Obsession 27

3.3K 361 61
                                    

Jangan lupa Vote yaa.

Selamat membaca.❤




"HAHAHAHAHAHA"

Mew menatap Gulf yang berada di atasnya dengan tatapan bingung. Pria itu mendadak tertawa kemudian merebahkan tubuhnya di atas Mew dengan nafas tersenggal karena tawa. Sementara Mew tetap diam, menantikan apa yang akan dilakukan Gulf selanjutnya. Setelah tawanya reda, pria itu segera beranjak dari tubuh Mew dan meraih kunci yang tergeletak di lantai. Kemudian membuka borgol yang mengurung Pria itu.

Ia menyeka air mata di sudut matanya karena terlalu lama tertawa. Kemudian menatap Mew yang masih tertegun.

"Kau tahu? Aku tidak segila itu. Kau bisa pergi dan aku sungguh-sungguh."

Pria itu duduk bersila di tepi tempat tidur. Mew pun beranjak dan duduk sambil bersandar di headboard tempat tidur. Gulf menatap pria itu. Ada rasa nyaman dalam dadanya, setidaknya ia tahu bahwa Mew masih peduli padanya dan itu sudah cukup untuknya. Ia memang menginginkan pria itu tapi ia tidak akan bersikap egois. Anehnya, ia percaya Mew akan tetap bersamanya.

Mew menghela nafas, jujur saja ia sempat merasa takut. Untuk sepersekian detik ia merasa sedang di tipu oleh seorang pria yang berpura-pura sakit tapi ketika ia menatap wajah Gulf lagi, wajah pria itu semakin memucat. Ia juga terlihat semakin lemah dan tampaknya tidak sanggup untuk tetap duduk tapi Gulf hanya mencoba untuk terlihat baik-baik saja meski ia bisa merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Menyadari hal itu, Mew langsung bergerak untuk turun dari tempat tidur dan membimbing Gulf agar kembali berbaring di tempat tidur kemudian memasangkan selang infus. Pria itu sama sekali tidak menolak atau bicara apapun, ia hanya menatap wajah Mew yang begitu dekat dengannya. Kemudian ketika Mew hendak memasang alat bantu pernafasan, ia langsung memegangi pergelangan tangan pria itu untuk mencegahnya.

"Cukup, aku baik-baik saja."

"Kau terlihat lemah."

"Aku tidak ingin terlihat sangat menyedihkan di depan mu."

Mew menatap sepasang bola mata pria itu untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia menghela nafas dan menyerah. Ia membenarkan posisi tubuhnya untuk berbarik di atas tempat tidur dan membantu agar Gulf dapat menjadikan lengannya sebagai bantal kemudian memeluk pria manis itu. Gulf tidak dapat mengatakan apa-apa. Ia terkejut. Rasanya seperti ada kejutan jutaan kembang api meledak di dalam kepalanya.

"Istirahatlah."

"Kau tidak pergi?" tanya Gulf pelan.

"Tidak."

"Kau akan tetap disini?" tanya pria itu lagi.

"Iya."

"Sampai kapan? Apa sampai aku kembali sehat?" tanya Gulf beruntun.

"Tidak. Sampai kau tidak membutuhkan ku lagi."

"Lalu, bagaimana kalau aku akan selalu membutuhkan mu?" tanya pria itu lagi.

"Maka aku akan berada disisimu, selamanya."

Gulf tersenyum tipis kemudian membalas pelukkan itu dan memejamkan matanya. Sementara Mew menatap langit-langit kamar itu dan wajah Title langsung muncul di dalam benaknya. Mungkin memang ia harus melepaskan salah satunya karena tidak mungkin baginya untuk tetap mempertahankan Title dan Gulf hanya karena untuk menjaga perasaan mereka. Ia tidak bisa seperti itu lagi. Ia harus melepaskan salah satunya dan ia akan memilih untuk melepaskan Title.

"Hei Mew?"

"Uhm?"

"Aku rasanya tidak bisa tidur?"

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang