S2: {Chapter 38}

461 50 2
                                    

A/n: Nungguin update enggak?
Enggak?

Yaudah ... Besok aku updaternya selingan aja, ehehehehe.

.
.
.

Zenith ... Bagaimana jika aku kategorikan bahwa anak itu sangat bodoh?

Iya, sepertinya itu sangat cocok untuknya. Dia memang pernah sesekali menjadi tokoh antagonis, namun dia juga kini kembali menjadi Zenith yang sangat-sangat polos.

Aku tahu alasan Papa kenapa mengundangnya, ini sangat jelas sekali di manhwa, sihir hitam yang membuat Papa nyaman untuk berada di sisinya.

Iya ... Aku adalah gadis dari 'dimensi lain' juga. Seorang pembaca dari manhwa yang bertajuk "Who made me a princess" yang nantinya akan mengubah hidup Athanasia.

Aku tidak tahu bagaimana jadinya, bahkan kini aku menjadi Herina saudari kembarnya. Bisa aku pastikan ini memang keberuntunganku, aku memang sangat mengidolakan Athanasia dan Papa Claude.

Ya tapi 'kan kalau si Zenith itu menghancurkannya, aku jadi kesal. Pada saat-saat ini aku juga merindukan duniaku yang asli.

Saat aku tertidur selepas membaca manhwa, tiba-tiba saja aku terbangun menjadi Herina. Konyol, padahal aku sudah beberapa tahun berada di dunia ini.

Athanasia dan aku sama-sama gadis dari dimensi lain, apakah itu tidak akan menjadi masalah, jika Claude tahu bahwa kami seorang penipu?

Selama ini aku memang diam menyambunyikan identitasku, tapi ... Kali ini aku akan berusaha mengubah alur, kembali menyatukan Athanasia dengan Claude tanpa adanya gangguan si Chimera dan sihir hitam.

Selepas aku membuat keduanya kembali dekat, bukankah aku bisa kembali ketempat asalku?

Benar ... Di sini aku yang tahu bagaimana seterusnya hidup ini berjalan, meski manhwa itu masih belum tamat, tapi setidaknya aku bisa membuat Athanasia bertahan hidup hingga season 2 ini berakhir.

Baiklah, Athanasia bersabarlah! Nanti kau akan mendapatkan kembali Claude kedekapanmu.

•••

Suasana yang hening, canggung, dan seperti tidak hidup. Gadis bersurai coklat itu terlihat gugup, menunduk meski rasa bahagia yang tidak bisa disembunyikan.

Entah apa yang harus dikatakan untuk memulai dialog, Zenith juga tengah berperang dengan pikirannya sendiri. "Bagaimana ... kabarmu?"

Matanya membelalak, kemudian gadis itu mendongak hingga manik birunya bersitatap dengan Claude. Ah ... Bodoh, kenapa bisa-bisanya aku melupakan cincin dari Paman?

Claude sedikit merasa canggung, meski ekspresi itu sama sekali tidak ditunjukkan oleh dirinya. Benar kata Felix kemarin malam, gadis ini memang memiliki manik mata seperti dirinya.

Sebenarnya ... Siapa kau itu?

"A-aku baik-baik saja, Yang mulia ...," cicitnya kecil. Zenith kembali menunduk, memainkan jari tangan kanan dan kirinya secara bergantian. Suasana canggung ini memang sedikit abnormal, ingin sekali rasanya seperti dahulu.

Seolah-olah rasa canggung yang tergantikan oleh kebahagiaan, berkumpul bersama meski hanya berdua dia dan Claude. "Siapa kau?"

"Eh?"

Claude memang bukan orang yang pintar berbasa-basi. Apa yang menjadi tujuannya, itu akan langsung dikatakan tanpa mengulur waktu, meski terkadang membuat suasana semakin sangat canggung.

"Maksud dari perkataan Yang mulia ...?"

Pria itu menggelengkan kepala, kemudian kembali menopang dirinya dengan tangan kanan. Aku ingin kembali pulang rasanya ....

•••

"Lily ... apa ada tugas yang perlu aku lakukan?"

Aku menatapnya dari pantulan cermin, selepas dia menggelengkan kepala, lagi-lagi aku hanya mampu menghela napas kasar. Ini sangat buruk, aku akan lebih senang apabila memiliki tugas lain.

Apa yang harus aku lakukan? Kemana aku harus pergi? Mungkin jika ada Lucas, kami akan pergi ke Kota.

Ah ... Itu membuatku semakin rindu dengan kehadirannya. "Tapi, Tuan putri ... sepertinya ada beberapa undangan yang menyertakan nama Anda untuk datang."

Aku menoleh, menatap kearah Lily yang kini sudah kembali ke ruanganku dengan membawa beberapa lembar surat. "Benarkah? Bawa ke sini."

Bagaimana ini? Haruskah ... Aku datang? Seharusnya aku datang, jika aku memang benar-benar merasa bosan berada di sini seharian. "Baiklah ... apa ada tanggal yang menunjukkan untuk hari ini?"

Lily mengangguk. "Aku akan menghadirinya sekarang, bantu aku bersiap."

"Baik, Tuan putri."

Zenith ... Dia pasti masih bersama Papa 'kan? Bagaimana, ya rasanya berada didekat Papa kembali? Aku sedikit iri karenanya ....

Zenith itu selalu menjadi gadis yang beruntung, meski ketika sebuah keburukan datang padanya, dan langsung membanting keras tubuh itu. Namun, kenapa dia memiliki sebuah keberuntungan terus-menerus?

Benar, seharusnya pada saat itu aku menjadi Zenith saja.

A/n: 20 vote? Dan Komentar deh adain, minimal 15? Next!

Look at me! || WMMAP FANFICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang