Rara menatap laki-laki di depannya tanpa ekspresi. Datar dan tak ada senyuman sedikit pun. Jika bertanya kenapa? Sudah pasti karena kesalahan laki-laki di depannya yang membuatnya benar-benar kecewa.
“Ra ... Rey mohon, maafin Rey, yah?” pinta Rey dengan raut memohon.
Rara mendecih. “Berapa kali, Rey? Perlu berapa kali Rara maafin Rey dan setelahnya Rey ngelakuin itu lagi?” Rara membuang mukanya ke samping. “Apa kata maaf berarti memberi kesempatan orang lain untuk melakukan kesalahan lagi?”
Rey menggeleng cepat. “Bukan, Ra. Kata maaf itu biar orang yang ngelakuin kesalahan bisa sadar dan belajar-”
“Belajar untuk membuat kesalahan yang lebih fatal?” tandas Rara tajam.
Rey mendesah frustasi. Ia mengacak rambutnya kesal. “Rara, aku bener-bener minta maaf. Aku tau yang kemarin itu fatal banget sampai bikin kamu bener-bener kecewa sama aku. Ra, aku gak mau janji lagi ke kamu, tapi aku bakal usahain buat gak ada lagi kejadian kayak gini. Please, Ra.”
Rara tersenyum tipis lalu menunduk. “Gak semudah itu, Rey.” Ia berjalan mundur lalu duduk menghadap ke danau. “Kecewa, sedih, gak paham, frustasi, sakit, Rey. Kamu tau? Dulu dia dateng ke aku dengan sisi polosnya. Minta aku buat anggep dia sebagai adik dan aku lakuin itu. Dan setelahnya ... penghianatan? Entahlah, Rey. Rasa benci udah nguasain aku.”
Rey tertegun. “Rara benci sama Rey?”
Hening. Tak ada jawaban dari Rara. Degup jantung Rey semakin kencang. Ia tak bisa membayangkan jika Rara benar-benar membencinya. Tak lama, Rey mengembuskan napas lega saat Rara menggelengkan kepalanya.
“Bukan. Bukan ke Rey, tapi dia. Rara benci dia,” lirih Rara.
“Ra ....”
Rara mendongak. Menatap mata hitam Rey yang sering membuatnya terasa terhipnotis. Rara hanya diam dan terus menatap Rey, berusaha mencari kejujuran dalam perkataan Rey. Ya, dia menemukannya, bahkan saat ia baru saja menatap, Rara menemukannya. Tak hanya kejujuran, tapi ditemani dengan kekhawatiran, kekecewaan, penyesalan, frustasi, kesedihan yang membuat Rara merasa bersalah.
Rara segera memalingkan wajahnya saat merasa air matanya akan menetes. Rey yang melihat pun langsung panik.
“Ra! Kok nangis? Maaf, Ra. Rey bener-bener minta maaf. Maaf kalau Rey bikin Rara nangis lagi. Maaf-”
Ucapan Rey terhenti begitu saja saat Rara memeluknya. Ia sempat terkejut, tapi setelahnya ia mengusap rambut Rara lembut. “Rara maafin Rey?”
Rara menggeleng, membuat Rey kembali mendesah gusar.
“Rara minta maaf.” Rara melepaskan pelukannya dan menatap Rey lembut. “Rara udah maafin Rey. Rey maafin Rara?”
Rey tersenyum lalu mengacak rambut Rara gemas. “Rey yang salah, jadi Rara gak perlu minta maaf. Jadi, kita balikan yah?”
Rara balas tersenyum lalu menunduk malu. Tak lama, ia mengangguk pelan. Rey yang terlampau gemas akhirnya menarik Rara ke dalam pelukannya. Ia senang karena Rara memaafkannya dan juga kembali padanya.
“Ehem! Bilang apa lo ke gue?”
Rara terlonjak kaget. Ia menatap Vivi heran. Berbeda dengan Rey yang cengengesan.
“Makasih, Vivi,” ucap Rey tulus.
“Kacang mahal, borr!”
Rey tertawa kecil. “Iya, makasih juga, Alin."
“Emang Vivi sama Alin ngapain?" tanya Rara penasaran.
“Dia tuh banyak ragunya. Lo tau gak sih, Ra. Buat minta maaf ke elo tuh mikirnya tiga hari,” jawab Vivi kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKGIRL COMEBACK [END]
Novela JuvenilApa yang kamu pikirkan saat mendengar kata fuckgirl? Cewek dengan hobi memainkan perasaan? Tidak punya belas kasihan? Tidak mengenal kata setia? Salah. Kamu salah besar. Mungkin, ada beberapa perempuan yang menjadi fuckgirl hanya untuk main-main. Na...