PAGI ini, situasi di ruang tengah rumah kontrakkan mereka tidak terlalu hangat. Ben tengah menikmati kopi di sofa depan TV. Bima belajar di meja makan. Sedangkan Citra memasak di dapur.
Mereka melakukan rutinitas, tapi diam-diam mereka memperhatikan Tara dan Sebastian. Ada listrik bertegangan tinggi di antara mereka. Citra sampai segan menyalakan blender untuk membuat smoothie. Ia takut lamunan Tara yang sedang duduk di meja makan bersama Bima pecah. Lamunan Tara pastilah pahit. Nampak dari raut muka cewek itu.
Bastian baru saja keluar dari kamar. Pria itu berpakaian training. Nampaknya akan jogging pagi.
"Tar, mau gue bantu ganti perban nggak?" tanya Citra sambil melirik kaki Tara.
Tara keluar dari lamunannya. Ia menggeleng. "Biar gue ganti sendiri aja, Mba."
Sebastian mengambil air minum di dispenser. Saat pandangannya berbentur dengan Tara, cewek itu langsung membuang muka. Tara kelihatan dingin.
Akan lebih bagus kalau Tara menyalak, menyalahkannya. Begitu yang Bastian pikirkan. Akan lebih baik lagi kalau wanita itu mengancam membunuhnya, seperti yang Tara pernah kecamkan padanya. Namun pagi ini Tara bukan Tara. Begitu turun dari tangga, wanita itu tidak menyapa riang semua orang. Tara langsung duduk minum di meja makan. Diam. Melamun. Dengan lilitan perban putih di betis kaki kirinya. Wanita itu nampak lemah dan tak berdaya.
Bastian sangat berharap Tara mencak-mencak dan ngedumel. Agar Sebastian bisa cepat-cepat meminta maaf atas beberapa kesalahannya tadi malam. Supaya rasa bersalah yang Bastian pupuk dari insiden semalam bisa tergusur. Menghilang meringankan bebannya.
Kalau Tara mendiamkannya begini Bastian semakin enggan bahkan untuk mengungkit kejadian itu, apalagi untuk mengucapkan kata "maaf".
Sebastian ingat sekali semalam, begitu mobil Jeep itu memonyokkan pintu mobil Tara, wanita itu segera keluar dari mobil, hujan-hujanan. Tara bengong menatap puing-puing kaca jendela mobilnya yang berserakkan di tanah.
Bastian menyusul. Ia keluar memutari mobil tanpa peduli hujan mengguyupi bajunya. Awalnya Bastian hanya menyorot pintu mobil, tapi perhatiannya langsung tersorot nanar pada beret-beret dan pada goresan panjang nan dalam di kaki Tara hingga membentuk garis merah tebal. Air hujan hanya menambah efek dramatis, membuat darah dari luka di betis Tara menetes ke tanah.
"Tara, jangan berdiri di sana!" bentak Bastian. Ia menarik cewek itu hati-hati agar Tara tak terkena pecahan beling. Tara sendiri masih terpana menatap pintu mobilnya. Engsel pintu itu rusak, nyaris terlepas dari tubuh mobil. Kerangkanya hancur. Catnya terkelupas. Mengenaskan.
"Kaki lo luka," Bastian mengingatkan. Pandangan Tara turun. Wanita itu membelalak. Sepertinya Tara tidak sadar kecelakaan itu membuat kakinya terluka.
Dengan sigap Bastian memeriksa persediaan tisu di dalam mobil. Namun karena tisu itu hanya tinggal beberapa lembar dan habis dipakai membasuh luka Tara, Bastian tidak bisa memikirkan kain lainnya selain jaketnya sendiri. Akhirnya ia melepas jaket yang daritadi ia pakai, berjongkok, dan menggunakan jaket bagian dalamnya untuk menutup luka Tara, setidaknya untuk sementara.
Penabrak mobil Tara, seorang pengendara mobil Jeep, sudah lebih dulu melarikan diri. Pengemudinya kemungkinan besar sedang mabuk atau sakau. Hanya segelintir orang yang menyaksikan kecelakaan malam itu karena saat itu sudah pukul setengah dua belas malam dan lokasi kejadian bukan di jalan raya yang umumnya dilewati kendaraan.
Kemarin malam akhirnya mereka meninggalkan mobil Tara di depan toko kelontong. Bastian membawa Tara ke rumah sakit. Mereka baru pulang pukul satu malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/228574292-288-k650595.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Thief!
ChickLitTELAH HILANG SATU UNIT KAMERA DSLR Berawal dari hilangnya spaghetti bolognese dikulkas hingga kamera DSLR di sebuah rumah kontrakkan, seluruh penghuninya pun berkumpul mengadakan rapat darurat. Mereka saling menuduh satu sama lain sebagai suspect al...