19 Januari,
"Bukankah kita perlu beristirahat sejenak? Sekadar menitipkan salam bagi kita di waktu kita akan berpisah?"
"Mungkin nanti saja, agar tak terkejut saat kita benar-benar berpisah."
"Aku tahu kau berat menerimanya."
"Jika kau tahu, mengapa kau lakukan dengan penuh keyakinan?"
---
Bersama rencanamu malam itu, aku bersandar di dasar lamunanku. Haruskah kita melakukan ini? Mengapa kau lakukan itu? Apakah kau siap dengan ini? Bisakah kau menggantikan semua memori yang akan kau tinggalkan? Sanggupkah kau menjalani hidup dengan yang lain? Ataukah kau lebih bahagia? Berjuta praduga tertulis rapi di kanvas, menandakan tingkat kesanggupanku yang mulai surut hingga menemukan ketidakpercayaan diriku, kumohon jangan sampai melukai pikiran, tak mengapa kau cabik hatiku yang lembut mencintai, asal jangan kau remukruntuhkan jiwa dan akalku.
Tangan ini segera menyepi, kesunyian menamparku hingga terpental dari tempat tidurku, genderang alam mulai berbunyi nyaring, menampilkan kejutan yang sangat mencekam untukku. Aku sanggup, tetapi aku memikirkan jalanmu. Iya, tentangmu yang tak bisa kulepas dari ingatan, tentangmu yang tak sanggup dibayar dengan berkali-kali lipat kenangan yang baru, tentang dirimu yang sungguh-sungguh mencintai dengan serius, hingga meyakinkanku untuk membawamu ke dalam kehidupanku yang sangat lama di kemudian hari.
Malam itu, aku segera memulihkan segalanya. Dari mulai tulisan, hingga perasaan yang kalut berwarna pekat nan kelam. Aku mulai merasa inilah saatnya aku telah usai, kuikhlaskan batinku untuk menerima jawaban di esok hari. Yakinlah, aku sangat kecewa dan berat hati.
°°°
"Utarakan saja apa yang kau ingin, aku tak akan memaksa untuk memilih apa yang kau ucap."
"Hanya satu."
"Apa?"
"Aku ingin menetap, dan kau selalu siap dengan apa yang terpilih dengan mantap."
"Apa yang kau ingin?"
"Aku hanya ingin menetap denganmu."
"Hanya itu?"
"Lalu, mau bagaimana?"
"Terdengar sulit, tetapi aku coba."
"Baiklah, aku tunggu."
°°°
Matikan telepon. Tunggu di pagi hari, semoga ucapannya tak menyayat hati, dan selalu meneduhkanku seperti waktu itu. Adakala kita saling menunggu, adapula kita yang saling menerpa rindu. Namun, jika keduanya menjawab pesakitan, bukan tak mungkin salah satunya akan menderita bahkan semuanya. Perlu pikiran jernih yang menggugurkan segala negatif yang terus hadir di pesan singkat maupun via telepon. Jangan sampai jawaban yang kita lontarkan hanya menjadi luka, maaf aku tak ingin itu. Kita telah berlama-lama hanyut dalam kesendirian yang menyiksa, hingga dipertemukan dengan tak sengaja, apakah kau rela memberikan kesan duka yang terdalam untuk kisah kita?
Kala itu, kau kembali. Mengutarakan jawaban yang tertulis di kertas kosong. Kau berikan padaku dengan senyuman, dengan penuh percaya diri aku membacanya dengan pelan. Pada hari itu juga, aku merasakan desiran hangat di tubuhku, tentang segala yang aku impikan dan didambakan. Sebuah jawaban yang tak kalah menarik dari sebuah senja sore, pantai putih bercahaya, dan keindahan apapun akan kalah dengan ini. Kututup rapat, dan aku simpan. Akan aku menang dan ingat selalu, bahwa jawabanmu adalah yang paling istimewa.
Kupejamkan mataku, untuk bersiap melayang di lamunan, bahwa kau yang teristimewa, indahnya memutih bersamamu kelak. Kubayangkan engkau di sisi, menikmati alunan nada alam yang semakin mencekam, dan kau memeluk diri ini hingga tenggelam. Mereka yang di luar pikiran kita, hanya etalase yang mengindahkan jiwa kita yang saling menyatu. Mereka yang menjadi bohlam dan lilin adalah cahaya terang untuk kita membuat sebuah jawaban. Ya, jawaban atas pilihan hati kita; saling mencintai bukan pilihan, tetapi satu tugas kita bagi kehidupan yang indah.
Hari ini, kita tak terpisah. Dan hari ini, aku milikmu hingga aku tak butuh jiwa raga untuk saling mendekap, mata dan telinga untuk mendengar indah suaramu dan memandang paras cantikmu, dan hanya nyawa kita yang saling merasa bahwa cinta adalah keindahan yang abadi.
---Semarang, 24 Januari
Salam dariku, aku mempertimbangkan segala keraguanku hari ini. Aku adalah orang yang sangat plin-plan dengan keputusan, dan kau datang untuk meyakinkan diriku untuk terus menerus berpikir untuk kebahagiaanku.
Pertimbangan ini sangat berat bagi kita, sekilas kita melirik ke belakang akan pertemuan kita, perjalanan kita dan sampai ujung ini, kita terus saja sama-sama merasakan hebatnya cinta. Semua yang aku genggam, semua yang aku rasa, ternyata tidak meruntuhkan jiwaku untuk sedikit pun menjauh dari dirimu. Justru, aku ingin selalu bersamamu.
Di atas kertas ini, jawabannya adalah; aku ingin abadi, bersamamu.
Salam.
---
"Terbitkan indahmu dalam dekapku, janganlah mengintai di balik senyummu untuk tinggalkan, biarkan aku menetap dan bersukaduka di sampingmu. Maukah engkau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BENTANG DAN GURATAN
De TodoSebuah kisah-kisah dan wejangan yang tertulis dengan spontan, berisi tentang pengalaman, ajaran kehidupan dan kisah romansa yang disisipi dengan nilai kehidupan yang fantastis. Terutama pada seorang tokoh yang bernama Wiroto, dalam mengejar cinta la...