"Cobalah sedikit mengulang dan ambil positifnya. Cobalah sedikit mundur untuk menuntaskan kekalahan. Cobalah untuk selalu menjadi yang terbaik untuk diri sendiri, lalu perbaiki semua yang hampir jatuh. Setidaknya kau akan tahu, bahwa manusia tiada yang mampu berdiri sendiri meskipun diberi kekuatan oleh Tuhan. Dan itulah ujian yang Tuhan berikan kepada kita: meniadakan kemenangan, menuntaskan kekalahan."
---
Kau tahu angka yang selalu kau sebut? Tanggal lahir atau tanggal jadian? Kalau sudah lupa, tenang saja. Aku sudah menulisnya, bisa kau bawa untuk kenang-kenangan ketika kau pergi. Dan jika kau akan pulang, bawalah. Bila kau ingin menemukan hal yang membuatmu bahagia, simpanlah dan jangan sampai hilang.Masih ingatkah kau ketika kita saling menetap dan mempertahankan? Atau kau tak bisa melupakan? Seringkah kita melakukan hal itu, dan kita sama-sama tak kuat menahan kelepasan yang akhirnya terjadi?
Sebelumnya aku peringatkan kau dengan perkataan yang meneduhkanmu. Bila aku bertahan, kaulah yang paling berperan. Bila aku yang pergi, aku tak kuasa meninggalkanmu sendiri. Jika kita tak sanggup berdiri, masih ada bagi kita untuk saling menopang raga ini. Kau yang selalu menyenangkan, aku yang selalu meneduhkan. Kita yang sama-sama pesakitan, berakhir dengan kebahagiaan dengan senyuman. Kita sama-sama kesalahan, yang mengubahnya menjadi keajaiban. Engkaulah bintang, akulah paling benderang. Engkaulah tempat aku pulang, engkaulah yang mengguyur tubuhku dengan cinta, maka kubalas dengan segalanya. Terima kasih, wanita, teduhmu adalah tamparan keras untukku yang sangat gembira atas nama cinta. Dalam rinduku menggertakkan jiwa, dalam namamu terbesit nyala api yang menggebu, untuk menumpaskan segala kepergian yang paling menyeramkan. Namun, aku tak bisa mencegah, dirimu yang seharusnya ada untuk selamanya, kini berpisah dengan senyuman bahagia, aku pun turut bahagia, meski ada sesal yang menyesakkan dada.
Aku memang tak bisa memikatmu dengan perhatian lebih, seperti mereka yang selalu beromantis di ujung jalan atau persinggahannya. Tetapi, aku bisa berkata jujur untuk mengatakan bahwa janganlah pergi ketika aku berlumur kekurangan, janganlah pamit untuk berhenti bahkan berpindah. Jangan pula untuk berbohong, jika aku bertindak salah, maka tegurlah. Jika belum berhasil, tenang dan kuasai aku. Namun, semuanya kembali padamu, masihkah engkau mengingat segalanya dari awal?
Perlukah kita saling menindaklanjut, atau sekadar diam dan tenangkan diri kita? Sepertinya kita hanyalah saling mengutamakan ego dan memaksakan diri, maka diamlah sejenak dan mari benahi. Segala kesalahan yang telah kita perbuat, semoga bukan menjadi alasan kita berpisah, kita hanya kurang membaca satu sama lain, antara aku dan kamu, antara keinginan kita yang menggebu ingin segera terlaksana, tanpa menimbang dan menampung pembicaraan kita sendiri. Aku yang terlalu bodoh, kau yang terlalu pintar. Aku yang keterlaluan menerimamu, kau yang terus menyelamatkan cinta. Aku yang terlalu menyayangi dengan arogan, kau yang selalu tenang dan membuatku nyaman. Ya, kita perlu sadar diri, sejauh apa kita akan melangkah bila terus begini?
Seandainya saja kita bisa mengerti, tidak akan terjadi seperti ini. Awalnya hanya keinginan yang tak kunjung terselesaikan, yang berujung hati kita selalu resah dan bimbang, memilih untuk bertahan atau saling mengingatkan kesalahan dan akhirnya pulang. Tidak mungkin aku lakukan sedini itu, masih banyak waktu untuk berbenah, masih banyak sekali hal yang belum aku pelajari untuk memahamimu. Namun, kepergian tetap kepergian, tidak bisa dicegah dan dihentikan dengan amarah dan egoku. Akhirnya, aku putuskan untuk menerima keputusanmu. Ya, kau pamit, dan aku terhimpit, oleh kesendirian yang membuatku semakin resah dan memimpikan dirimu untuk kembali.
Nyatanya, aku benar-benar sadar dan terus berjuang untuk mengatasi negatif. Ambil positif, terus melangkah, berpindah haluan dengan kesepian, hingga waktu menjawab; aku pulang dengan kebahagiaan dan sejuta kenangan yang kita lakukan. Hingga pada malam hari, setelah kita mengikrarkan bahwa kita bukan siapa-siapa lagi, aku tulis tentangmu dalam bait puisi.Segala keindahanmu terangkum dalam tulisan yang kubuat untuk mengenang dirimu, syukur saja kau mau membacanya.Semangat itu sampai membawaku ke infeksi insomnia, sebab kegemaranku menulis ditemani bayangmu adalah gelora api yang menggebu. Setiap suaramu, segala kasih sayangmu masih kurasa hangat. Pelukmu yang melingkari tubuhku, masih terasa dan seakan menghinggapi setiap langkahku. Terlalu besarkah cintamu, atau diriku yang selalu menyayangi hingga tak sanggup melepas? Masih kutanyakan pada langit penuh bintang, sampai fajar pagi menampakkan indahnya, mengintipku yang dijamah kertas usang dan lagu-lagu tentangmu. Sungguh indah anugerah ini, tak bisa kulewatkan sedetik pun.
Terbesit oleh kenangan, terpisah dengan keistimewaan, yang aku dapat adalah engkau, dan engkau selalu mendapatkan senyuman dariku. Segeralah berbahagia, karena kita selalu memecah suasana dengan tawa.
Di balik kepergian, ada sebuah ketidaksengajaan bahwa kita masih satu. Menghiasi tiap detiknya, membentang cakrawala hingga kesederhanaan kita mejadi luar biasa di mata yang memandang. Pejamkan mata sejenak, bayangkan kita selalu satu, walau jauh kita berada.
Sejenak kita meredup, sekadar untuk menarik ke belakang, ada yang tersimpan di sana meskipun kau tak pernah ingin mengingatnya. Ya, di setiap waktu aku menghampirimu, selalu terbesit setiap kasih sayang ini harus tuntas kuberikan padamu. Setiap langkah kupersembahkan untuk membahagiakanmu. Tak ada keraguan apapun dalam perjalanan ini, di mana kekhawatiran orangtua selalu mengiringiku hingga akhirnya aku terbunuh sepi, tetapi aku sudah puas dan bahagia membahagiakanmu.
Dalam relung hatiku ingin berucap, segala apa yang aku lakukan padamu semata-mata hanyalah cinta, bukan pengharapan atau pengorbanan. Karena hakikat cinta bagiku adalah melakukannya tanpa alasan, menuntaskannya dengan rapi dan sempurna, dan menghasilkan sebuah rasa bahagia di antara keduanya. Dan, hasilnya pun kau selalu bahagia di sampingku, kau teduh di pelukku, dan ringan di antara kenyamanan yang kuberikan. Jika kau ingat semua apa yang kulakukan, aku sangat berterimakasih, dan jika kau hanya mengingatnya sedikit, itu sudah menjadi modal untukku bersyukur karena anugerah terindahku bukan seorang pelupa. Dan, jika kau sama sekali tak mengingatnya, aku tidak percaya. Sebab, ketika kau pergi, kau akan mengingatku, di saat kau berkelana bersama kebahagiaanmu, kau mengingat upaya membahagiakan diri dengan caramu; mengingat kenangan yang harusnya dilebihkan.
Dan jangan ragukan ingatanku, karena di otak dan hati masih tentang dirimu. Juga jangan hiraukan perasaanku yang masih berkeliaran di kolom chat, karena bentuk kasih sayang adalah tiada batas. Maka, aku terus menerus menyayangi orang yang selalu mencintaiku lewat doa yang diam-diam dikirimkan, dan kubalas dengan cara yang lebih liar; memperhatikanmu di tengah kebahagiaanmu.
.
.
.°°°
"Percayakan pada dirimu bahwa rasa ini bukan sekadar rasa, ini adalah energi untuk kita melangkah ke depan meniti kebahagiaan yang lebih."
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
BENTANG DAN GURATAN
LosoweSebuah kisah-kisah dan wejangan yang tertulis dengan spontan, berisi tentang pengalaman, ajaran kehidupan dan kisah romansa yang disisipi dengan nilai kehidupan yang fantastis. Terutama pada seorang tokoh yang bernama Wiroto, dalam mengejar cinta la...