dengan pemecahan kita. Persepsi boleh kita maklum dan setujui, apabila menurut mereka yang pernah mengalami atau sedang mengalami bisa kita terima.
Adakalanya kita berbicara, adakalanya kita mendengarkan. Kunci hidup paling utama adalah saling mendengarkan, saling mengasihi dan mengayomi, serta saling berdampingan dalam meniti kehidupan yang semakin liar.

BENTANG DAN GURATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang