“Kamu mau ke mana, Ra?”
Rara menghentikan suapannya. Ia menoleh pada Gilang dan terdiam. Tak lama, ia menggeleng pelan. “Aku gak tau, Kak.” Setelah berhenti di pinggir jalan, Gilang memutuskan untuk berhenti sekalian di salah satu tempat penjual makanan.
Gilang menghela napasnya. Ia menarik gelas berisi jus alpukat dan membiarkan kerongkongannya basah dialiri serat-serat buah hijau tersebut. “Ikut aku aja gimana?”
Rara menoleh dan menggeleng kuat. “Ha? Eh, gak usah deh, Kak. Gak pa-pa, nanti aku-”
“Gak pa-pa, kamu nanti tinggal di rumah tante aku aja.” Senyum Gilang mengembang. “Buruan habisin.”
Dengan pasrah, Rara mengangguk dan segera menghabiskan makanannya. Toh, ia sendiri tak tahu mau ke mana.
***
Bintang dan bulan yang biasanya menerangi malam, kini tak terlihat. Langit seakan menghening. Tak ada nyanyian hewan yang biasanya membuat Rara tertidur nyenyak. Malan ini terasa sunyi. Bahkan suhu udara sepertinya menurun, membuatnya lebih dingin dari biasanya.
Tangan Rara memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menahan dinginnya angin malam yang terus saja membelai. Ia menutup matanya, tersenyum mengingat masa-masa yang telah ia lewati.
“Kalian baik-baik saja?” tanyanya berbisik.
Perasaan Rara gelisah. Namun, ia tak mengerti kenapa, toh ia sudah seminggu lebih mengurung diri di sini.
“Kenapa masih di luar, hm?”
Sebuah jaket tersampir di bahunya, membuat Rara merasa sedikit lebih hangat.
“Kak Gilang kenapa keluar?” Rara melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam. “Gak tidur, Kak? Besok masih sekolah 'kan?”
Gilang hanya menggeleng dan tersenyum. “Kapan kamu balik ke sekolah?”
Rara meletakkan kedua tangannya pada pembatas balkon, menyangga dagunya dan menatap pada langit.
“Aku sendiri bingung, Kak.”
“Kak Gilang tau gak sahabat-sahabat aku gimana?” tanya Rara tanpa menoleh.
“Banyak yang bilang kalau mereka lagi perang dingin. Gak tau pastinya sih, cuma emang kayak gak saling ngobrol aja gitu, kayak masing-masing gak kenal.”
Rara terkejut. Ia menatap Gilang berusaha mencari kebohongan, tapi ia tangkap malah tatapan bingung. “Kak Gilang tau alasannya?”
Rara mendesah kecewa saat Gilang menggeleng.
“Mungkin kamu bisa tanya langsung.”
Rara termenung. Ia bimbang, benarkah ia harus bertanya langsung?
“Eum ... kalau aku telpon, nanti dia nanya aku di mana. Aku belum siap ketemu siapa pun, Kak.” Rara menunduk sambil memilin jari-jarinya.
“Sekarang kita lagi ketemu, Ra.” Gilang tersenyum geli.
“Gak gitu maksudnya, Kak!”
“Iya-iya, kamu telpon aja dulu, bilang yang jujur aja, dari pada mereka panik nyariin kamu. Kamu tega biarin mereka khawatir gitu?”
Rara menghela napasnya lelah. Tak lama, ia mengangguk dan menyodorkan tangannya.
Gilang menaikkan sebelah alisnya bingung. “Apa?”
“HP, Kak. Kakak kan tau, HP aku jatuh di jalan.” Rara mengembuskan napasnya kesal saat mengingat insiden handphonenya yang jatuh. Ya, saat itu ternyata orang-orang suruhan papi Rara memutar jalan dan mereka berpapasan di perempatan jalan besar. Salah seorang dari mereka menarik tangan Rara yang membuat Rara terkejut dan tanpa sengaja melepaskan handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUCKGIRL COMEBACK [END]
Подростковая литератураApa yang kamu pikirkan saat mendengar kata fuckgirl? Cewek dengan hobi memainkan perasaan? Tidak punya belas kasihan? Tidak mengenal kata setia? Salah. Kamu salah besar. Mungkin, ada beberapa perempuan yang menjadi fuckgirl hanya untuk main-main. Na...