{Chapter 30} Season 1 End [2/2]

592 65 10
                                    

Athanasia dan Herina mengendap-endap ketika memasuki gerbang utama Istana Emerald. "Aku pikir tidak terjadi apapun, ketika kita pergi." Herina mengangguk kecil, menyetujui perkataan sang Adik.

"Tuan putri ...!"

Keduanya terbelalak kaget, kemudian saling menoleh kebelakang ketika Lily berteriak menghampiri keduanya. "Ah ... Lily, kenapa kau membuat kami terkejut?" Yang merasa bersalah seketika membungkukkan badan.

"M-maaf, Tuan putri ... tapi Tuan putri Athanasia sudah diundang untuk pergi menghadiri pesta teh bersama Yang mulia."

Herina mengernyitkan dahi, menatap Athanasia sekilas, setelahnya kembali melirik kearah Lily. "Hanya ... Athanasia?" Dengan ragu, Lily kembali menjawab Tuannya dengan satu anggukkan.

Athanasia memandang heran kearah Herina, seolah tengah telepati, seperti tidak ada yang beres. "Baiklah ... aku akan datang sebentar lagi, berikan aku lima menit untuk bersiap." Lily mengangguk, setelahnya memutuskan untuk pergi dari hadapan keduanya.

"Aku yakin, ada sesuatu yang dia sembunyikan."

Lagi-lagi, Athanasia hanya mampu untuk mengangguk. "Rasanya aku ingin sekali kau yang menggantikanku. Aku tidak ingin bersitatap pandang lebih lama dengan orang yang membunuh Papa—"

"Tidak apa-apa, Athy ... aku akan ke dapur untuk memastikan teh mu tidak diracuni olehnya. Setidaknya kita perlu bertahan untuk Obelia dan Papa!" Mau tidak mau, Athanasia kembali mengangguk.

Benar ... Setidaknya lakukan ini untuk Obelia. Jika keduanya memutuskan untuk pergi, tidak mungkin juga. Rasanya masih ada hal yang harus Athanasia usaikan di Obelia.

"Baiklah, aku akan bersiap." Herina mengangguk, menatap punggung sang Adik yang sudah menjauh dari pandangannya. Dengan cepat, gadis itu sedikit berlari kearah dapur Istana Emerald.

Anastasius sudah dipastikan mengadakan pesta teh di Taman Istana Emerald. Maka dari itu, pembuatan teh memang tidak jauh dari Istana yang dia tempuhi.

•••

Aku tersenyum canggung, menatap pria yang kini sudah berhasil merebut tahta Papa karena kedengkiannya sendiri. Bukankah ... Dia memang Ayah kandung Zenith? Kupikir begitu, tapi kenapa Zenith tidak menginginkan ini?

Padahal ... Bukankah memiliki keluarga adalah keinginannya sedari dulu. Sangat lucu, ketika tiba-tiba saja Zenith merutuki kesalahannya karena bersekongkol dengan manusia ini untuk mencelakai Papa.

Terkadang aku ingin tahu, apa isi pikiran manusia-manusia yang berwatak jahat. Apakah dengan mereka bersikap seperti itu, kebahagiaannya semakin bertambah?

"Athanasia ... nama kita cukup dibilang sama, bukan?" Mendengarnya, aku hanya mampu untuk tersenyum kecil. Meski didalam hatiku, merutuki sikapnya ini.

Benar juga, kenapa namaku Athanasia? Kenapa tidak Arabella, atau Heriza jika memang akan menyamakan dengan nama Herina. "Bagaimana keadaanmu?" Aku mengernyitkan dahi, kemudian kembali tersenyum untuk membalasnya.

"Tentu, aku merasa baik-baik saja, Yang mulia." Mendengar jawabanku, nampaknya dia sedikit lebih tersenyum sebelah sudut. Merencanakan sesuatu, heh?

"Panggil aku sesukamu saja, Athanasia ... anggap aku sebagai Ayahmu. Meski Adikku sama sekali tidak melakukan hal sama kepada Putriku," perintahnya yang hanya aku jawab dengan senyuman simpul.

Jadi, dia ingin membalaskan dendam kepada Papa, ketika Papa tidak menganggap Zenith sebagai putrinya sama sekali? Lalu di mana dirimu ketika Zenith memang tengah membutuhkan keluarga?

Jika begitu ... Bisakah aku memanggilmu kunyuk? Ya, itu lebih cocok denganmu. "Baik, Yang mulia. Tapi, Papa tidak melakukan hal yang sama kepada Zenith, maka dari itu, tidak sepantasnya aku menganggap anda demikian."

Look at me! || WMMAP FANFICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang