Angin berembus pelan. Matahari bersembunyi di balik awan. Terlihat seperti mendung, tapi tak ada hujan yang turun. Mungkin belum.
Zyana berbaring di rooftop dengan kaki menjulur ke bawah. Ia melirik Vivi yang duduk di sebelahnya. “Lo bosen gak sih? Kayaknya kalau kita berdua doang flat gitu rasanya.”
Vivi menoleh. “Ya mau gimana lagi, mau pindah? Ayok!”
Zyana menatap Vivi datar kalau merubah posisinya menjadi duduk. “Iya yang anak holkay mah pindah gampang.”
Vivi mendelik. “Lo sama gue beda dikit ya, gak usah sok miskin deh.”
“Sialan!” Zyana kini menatap depan, dimana bangunan-bangunan tinggi berjejer sepanjang jalan. “Tanggung sih, beberapa bulan lagi kenaikan kelas.”
“Iya kalau lo naik kelas,” ledek Vivi.
Zyana mengangkat sebelah alisnya. “Kalau gue tinggal kelas, lo dikeluarin dari sekolah. Kita imbang.”
“Bangke.”
Hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Zyana yang memikirkan sekolahnya yang sangat membosankan. Tentu saja karena cowok-cowok di sini kurang menarik perhatiannya. Sedangkan, Vivi sibuk memikirkan cowok yang mentertawainya di supermarket waktu itu. Entah kenapa tiba-tiba saja wajahnya terbayang di otak Vivi. Cinta? Helehh, tentu saja Vivi ingat karena dia punya dendam pribadi.
“Rumornya, anak SMA Melodi cakep-cakep.” Vivi menatap Zyana penuh arti.
Zyana mengerutkan keningnya. “Masa sih? Kok gue baru tau.”
Vivi yang gemas akhirnya menjitak kepala Zyana. “Kudet lo bego! Gue gak tau pastinya sih, gue tau dari Rey.”
Zyana menatap Vivi horor. “Whoaaa lo gak ada niat nikung Rara kan?!”
Vivi kembali menjitak Zyana. Zyana pun menatap Vivi sebal yang ditanggapi Vivi acuh. “Ya kali gue nikung, gue cuma nanya-nanya cogan doang.”
Kini giliran Zyana yang menjitak kepala Vivi. “Otak lo perlu dibersihkan dari spesies cowok. Tiap hari mikirinnya cowok mulu heran.”
“Iri bilang bos.”
Zyana mendengkus sebelum akhirnya bertanya pada Vivi. “Siapa aja idola anak Melodi?”
Vivi menyeringai. “Ada empat. Gue kenal dua orang and Rey salah satunya.”
“Satunya lagi?”
Vivi mengalihkan pandangannya. “Dave.”
“Ahayy si mantan yakk,” ledek Zyana.
“Bacot."
“Dua lagi siapa, Vi?” tanya Zyana kepo.
Vivi membenarkan posisi duduknya. Ia melipat kedua kakinya menjadi bersila. “Gue kenalin ulang deh ya. Ehem, yang pertama itu ada Rey, seperti yang lo tau, dia itu doinya Rara. Kapten futsal. Kedua ada Dave, ketos SMA Melodi. Ketiga ada Zeyn, si ketua beladiri. Terakhir ada Zyco, ketua basket.”
“Wait, Zeyn? Doinya Alin bukan?” tanya Zyana terkejut.
Vivi menatap Zyana bingung. “Sejak kapan Alin punya doi?”
Zyana cengengesan. “Bukan doi sih, tapi orang yang Alin suka dari dulu, sahabat kecil Alin. Dahal deket loh, jadian mah kagak. Amunisi udah ada, tinggal tarik pelatuk aja susah amat.”
“Lo ngomong apa sih?!” Vivi kesal karena tak mengerti apa maksud dari ucapan Zyana.
“Mereka kan sama-sama saling sayang, Zeyn tinggal nembak Alin aja apa susahnya gitu loh, lemot!”
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKGIRL COMEBACK [END]
Teen FictionApa yang kamu pikirkan saat mendengar kata fuckgirl? Cewek dengan hobi memainkan perasaan? Tidak punya belas kasihan? Tidak mengenal kata setia? Salah. Kamu salah besar. Mungkin, ada beberapa perempuan yang menjadi fuckgirl hanya untuk main-main. Na...