KITA YANG SELALU BERMALAM MINGGU

3 0 0
                                    

12 Januari,
"Kita terlampau lepas di hari ini."
"Dan kau menginginkan kembali ke duniamu."
"Akankah kau mengikhlaskannya atau justru mengindahkannya dengan caramu sendiri?"
"Tak usah kau tanyakan itu, lebih baik kau lakukan apa yang kau mau, sebelum kau berubah pikiran. Karena kau seringkali menyukai perubahan pikiran yang cepat."
---
Baiklah, kita mulai membuka linimasa di belakang kaleidoskop. Betapa hebatnya perjalanan hidup semasa itu, aku kita yang namanya cinta hanya bersenang-senang tanpa ada permasalahan. Ternyata perkiraanku salah, cinta akan menampilkan dua sisi yang menurutku atraktif, bisa membahagiakan bisa membunuh. Setelah aku pertimbangkan saat ini, aku teringat bagaimana aku memulai cinta yang tak tersengaja. Ya, relung hati dan pusat pikiran masih berjalan mulus sehingga seluruh ingatan masih terasa denyutnya, keindahan yang kuratapi, kesedihan yang membuatku tegar, hingga ada korban tertinggal dan korban meninggalkan. Semuanya tampak seperti ingin menjadi korban, apakah ada yang namanya korban cinta? Tidak ada. Bahkan, aku mendengar dan membaca; cinta bukan tentang pengorbanan dan perjuangan, tetapi cinta adalah pembukaan untuk saling membuktikan, mana yang tulus dan mana yang modus. Heuheuheu. Mengasyikkan cinta itu, tapi hati-hati dengan terluka atas nama cinta. Kau harus terima risiko, untuk meninggalkan lalu berjumpa dengan kebahagian.
Kutitipkan senyum dan namamu di berandamu. Album fotomu masih menyisipkan aku yang memanjakanmu. Di album foto itu terlihat jelas bahwa sepasang kekasih sedang asyik-asyiknya menggandeng diri dan bergantung dengan kisah asmara ala anak sekolah. Ya, aku wajar saja tetapi aku tak ingin langsung diketahui. Bersabarlah, kita masih kecil dan belum beranjak dewasa, ada saatnya kita berfoto mesra bak kegiatan pemotretan pre-wedding atau seperti sepasang pengantin. Ya, aku memimpikan itu, tetapi sekarang pupus dan mulai memudar.
Cinta anak sekolah memang menyenangkan, ada sesuatu yang indah seperti berjalan berdua atau full-date dengan pasangan yang lain. Menyenangkan dan mengesankan, ditambah dengan drama yang mengasyikkan. Mengikrarkan sepenuh hati di beranda media sosial hingga berpose mesra, itulah yang selalu kita lakukan saat romansa berlalu lalang di hati dan pikiran kita. Menghabiskan waktu seharian untuk saling balas kabar, saling menelpon dan bertatap muka via WhatsApp, hingga akhirnya pertemuan yang dinanti akhirnya datang juga. Aku pergi ke rumahmu, kau menunggu dengan senyum manismu, sampai menyusuri jalanan yang riuh akan muda-mudi perkotaan. Sungguh asyik!
Memulai percintaan, menikmati alurnya dengan mesra, begitu hebat kita berjuang saling mempertahankan satu cinta, yang tak pernah kita lewati walaupun berbagai problem cuaca atau pun ada kendala apapun. Kita tetap saja melangkah bersama, walau kita tak sempurna dalam menentukan arah. Kita terus melaju ke depan, meskipun semua tampak gelap dan berantakan. Dan kita juga terus melanjutkan, meski akhirnya saling melepaskan. Hanya dengan berjuang dan berkorban, kita menjadi korban dari segala perjuangan; ditinggal dan meninggalkan.
Mendengarkan lagu sendu dan romansa kekinian, ternyata hanya membuatku tak terkesan. Menonton bioskop bertemakan cinta, hanya membuatku hilang arah dan sering lupa. Banyak improvisasi yang harus dilakukan hanya untuk membahagiakanmu, tapi aku menikmatinya karena melihatmu bahagia saja batinku sudah terasa hangat. Mondar-mandir lesehan yang selalu kita hampiri, sampai kafe terkenal juga pernah kita sambangi. Sampai kekayaan alam negeri ini sudah pernah kita coba, bahkan sampai berhari-hari kita bersama di atas dua roda yang lumayan gesit dan irit. Semuanya aku nikmati, tak lupa aku syukuri, pemberian indah dari Tuhan Maha Memberi. Semoga ini adalah kisah yang tidak pernah kita lupakan, entah sampai kapan aku perlu belajar perelaan yang kuat. Hingga pada saat nanti, ketika kita sudah tak saling tatap dan menyapa, kita masih punya ingatan pernah berjalan bersama.
Detik demi detik kita habiskan, sampai jalanan telah kita jamah untuk memperlihatkan pada mereka bahwa kita adalah pasangan yang abadi. Kita telah berasumsi bahwa kelak kita akan terus bersama, dari pagi hingga pagi kembali. Ya, ekspektasi yang terus kita bangun, dan kau terlalu serius menanggapinya, sementara aku yang terbiasa menyibukkan diri dengan ego sendiri tak bisa mengimbangimu. Keinginanmu akan masa depan sangat kuat, kebutuhan bahagia yang kubangun ternyata lama-lama makin surut karena tuntutan atas nama cinta. Dan anehnya, aku merasa bahagia meski aku telah berpura-pura terluka. Aku tak mau menampilkan wajah lesu, aku harus bergembira denganmu, di depanmu sampai dirimu terlelap meninggalkan telepon yang masih aktif di malam-malam kita.

BENTANG DAN GURATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang