CHAPTER - 26

10.6K 557 8
                                    

CHAPTER TWENTY SIX  –  WELCOME

 

 

***

" Its hard to forget pain, but its even harder to remember sweetness. We have no scar to show for happiness. We learn so little from peace " – Chuck  Palahniuk, Diary

 

***

 

Neil dan aku memutuskan untuk pulang saat itu juga walaupun Bibi Rose memaksa kami menginap ketika melihat mata Neil yang bena-benar berkantung. Sebenarnya aku ingin laki laki itu beristirahat dulu disini kemudian pagi sekali kami kembali kerumah tapi sayangnya dia terlalu berkepala batu untuk mendengarkan ucapanku dan berpegang teguh pada kemauaanya. Sama seperti Jake.

Lima belas menit yang lalu kami meninggalkan rumah orang tua Brooke. Neil tidak berbicara. Mata nya benar benar terlihat lelah.
" Neil " Kataku dengan pelan memecah kesunyian diantara kami. Raut wajah itu terlihat begitu menyedihkan.

" Ya? "

" Kau bisa menghentikan mobilnya dan tidur "Kataku lagi tapi  dia justru mengacuhkan ucapanku. Entah tidak mendengar atau pura pura tidak mendengar.
" Neil kau tidak bisa memaksakan diri untuk mengendarai mobil saat mengantuk selama dua setengah jam kedepan. Kau perlu tidur dan aku juga " Tambahku lagi dengan nafas tersengal menahan nada suaraku agar tidak terdengar berteriak walaupun sebenarnya aku inigin meneriaki laki laki ini.

Neil dengan segera menghentikan mobilnya dipinggir jalan yang cukup sepi. Kami belum melewati jalan perkotaan untuk kembali kerumah.
" Kau benar. Aku tidak seharusnya mencelakakanmu dengan cara seperti ini " Dia mendesah dengan suatu penyesalan yang tersirat. Mesin mobil mati tapi kunci masih tergantung dengan manis ditempatnya.

" Aku bisa mengubah jokmu agar kau bisa tidur nyenyak yah walau tidak senyenyak kau tidur diatas kasur " Dia terkekeh. Dengan pelan Neil memutar entah sesuatu yang ada disamping jokku hingga kursi itu jadi lebih santai dan aku bisa merasakan pinggangku sedikit lebih rileks. Ini nyaman.

" Thanks " Aku memberikan senyum padanya.

" Sama sama. Aku punya selimut dibelakang sana " Neil merangkak dengan cepat masuk kejok belakang, menggeledah barang barang miliknya yang mungkin sengaja dia tinggalkan, tidak lama Neil kembali duduk lagi dengan selimut berwarna biru ditangannya.
" Jika kau kedinginan "

" Aku tidak kedinginan. Mantelku cukup tebal " Aku menjawab cepat cepat.
" Lagipula kau jauh lebih membutuhkan daripada aku "

" Well, terima kasih. Disini memang cukup dingin " Dia menjawabku sambil menyandarkan punggung di sandaran dan menyelimuti dirinya sendiri. Neil menatapku beberapa detik begitu pula dengan mataku yang tiba tiba memandang kearah matanya. Dia memiliki mata yang indah, sama seperti Jake. tapi sayang mata mantan pacarku jauh lebih bisa menghipnotis segala macam perasaan yang aku miliki menjadi meledak ledak bahagia.

Dengan cepat cepat cepat aku memalingkan wajahku kearah jendela. Tidak ada bintang bintang malam ini, langit terasa sunyi berbeda dengan hatiku yang ramai dan dipenuhi oleh perasaan perasaan yang tidak nyaman benrkumpul.

" jadi kau dan Jake bersaudara " Neil membuyarkan lamunanku. Matanya nampak sendu menahan rasa kantuk tapi dia tetap bicara.

" sperti yang kau dengar " Kataku. Membahas masalah Jake membuat dada sesak. Itulah kenapa dia putus asa, karena tidak ada harapan lagi diantara kami untuk bisa bersama sesuai apa yang diinginkan. Semuanya pupus.

My BackbonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang