11. Maaf

236 33 362
                                    

Foto pas mau lamaran:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Foto pas mau lamaran:)

Lokal sekaleee mass jd makin cingta:")
















Maaf slow up:)
Aku bru pts niee:)(

ㅍ=ㅍ=ㅍ=ㅍ=ㅍ
Mas Salman
ㅍ=ㅍ=ㅍ=ㅍ=ㅍ













Saat motor matic-nya sudah berhenti di halaman rumah, dia turun dan masuk ke dalam rumah. Lalu dia melepaskan helmnya dan menaruhnya di tempat sebelum dia memakai helm itu.

Dia tadi pergi ke rumah adiknya. Dan memarahi adiknya habis-habisan. Bahkan sampai menampar adiknya. Maka dari itu dia ingin langsung pergi ke kamarnya saja. Ingin mendinginkan kepala dan hatinya yang terasa panas. Sampai detak jantungnya saja berdetak lebih kencang karena kesal.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam," suara lembut bunda membalas salam dari putra tertuanya. Bunda yang sedang duduk di sofa melengokkan kepalanya ke ruang tamu. Dan seketika muncul Iwan dengan wajah yang masam.

"Mas Iwan dari mana le? " tanya bunda. Iwan yang tengah meletakkan helmnya di atas lemari pun menjawab, "Dari rumah temen bun."

Bunda mengangguk paham, lalu melihat putranya yang meletakkan kunci di dekat meja televisi. Lalu melengos ke kamarnya. Bunda sebenarnya agak bingung mengapa wajah putranya itu nampak tak bersahabat.

"Mas Iwan kenapa? Kok njegadul gitu?"  (*njegadul = wajah jutek)

Iwan berhenti tepat di depan pintu kamar. Dia menghela nafasnya samar, lalu dia membuka pintu kamarnya sembari menjawab, "Gapapa bun. Mas Iwan cuman capek," dan akhirnya masuk ke dalam kamar dan menutupnya dengan agak membanting.

Bunda tahu, pasti ada sesuatu yang terhadi pada Iwan. Sebenarnya bunda ingin bertanya langsung pada putranya itu. Tapi bunda tahu betul, bagaimana Iwan jika sedang marah atau kesal. Dia tidak bisa diganggu.

Di kamar, Iwan langsung rebahan di atas ranjangnya. Menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan yang menerawang. Semua ucapan Chacha yang kasar terhadap suaminya terngiang-ngiang dan bersahutan di telinganya.

Iwan mengusap wajahnya dengan gusar. Lalu menghela nafas. Tangan kanannya melayang di udara. Dia memperhatikan tangan yang tadi dia gunakan untuk menampar pipi adiknya.

Seketika, memori kecilnya bersama Chacha terulang kembali. Memutar di pikirannya seperti film jadul.





Mas Salman •Park Serim•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang