32 - Doubt & Burden

1.3K 243 38
                                    

Kadang kita lupa bahwa bahagia tidak harus hanya saat kita berhasil meraih sesuatu, tidak harus selalu saat ada yang memberikan kita hadiah ataupun penghargaan, tidak harus selalu tentang kita.

Bahagia juga bisa semudah melihat orang lain tertawa, bahkan orang asing sekalipun. Bukankah menyenangkan saat melihat mereka tersenyum? Karena pencapaian mereka, karena usaha mereka, apalagi jika karena kita.

Semua tawa, tidak peduli milik siapa, selama itu murni, maka itu adalah wujud bahagia yang hakiki. Wujud bahagia yang berhak dimiliki semua orang, tanpa pengecualian, tanpa harus memberi imbalan.

Sama seperti bahagia yang sedang Sehun rasakan. Bahagia melihat mata Seulgi yang memicing karena senyuman. Seulgi menepuk-nepuk lengan Sehun, pelan.

"Lihat mereka!" Ujarnya penuh semangat sambil menunjuk ke arah Suho dan Irene yang sedang berbincang di ujung ruangan.

"Aku yakin Irene eonnie tidak sengaja membenturkan kepalanya. Kalau tidak, mana mungkin hal seperti ini bisa terjadi." Bisik Joy.

"Tidak peduli apapun itu, yang jelas aku senang melihat Suho oppa dan Irene eonnie yang akrab seperti itu." Balas Wendy.

Sehun ikut memperhatikan Suho dan Irene yang sesekali terkekeh di tengah obrolan mereka. Harusnya momen seperti ini diabadikan dan dipajang di museum nasional. Momen dimana Irene mau berbincang dengan Suho selama lebih dari lima menit.

"Apa kau tahu kenapa mereka tiba-tiba menjadi sedekat itu?" Tanya Sehun pada Seulgi.

Seulgi menggeleng, dia lalu menoleh kepada Wendy. "Kau benar-benar tidak mau memberi tahu alasan kenapa Irene eonnie memberikan hadiah untuk Suho oppa?" Tanyanya.

Wendy menujuk dengan dagunya. "Karena Suho oppa sedang sakit."

Seulgi melihat sekilas ke arah Suho yang sedang berbaring di atas kasur rumah sakit lengkap dengan selang infus yang terpasang ditangannya.

"Irene eonnie yang kita kenal seharusnya tidak seperti ini walau Suho oppa koma sekalipun." Celetuk Yeri sambil menyilangkan tangannya. Joy mengangguk setuju dengan ucapan Yeri.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Tanya Joy, mengguncang pelan pundak Wendy.

"Yak, kalau aku tahu kau pikir aku akan diam dan tidak memberitahu kalian? Padahal aku tidak mahir menyimpan rahasia?" Jawab Wendy.

"Kenapa tidak tanyakan saja pada orangnya?" Tanya Sehun.

"Tentu sudah." Jawab Seulgi.

"Lalu."

"Irene eonnie tidak memberi jawaban, dia justru meminta kami untuk diam dan fokus membantunya."

"Membantunya membuat teh sitrun itu?" Sehun menunjuk sebuah jar kaca ukuran sedang yang ditaruh di atas nakas.

Seulgi, Wendy, Joy, dan Yeri mengangguk serentak menanggapi Sehun.

Tidak lama terdengar ketukan dari pintu kamar rumah sakit, disusul dengan masuknya Chanyeol dan Xiumin dengan sekantung plastik berisi berbagai macam minuman.

"Gomawo." Ujar Irene saat Chanyeol memberinya sebotol jus jeruk.

"Lihat hyung-mu itu, apa wajahnya tidak pegal tersenyum selebar itu." Ucap Xiumin pada Sehun.

Sehun terkekeh. "Aku bahkan berpikir kalau Suho hyung tidak perlu dirawat lagi. Begitu Irene noona datang, wajahnya berubah dari pucat menjadi bersinar seperti itu."

"Apanya yang bersinar, menurutku senyumnya menyeramkan." Elak Chanyeol, mendatangkan tawa.

"Tapi paling tidak dirinya terlihat lebih sehat dari sebelumnya." Ucap Xiumin.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang