"ADA pencuri kamera dan orangnya di antara kita?" Ben tertawa kalem, meledek deduksi Sebastian.
"Mas Bas, lo ngaco deh! Di sini nggak ada pencuri, Mas," Bima membela.
"Iya, nggak mungkin!" Tara ikut-ikutan. Ia menatap Sebastian garang.
Ketiga orang itu tidak setuju. Mereka tersinggung mendengar kesimpulan Bastian; ada pencuri hidup serumah dengan mereka.
"Tenang, tenang dulu..." Sebastian mengangkat kedua tangan rendah, berusaha memadamkan pandangan ganas para roomers-nya. "Gue di sini cuma mau bantu nyelesaiin masalah," dalihnya.
Tara mendengus. "Kalau lo mau bantu nyelesaiin masalah, cariin aja kamera Mba Citra, atau sekalian beliin kamera baru buat dia. Nggak usah main tuduh," sahutnya tanpa berpikir dua kali. Ben menatap kagum keberanian tolol Tara, Bima menertawakannya, sedangkan Citra melotot dengan wajah demi-apa-dia-beliin-gue-kamera-?
Sebastian mengernyit memandangi Tara. Cewek itu duduk di seberangnya. Bastian menegakkan badan dari sandaran dan memicingkan mata, "Nama lo siapa, sih?"
Tara terbelalak, percampuran rasa heran dan tersinggung karena rupanya cowok ini, setelah tinggal enam bulan di sini, belum tahu namanya. Mereka memang tidak setiap hari bertemu, tapi bukannya mereka sering berpapasan di rumah ini ya? Setidaknya Bastian bisa mengingat kelima nama penghuni di sini. Ya ampun... Di mana bukti kalau cowok ini zoon politicon seperti manusia pada umumnya?
"Loh, lo belum kenal, Bas?" Ben mendelik Bastian dan Tara bergantian. Ia memperkenalkan, "Ini Tara, tinggal di kamar lima di atas, sebelahnya kamar Citra."
"Iya, Mas," Bima ikut mengerutkan kening. "Bukannya gue udah pernah kenalin semua orang di sini ke elo ya, Mas Bas? Lo lupa kali."
Sebastian hanya mengedikkan pundak asal, lalu acuh tak acuh mengangkat gelas teh dan meneguknya. Tara harap lidah cowok itu tersilet di seduhan panas teh.
Sesungguhnya Tara tahu sejak malam pertama Sebastian tinggal di sini, cowok itu tak suka padanya. Mungkin berawal dari percakapan itu, percakapan antara Bima dan Bastian yang kemudian dilaporkan ke Tara :
"Gue kayaknya nggak bakal betah tinggal di sini, Bim," Ini kata Sebastian saat awal-awal pindah dan baru semalam meniduri kamar barunya. Obrolan itu mengambil tempat di dapur, saat Bima menjelaskan pada Bastian tentang aturan-aturan dasar di rumah ini.
"Kok, gitu, Mas?" tanya Bima waktu itu.
"Gue digangguin tadi malam," Bastian menjawab.
"Digangguin?" Bima mengerutkan kening. "Sama siapa?"
"Hantu."
"Hah?" Terkejutlah si Bima. "Di sini nggak pernah ada kejadian, Mas."
Bastian mengernyit, "Oh ya? Berarti gue aja yang diganggu?"
Bima tambah penasaran, "Emang lo lihat penampakkannya?" tanyanya.
"Nggak, gue nggak lihat," Bastian saat itu sedang minum air, "Tapi gue dengar ada suara orang nangis jam dua-tiga pagi."
Bima tertawa. "Itu, sih, bukan hantu, Mas," katanya.
"Terus apa?"
"Itu Mba Tara lagi nangis," Bima membenarkan.
"Taro? Siapa tuh?" Bastian meletakkan gelas, serius.
"Tara, Mas," koreksi Bima. "Cewek kamar lima lantai dua, kamarnya persis di atas kamar lo."
Bastian meringis, "Ngapain dia nangis jam segitu?" tanyanya.
"Neneknya baru aja meninggal. Biasa, cucu kesayangan, dimanja...." siul Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thief!
Literatura FemininaTELAH HILANG SATU UNIT KAMERA DSLR Berawal dari hilangnya spaghetti bolognese dikulkas hingga kamera DSLR di sebuah rumah kontrakkan, seluruh penghuninya pun berkumpul mengadakan rapat darurat. Mereka saling menuduh satu sama lain sebagai suspect al...