Nara berjalan dengan semangat menelusuri koridor sekolah. Sepanjang jalan orang-orang menatap Nara beragam, ada yang ikut tersenyum dan tidak sedikit pula menatap Nara dengan sorot mata penuh kebencian. Bagaimana tidak, dia pacar seorang most wanted sekolahnya, pastilah anak-anak SMA Garuda yang menyukai Axel akan membenci Nara walau secara tidak langsung.
"Ngapain lo senyum senyum ga jelas?", Tanya Amara saat Nara sudah sampai dikelas.
"Tadi ayah yang nganterin gua kesekolah, walau ayah kek ga minat gitu nganterin gua tapi dia tetep nganterin gua kesekolah!" Nara bercerita dengan semangat,dan jangan lupakan senyum merekah Nara yang ia perlihatkan pada Amara.
Amara yang mendengar itu hanya tersenyum tidak membalas."Kasian Nara, segitu bahagia nya dia di anterin bokap nya kesekolah, padahal bagi gue biasa aja sepertinya itu bukan hal yang patut dibanggakan" bagaimana tidak Amara dan ayahnya begitu dekat, bahkan Amara biasa saja curhat tentang masalah percintaan pada ayahnya. Sedangkan Nara, boro-boro berbicara layaknya ayah dan anak kebanyakan, diantar sekolah saja sudah luar biasa.
Amara salut, Nara tidak pernah mau berbagi kesedihannya pada orang lain. Dia berusaha terlihat baik-baik saja didepan semua orang, Nara bahkan lebih mementingkan kebahagiaan orang lain dari pada dirinya. Bukan nya Amara tidak sadar selama ini hubungan Nara dengan kedua orang tuanya tidak begitu baik, tapi Nara seolah tutup mulut, dia tidak pernah menceritakan apa yang terjadi padanya jika itu menyangkut kesedihannya, ia selalu menceritakan kebahagiaan yang membuat orang didekatnya ikut bahagia.
Kadang orang yang selalu tertawa lepas, seperti tidak ada beban adalah orang yang berusaha keras nyembunyiin kesedihan-nya.
Nara belajar dengan semangat, entah karna sekarang pelajaran yang disukainya atau faktor tadi di antar ayahnya kesekolah, entahlah.
Jam istirahat berbunyi Nara dan Amara dengan semangat menuju kantin, setibanya di kantin Nara ternyata satu meja dengan Arsen, karna meja sudah penuh mau tak mau Nara terpaksa duduk bersama geng Arsen.
"Boleh duduk disini kak?", Tanya Amara pada teman-teman Arsen.
"Udah duduk aja, emang ni kursi sama meja bonyok mereka yang punya." sahut Nara
"Heh ga ada sopan santun nya ya lo sama kakak kelas" Dimas berucap, diantara kelima teman Arsen hanya Dimas lah yang banyak bicara dan menyebalkan.
"Ada yang ngomong nih tapi ga keliatan wujudnya alias makhluk halus." Nara berbicara dengan mimik wajah ketakutan. Teman teman Arsen tertawa sedangkan Dimas sudah megerutu tidak jelas, dan jangan lupa seperti nya Nara dan dimas sudah mengibarkan bendera permusuhan sejak 8 menit yang lalu.
Mereka makan ditemani Nara dan Dimas yang adu bacot dan tidak memedulikan orang-orang di kantin. Tanpa Nara sadari sedari tadi ada Axel dimeja paling ujung menatap Nara dengan pandangan tidak bersahabat.
Selesai makan tiba-tiba ada yang menarik tangan Nara saat Nara akan membayar ke kasir. Nara sontak menoleh dan terkejut saat Axel yang menarik tangannya dengan sedikit kasar. "Ikut gue" Axel berucap dengan nada seperti tidak mau ditolak. Nara mengangguk dan menyuruh Amara duluan ke kelas dan memberikan uang agar Amara sekalian membayar makanannya.
Axel menarik Nara keluar kantin, semua orang di kantin menatap Nara dan Axel penasaran karna Axel menarik Nara dengan wajah seperti menahan amarahnya.
Axel membawa Nara keatas gedung paling tinggi disekolah nya, Axel membuka pintu Rooftop dan mendorong Nara masuk kedalam. Nara terkejut mendapati ruangan didalamnya sangat bersih bahkan ada TV dan sofa.
"Kita ngapain disini? Tanya Nara.
"Lo lupa udah punya cowok?"
"Enggak tu, kenapa emang?" Tanya Nara balik sambil berkacak pingang.
"Ngak lupa tapi ketawa ketiwi sama cowok cowok gitu?!"
"Idih lebay banget lo, lagian dimas kan temen lo juga, gue gasuka ya lo posesif gini" protes Nara dengan raut wajah kesal, Axel hanya diam dan tiba-tiba kepala Axel rasanya ingin pecah saat kepingan-kepingan masa lalu Axel yang memaksanya mengingat kembali.
"Gue gasuka ya lo posesif gini!"
"Idih lebay banget lo"
"Axel tungguin gue!"
Kepingan-kepingan masa lalu Axel memaksa meruak seketika, seolah jika Axel melupakannya berarti Axel siap dihantam sejuta rasa bersalah yang Axel sendiri tidak tau apa.
"Gue kenapa?"
"Sebenarnya Nara ini siapa? "
Tanpa menjawab, Axel pergi meninggalkan Nara sendirian di rooftop, Nara heran kenapa sifat Axel sekarang berubah-rubah. Apa yang salah dengannya?