18. Kepergian Langit

391 60 48
                                    

Zyana menatap Vivi khawatir. Pasalnya, perempuan satu ini mengendarai mobil dengan gila-gilaan. Zyana takut saja jika mobil semulus ini harus berakhir di bengkel.

“Vi, tenangin diri lo dulu.”

Vivi bergeming. Ia tak mempedulikan ucapan Zyana. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah sampai di bandara secepat mungkin. Pikirannya kalut, tapi ia memaksakan diri mengendarai mobil.

“VIVI! AWAS GOBLOK!”

Vivi membelokkan arah mobil dan segera berhenti. Jantungnya mencelos.

“GUE BILANG APA? FOKUS BANGSAT!”

Zyana langsung membuka pintu mobil dan keluar. Ia menghampiri seorang anak kecil yang duduk ketakutan di pinggir jalan. Untung saja jalanan sepi, jadi ia tidak perlu berurusan dengan masyarakat.

“Adek gak pa-pa?” tanya Zyana pelan.

Anak kecil itu menunduk, bahunya naik turun menandakan dirinya sedang menangis. Zyana menghela napasnya pelan. Ia merasa bersalah karena membuat anak kecil itu ketakutan.

Perlahan, Zyana mengangkat kepala anak kecil itu. Ia mengusap wajah anak kecil itu dengan jarinya, menghilangkan air mata yang terus saja menetes. Zyana memeluk anak kecil itu dan mengusap kepalanya. “Maafin Kakak ya, Dek. Tadi khilap.”

“Khi ... khilap hiks apaan, Kak?”

Zyana terbengong. “Ha? Itu, apa ya, kelewatan eh bukan, kebablasan, eh sama aja ya, hmm ke ... gak sadar eh kan gak pingsan, aduh-”

“Buahahaha.”

Ucapan Zyana terhenti saat melihat anak kecil itu tertawa. Ia tersenyum dalam hati.

“Kamu ngetawain Kakak ya?” tanya Zyana pura-pura kesal.

Anak kecil itu menggaruk kepalanya. “Hehe, Kakak lucu.”

Zyana mengacak rambut anak kecil itu gemas.

“Maaf ya, Dek. Tadi buru-buru soalnya.”

Keduanya menoleh pada Vivi. Anak kecil itu mengangguk dan tersenyum.

“Iya, Kak. Salah aku juga gak liat kiri kanan.”

“Ya udah Kakak duluan ya,” ucap Zyana sambil memeluk anak kecil itu. Diam-diam Zyana memasukkan sejumlah uang ke dalam kantong celana anak kecil itu. Ia tersenyum lalu berdiri. “Dadahh!”

Zyana mencegah Vivi yang ingin membuka pintu pengemudi. Tatapannya menyorot tajam. “Kunci.”

Vivi mendesah gusar. “Tapi, Zy-”

“Kunci.”

“Zy, gue janji bakal fokus, gue-”

“Vivi Oktavia! Kunci.”

Vivi mengembuskan napasnya kesal. “Oke, fine!” Ia langsung melempar kuncinya pada Zyana dan berjalan memutar menuju pintu penumpang.

Zyana menggeleng pelan dan segera masuk. Ia memasang sabuk pengaman.

“Zy, jangan lama.” Vivi berkata lirih sambil memejamkan matanya.

Zyana menyeringai. Ia menyalakan mesin mobil dan dalam sekejap, mobil meluncur menyusuri jalan dengan kecepatan tinggi, bahkan lebih cepat dari Vivi. Vivi tersentak.

“Sejak kapan lo ugal-ugalan kayak gini?”

“Sejak lo ngajarin gue ilmu kesesatan.”

Vivi memutar bola matanya malas. Ia malas mendebat Zyana.

Sesampainya di bandara, Vivi langsung masuk dan mencari Langit. Tangannya mengepal menahan emosi saat netranya tak kunjung menemukan sosok Langit.

Zyana menepuk pundak Vivi dengan napas yang terengah-engah. “Ada?”

FUCKGIRL COMEBACK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang