Ify's side
🌈🌈🌈
Nama gue Lifya Rahma, salam kenal buat kalian semua. Gue itu bentar lagi lulus dari salah satu universitas yang ada di Sumatera Barat. Belum resmi tapi udah sok sok an kepedean. Hihi.
Sebagai seorang mahasiswa yang hampir menjadi alumni, gue udah merasakan asam manisnya kehidupan di sini selama 4 tahun. Wagelaseh. Sebagai anak kosan juga, sudah tentu jauh dari orang tua kan. Gue itu aslinya bukan orang Sumatera Barat. Tapi asli orang Jawa campuran Bugis. Papa gue Bugis, mama gue Jawa. Tapi malah kuliah ke tanah minang. Mungkin udah jadi takdir ilahi kali ya.
Gue tipe orang yang yah...barbar, suka kebebasan tapi tau aturan untuk hal yang bebas itu. Suka hangout sama orang-orang yang menurut gue nyaman untuk dijadikan tempat berbagi.
Gak tau lah ya, semakin dewasa seseorang seperti nya circle pertemanan nya juga semakin sedikit. Walhasil, ya gue berteman gak sebanyak dulu. Mungkin masih, tapi tidak untuk dijadikan tempat mengadu di perantauan ini.
"Oi calon sarjana! Jadi ke Padang gak?" Itu suara Via, si gadis minang yang sekarang ada di rumah gue. Iya rumah gue, lebih tepatnya rumah kerabat sih.
Jadi tuh, mama dan papa punya kerabat di Kota Bukittinggi. Kalau pulang sehari atau tiga hari gitu, gue pasti pulang ke sana. At least juga, pas magang kemarin gue menetap di Bukittinggi.
"Iya jadi kok! Lo berangkat kapan bareng Shilla?" tanya gue, saat masih sibuk dengan beberapa file yang harus gue persiapkan.
Karena pandemi yang terjadi, semua kegiatan di kampus terpaksa dialihkan secara online. Pun dengan bimbingan, gue merasa lelah karena online. Untung magang udah selesai sebelum pandemi ini datang.
"Besok, lo gak mau bareng kita nih?" Gue menggeleng takzim.
"Gak bisa, Vi. Tante Airin mau pergi besok, jadi gue harus jaga rumah. Gak enak gue kalau harus berangkat besok juga." Begitulah kalau tinggal bersama kerabat. Ada aja keluhannya. Ada aja segan dan gak enak nya. Kenapa ya? Apa cuma gue doang yang merasa demikian?
"Ya udah deh gapapa. Besok kalau udah jadi ke Padang, kabari ya!" Gue mengangguk kepadanya.
Via pun pamit karena dia harus membereskan barang-barangnya untuk kembali ke Padang bersama Shilla.
Gue menghela nafas berat mengingat masih tinggal beberapa jalan lagi yang harus gue selesaikan. Bimbingan, revisi, sidang, revisi, mengurus berkas dan masih banyak lagi. Rasanya kepala mau pecah.
"Kak,--" Sebuah suara memanggil dari depan kamar. Praktis gue membuka pintu.
"Iya, Tante Airin." Beliau tersenyum sembari membawakan sekotak cemilan untuk gue. Sepertinya pisang keju coklat kesukaan gue. Tante Airin memang baik.
"Besok tante berangkat subuh ya! Kamu hati-hati di rumah."
"Iya tante. Tapi ify izin mau ke Padang lusa, gapapa kan? Pas tante pulang."
"Ngapain ke Padang?"
"Ify harus bimbingan, Tante. Dosen Ify susah dihubungi kalau bimbingan online. Nanti progres skripsi Ify gak jalan." jelas gue dengan kesungguhan. Padahal alasan terbesar selain bimbingan adalah untuk keluar dari rumah ini.
Padahal tante Airin ini baik, dia adalah iparnya mama. Suami nya tante Airin adalah adik kandung mama gue.
"Oo gitu, ya udah gapapa. Tapi tante pulangnya siang. Ify pergi dengan siapa?"
"Sama temen, Ify." Setelah mendapatkan persetujuan dari beliau, akhirnya gue bisa bernafas lega.
Gue menutup pintu dan menyandarkan punggung dibaliknya. Ada rasa yang gak bisa gue jabarkan sekarang. Ada sebuah keinginan besar yang menyuruh gue untuk segera pergi dari rumah ini sejak lama, namun gue tahan. Gue gak bisa terus-terusan menumpang disini. Terlebih tempat ini membuat gue kurang nyaman.
Semoga Tuhan berbaik hati menempatkan gue di sebuah tempat yang memang benar-benar gue inginkan untuk bekarir.
🌈🌈🌈
Gue udah menghubungi Debo untuk berangkat bersama ke Padang. Untunglah lelaki yang satu tempat magang dengan gue itu tidak kebablasan tidur nya. Sebab dia mengatakan bahwa dia akan menonton bola pukul 3 pagi. Kan gue jadi greget sendiri.
"Hati-hati dijalan ya, Kak. Nanti kalau udah sampai, kabari tante."
"Iya tante." Siangnya sesuai janji, gue dan Debo berangkat ke Padang menggunakan motor matic gue. Sebenarnya, gue takut sih kalau ke Padang pake motor, apalagi sendiri. Makanya gue bawa temen, untunglah si Deborah alias Debo mau. Hihi.
Tak sampai setengah jam, gue melihat Debo yang sudah menunggu didekat simpang bypass menuju Padang. Gue tebak, dia bareng sama saudaranya.
Tin tin
Gue membunyikan klakson dan membuat lelaki itu terkejut. Lucu juga. Ehe.
"Kuy, berangkat!" seru gue semangat, Debo mengambil alih kemudi dan gue bergeser.
"Kami pergi dulu, Bang!" pamit Debo kepada saudara nya itu.
"Fy,--"
"Hm?"
"Lo pulang ke Bukittinggi hari apa?" yaelah kawan. Baru aja jalan ke Padang, udah nanyain kapan pulang. Heran aku tuh.
"Enggak tau, sampai batas waktu yang belum ditentukan."
"Lo mau ujian skripsi kapan?"
"Kalau bisa sih secepatnya." jawab gue seadanya. Gue melihat dari kaca spion motor, kalau Debo terlihat ogah-ogahan mendengar jawaban gue.
Sebenarnya gue kurang asik aja berteman dengan Debo. Dia terlalu kepo sih untuk ukuran cowok. Dia itu tipe yang suka ngomong gitu loh. Mungkin karena basic nya dari dulu IPS kali ya, jadi lebih luas berkomunikasi nya. Tau deh, begitu lah intinya.
Perjalanan menuju ke Padang menempuh waktu sampai sore. Ya...karena kami berangkat pukul dua siang dan itu sangat melelahkan.
Gue harap nyampe di padang, Via dan Shilla bisa menampung gue sementara. Laper banget soalnya. Ehe.
🌈🌈🌈
Ini part 1 nya muncul. Hehe, ku harap kalian suka ya. 😇
Oh iya, temen2 Lebih suka baca dengan sudut pandang apa nih? Orang pertama atau orang ketiga?#SalamAnakRantau
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL
Romancesebuah pertemuan yang didasari tanpa rasa, tanpa cinta dan tanpa obsesi. semudah itukah dalam berteman antara lelaki dan perempuan? . . Kepada semesta, tolong jatuhkan rasa nyaman dan berbalas ini kepada dia yang benar-benar menginginkan ku. Bukan...