Rio's side ya gaes..
🌈🌈🌈
Ada sesuatu yang gak bisa gue jabarkan ketika bertemu untuk pertama kalinya dengan gadis itu. Gadis yang sudah sering bersama dengan gue dalam sepekan terakhir. Namanya Ify. Teman sejurusan Via dan Shilla.
Gadis itu sangat cerewet dibandingkan awal-awal bertemu. Sekarang dia lebih banyak berbicara. Dan entah kenapa gue menyukai semua yang dia lakukan. Ada magnet tersendiri dari dia yang membuat gue terpaku.
"Keluarga lo yang mana sih?" Tanya gadis itu. Kami berada di bandara karena oom gue meminta untuk datang. Hah, padahal dia juga dijemput mobil dinas.
"Itu yang pake jaket coklat." Tunjuk gue ke rombongan. Ify mengangguk singkat dan kamipun berjalan kearah Om Juan dan rombongan nya.
"Hai Om!" sapa gue. Om juan tersenyum lebar dan gue bersalaman dengannya. Padahal lagi pandemi kan, gue takut sebenernya. Tapi gak enak juga dengan beliau. Hah, repot banget.
"Hai Ario! Apa kabar kamu? Sehat kan?"
"Sehat Om, alhamdulillah. Om cuma bertiga kesini?"
"Iya. Mobil dinas om baru masuk bandara katanya. Eh ya, ini kamu bawa siapa?" Om Juan menatap Ify yang sedari tadi hanya diam di sebelah gue.
"Saya Ify, Om. Temannya Rio." Ify juga bersalaman dengan Om Juan meski enggan gue lihat. Mungkin dia tak ingin terlihat seperti tak menghargai kali ya.
"Oalah...teman toh. Om kira pacar kamu. Soalnya pacar kamu kan pernah ketemu om sekali." Gue tersenyum kecil. Memang beberapa anggota keluarga gue sudah pernah bertemu dengan Joana, salah satunya ya Om Juan ini. Beliau bertemu dengan Joana saat gue membawa gadis itu kerumah tahun lalu.
"Bukan kok, Om. Ify cuma teman Rio." gadis itu menyahut dengan santai. Tapi apa yang gue rasakan tidaklah sesantai itu. Ada sisi lain dari dalam diri gue untuk memberontak jawaban yang Ify lontarkan. Entahlah..
Om juan tersenyum dan mengangguk sekilas. Kami terlibat pembicaraan hangat layaknya keluarga yang lain. Terlebih Ify yang selalu diajak berbicara oleh Om Juan.
Tak sampai sepuluh menit, mobil dinas yang menjemput mereka datang.
Gue mengantarkan om Juan ke depan pintu mobil, beliau merangkul gue dengan erat.
"Kalau boleh jujur, Om lebih suka kamu dengan Ify. Dia baik dan sopan." ujar beliau berbisik rendah.
Gue tersentak dan tak menanggapi ucapan Om Juan. Setelah itu, mobil dinas tersebut berangkat meninggalkan bandara.
"Rio, lo kenapa?" Ify menyentuh lengan gue, tersentak untuk kedua kalinya.
"Ah enggak ada. Ayo pulang." Ify mengangguk singkat dan kami berjalan menuju parkiran.
"Ehm, Fy..."
"Kenapa?"
"Menurut lo, Om Juan gimana?" Dahi gadis manis itu berkerut kecil menandakan dia bingung.
"Beliau ramah, open minded juga menurut gue." Papar nya
"Emang ada apa?" Gue menggeleng tak ada.
"Lo udah pernah pacaran sebelumnya Fy?"
"Udah, sekali."
"Kapan?"
"Semester 2, Kira-kira 6 bulan bersama." Gue tercengang, ternyata Ify pernah pacaran juga. Meskipun tenggang hubungan mereka cukup singkat.
"Putusnya kenapa?"
Ify menghela nafas sejenak sebelum menjelaskan, sepertinya berat untuk gadis itu.
"Dia sekolah di Belanda, pindah kesana. Dan gue bukan tipe orang yang bisa tahan dengan hubungan jarak jauh."
"Artinya lo gak percaya dengan pasangan lo?" Ify malah menggeleng tegas.
"Gue terlalu malas untuk menerjang resiko LDR. Bagi gue, selagi status lo masih pacaran dan diharuskan LDR, mending gak usah. Buang-buang waktu untuk memikirkan yang jauh. Sementara belum tentu dia disana mikirin kita."
Jawaban yang sangat independen sekali sekaligus berpikiran pendek menurut gue. Ify memang terlihat santai dan tidak terlalu memusingkan suatu hal, gue rasa. Terlebih soal hubungan. Dia akan melepaskan sesuatu jika tidak sesuai dengan kriterianya sendiri.
"Jadi itu alasan lo kenapa putus dari dia?" Gadis itu mengangguk.
"Kalau ternyata dia mikirin lo gimana?" Tanya gue. Ify malah tersenyum manis, sangat menusuk sesuatu didalam diri gue.
Hey, gue kenapa?
"Ya gak gimana-gimana...kalau memang ternyata kita berjodoh pasti bakal balik lagi, ketemu lagi. Apapun keadaan dan caranya. Karena bagi gue, kepercayaan memang penting tapi sosok dia yang hadir disini bersama gue lebih penting." Lanjutnya kalem.
"Jawaban lo masih gak sesuai ekspektasi." keluh gue.
Ify mendengus malas, "jadi yang sesuai ekspektasi lo apaan, bambang?"
"Iya, kayak balikan terima dia lagi gitu. Merajut kembali hubungan sebelumnya."
Ify terbahak mendengar jawaban gue. Dia sampai menepuk pundak gue sembari memegang perutnya yang keram akibat tertawa.
"Astaga, Rio! Sayang...gue bukan tipe orang yang memikirkan kerumitan hubungan, apalagi soal LDR. Kita masih pacaran, belum tentu bakal longlast sampai menikah. Karena masing-masing kita masih mengejar masa depan. Jujur, gue lebih mentingin masa depan gue dibandingkan hubungan seperti itu." jelasnya setelah tawa gadis itu usai.
Gue merenggut masih tidak menemukan jawaban valid dari seorang Ify.
"Yaudalah, ngapain bahas gue sih? Lo kalau kepikiran tentang hubungan lo yang lagi LDR itu, jangan jadikan jawaban gue sebagai patokan. Jadikan alasan kalian masih bersama selama ini. Menurut gue ya...sayang juga sih kalau lo ngambil keputusan untuk putus."
Gue terdiam sembari menatap lurus padanya. Tanggapan yang dia berikan memang benar, gue dan Joana sudah lama. Hampir empat tahun dan itu menjadi alasan gue untuk berpikir ulang untuk putus.
Saat diparkiran, Ify menyentuh pundak gue. Memberikan tepukan halus sekaligus meninggalkan bekas aneh. Apalagi ini?
"Versi orang pacaran pasti beda untuk setiap hubungan yang mereka jalani. Lo, gue dan siapapun itu. Standar kita beda, Rio. Lo bisa buat standar hubungan lo sendiri tanpa harus melihat orang lain seperti apa. Tapi satu hal yang harus lo ingat. Sekali lo buat keputusan untuk melepas, tapi kembali merajut lagi, semua gak akan sama seperti diawal yang kalian rasain."
Dan kalimat panjang dari Ify menampar gue, mengusik gue hingga akhirnya gue memilih memikirkan apa yang harus gue lakukan sepanjang jalan pulang.
🌈🌈🌈🌈
Jujur aja gaes.. Agak berat untuk nulis cerita ini. Pengen unpublish tapi gimana ya, di publish ide nya berat banget. Aku kudu piye hiks 😫😆
Pendam aja kali ya 😄
Jangan lupa feedback nya :))#SalamAnakRantau
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL
Romancesebuah pertemuan yang didasari tanpa rasa, tanpa cinta dan tanpa obsesi. semudah itukah dalam berteman antara lelaki dan perempuan? . . Kepada semesta, tolong jatuhkan rasa nyaman dan berbalas ini kepada dia yang benar-benar menginginkan ku. Bukan...