1 ; Awal kisah

4.5K 75 1
                                    

ALUNA POV

Dulu, sekitar 11 Tahun yang lalu, aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan yang terletak di pinggiran kota Bandung, Indonesia. Hingga suatu hari, sepasang suami – istri dari keluarga kaya datang mengunjungi panti tampatku tinggal. Dan menurut dari informasi yang ku dengar, sepasang suami – istri itu adalah pemilik yayasan yang menaungi panti tersebut. Para pengurus panti pun meminta aku dan semua anak asuh yang lain berbaris didepan rumah untuk menyambut kedatangan sepasang keluarga kaya itu. Selesai dengan acara penyambutan yang di gelar secara singkat, aku berserta anak yang lainnya pun kembali bermain di halaman panti.

Dan tak lama kemudian, Bu Anita memanggilku masuk ke dalam Rumah. Bu Anita adalah salah satu orang yang di pekerjakan oleh pemilik yayasan untuk mengurus kami semua, para anak panti. Setelah itu, aku pun langsung masuk ke dalam Rumah dengan patuh. Di dalam, barulah Bu Anita mulai berbicara kepadaku. Beliau menjelaskan beberapa hal yang kala itu tidak ku mengerti sama sekali. Namun dari semua pekataan Bu Anita yang panjang lebar itu, yang ku pahami hanyalah, sepasang suami – Istri kaya itu ingin mengadopsi diriku untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Dan setelah melalui beberapa saat, aku pun setuju untuk ikut bersama mereka berdua, orang tua baruku.

Setelah itu, mereka membawaku ke kota. Keduanya juga memperkenalkan aku kepada anak pertama mereka yang bernama Matthew Benjamin Dawrens. Aku senang sekali dengan apa yang ku alami hari itu. Impian ku untuk memiliki orang tua serta saudara terwujud dalam satu waktu. Namun sayangnya, kak Matthew kala itu terlihat sangat tidak menyukai ku. Saat kami di pertemukan oleh mama dan papa, kak Matthew hanya diam sambil menatapku dengan tajam. Aku yang ketika itu masih sangat kecil pun mengabaikan tatapan tajamnya dan terus tersenyum riang sambil memperkanalkan diriku padanya.

Dan setelah hari itu, satu minggu kemudian, mama dan papa membawaku serta kak Matthew pulang ke negara asal mereka, Amerika Serikat. Hari – hari yang ku jalani bersama keluarga baruku di Amerika terasa sangat menyenangkan. Mama yang hangat dan lembut, serta papa yang penyayang dan berwibawa membuatku benar – benar merasa memiliki sepasang orang tua yang nyata. Mereka memperlakukan aku dengan sangat baik, keduanya juga tidak pernah membedakan antara aku dan anak kandung mereka. Hal itu yang membuatku sangat – sangat menyayangi keduanya. Yah meskipun pada awalnya kak Matthew masih bersikap dingin kepadaku, hal itu sama sekali tidak mengurangi rasa sayang ku kepada laki – laki yang usianya terpaut 7 tahun dariku. Dengan sabar aku mencoba untuk terus mendekati kakak angkatku itu. Dan ya, hasil dari usahaku ternyata cukup baik. Sikap dingin kak Matthew perlahan mencair dan pada akhirnya menghilang tanpa jejak. Hubungan persaudaraan kami juga mulai membaik sedikit demi sedikit. Ia juga mulai memperdulikan aku meski dengan sikapnya yang menyebalkan.

Namun semua terasa berbeda ketika kejadian na'as itu menimpa keluarga kami. Empat bulan yang lalu, mama dan papa berniat untuk pergi berlibur ke beberapa negara luar. Keduanya ingin menikmati kebersamaan mereka di umur mereka yang sudah menua. Namun entah karna apa, pesawat yang di tumpangi mama dan papa saat itu mengalami kecelakaan dan harus berakhir jatuh di perairan Amazon. Pada insiden itulah, nyawa kedua orang tua angkatku melayang. Mereka berdua pergi meninggalkan aku bersama kak Matthew. Aku sedih bukan main saat mendengar kabar itu. Terlebih saat aku mendapat kabar jika jasad kedua orang tua ku tidak dapat di temukan. Hal itu semakin membuatku merasa terpukul dan sedih.

Sementara kak Matthew, ia berusaha tegar dan terus berada di sampingku untuk menguatkan aku. Padahal aku tau, jika didalam hatinya pun, ia juga hancur dan merasakan sedih yang mendalam. Setelah hari itu, aku dan kak Matthew hanya tinggal berdua. Aku yang masih berada di bangku Senior High School pun harus kembali fokus pada pendidikanku. Sementara kak Matthew juga harus kembali memfokuskan diri untuk meneruskan perusahaan Papa. Kami berdua tidak punya waktu lagi untuk tenggelam di dalam keterpurukan. Seperti yang di katakan kak Matthew padaku saat itu, "Life Must Go On." Walau bagaimana pun aku menangisi kepergian orang tua kami, mereka tidak akan kembali. Maka dari itu, aku memutuskan untuk bangkit dari kubangan yang bernama kesedihan itu dan kembali menumbuhkan semangat untuk menjalani hari – hariku selanjutnya. Karna berhenti bersedih bukan berarti aku melupakan mereka berdua. Sampai aku mati pun, mereka berdua tetap menjadi orang tua terbaik dan akan terus ada di dalam hatiku.

>><<

Siang ini, aku sedang berada didalam perjalan menuju rumah. Tubuhku terasa lelah sekali setelah melalui banyak aktifitas hari ini. Aku menyandarkan tubuhku pada jok mobil yang ku duduki. Aku benar – benar ingin segera sampai di Rumah, aku sudah sangat merindukan ranjangku yang empuk.

"Nona, kita sudah sampai," ujar seorang pria yang berstatus sebagai supir pribadiku.

Mendengar itu, aku langsung meraih tas berwarna hijau tosca yang tergeletak asal di sampingku. "Terima Kasih pak," ujarku lalu segera keluar dari dalam mobil.

Dengan sedikit malas, aku melangkah masuk kedalam mansion besar yang sudah menjadi tempat tinggalku selama lebih dari Sebelas tahun terakhir ini. Sebelum kaki ku menapaki anak tangga, seorang wanita berpakaian hitam putih datang menghampiriku. Dia Ela, kepala pelayan di Mansion ini. "Selamat Siang nona Aluna," sapanya padaku.

"Siang juga bibi El. Ada apa?"

"Ada Tuan muda di ruang makan. Beliau menunggu anda untuk makan siang," jawabnya dengan sopan.

Kak Matt? Tumben sekali dia makan siang di rumah. Biasanya dia pasti makan siang di kantornya atau di salah satu restoran favoritnya di dekat gedung kantor. "Baiklah. Katakan pada kakak, aku ke atas dulu untuk mengganti pakaian ku," jawab ku lalu kembali melanjutkan langkahku menaiki anak tangga yang panjang ini satu persatu.

Setelah beberapa saat kemudian, aku pun sudah siap dengan penampilan yang lebih santai. Aku segera melangkahkan kaki ku keluar dari kamar untuk menyusul kak Matt yang sudah menunggu di ruang makan. Entah lah, sejujurnya aku malas sekali untuk makan siang bersama kak Matt siang ini. Tubuh ku lelah, aku ingin tidur.

"Kamu terlalu lama Sweety," ujar Kak Matthew saat aku baru saja memasuki ruang makan.

"Maaf kak," jawab ku pelan.

"Duduk lah. Ayo kita makan," ujarnya dengan mata yang terus tertuju pada layar ponselnya.

Aku pun langsung mengambil posisi di samping kanan kak Matt. Kursi yang dulu selalu di huni oleh mama. Tapi ini, aku lah yang menghuni kursi ini. Terkadang, aku masih sering merasa sedih jika mengingat kejadian na'as itu.

Tak lama setelah aku duduk, Bibi Ela dan beberapa pelayan lainnya datang membawakan makan siang untuk ku dan kak Matt. Aku dan kak Matthew pun langsung menyantap makanan kami dengan hikmat. Tidak ada yang bersuara di antara kami, hanya suara garpu dan sendok yang beradu dengan piring lah yang menghiasi ruang makan ini. Selang beberapa menit kemudian, makan siang kami pun selesai. Aku berdiri saat kak Matthew mulai berdiri. Sepertinya ia akan kembali ke kantor.

"Kakak harus kembali ke kantor. Kamu jangan pergi keluar jika tidak ada hal penting yang bersangkutan dengan sekolah atau belajar," ujar Kak Matthew.

Semenjak kedua orang tua kami meninggal karna insiden itu, Kak Matthew mulai bersikap Over Protektif padaku. Mungkin ia memang ingin menjaga ku dengan baik, tapi jujur saja, sikapnya yang terkadang suka berlebihan itu membuatku merasa kurang nyaman. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak punya keberanian untuk membatah perintah atau ucapan Kak Matthew.

"Iya kak. Aku juga lelah, jadi aku tidak akan kemana – mana," jawabku. Lagi pula, Aku memang tidak berniat untuk pergi kemana pun.

"Bagus," ujar kak Matt lalu mengecup bibirku dengan singkat. Aku hanya diam setelah ia mengecup bibirku. Aku tidak tau ini benar atau salah, yang pasti, ini juga merupakan salah satu hal yang membuatku tidak nyaman.

Memang, saat kecil, aku memang sering mengecup bibir Kak Matt sebagai bentuk tanda sayangku padanya. Tapi ku rasa, ini sedikit tidak benar mengingat umurku yang sudah menginjak angka 18 tahun.

"Kakak pergi dulu," pamit kak Matt lalu lekas berjalan meninggalkan aku di ruang makan ini.

Tak lama setelah kak Matt pergi, aku pun ikut melangkahkan kaki ku ke lantai atas. Aku benar – benar merindukan ranjangku yang empuk. Setibanya di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur. Di detik berikutnya, aku sudah terlelap di alam mimpi.

>><<



TBC🌻









Sampai ketemu di part selanjutnya

First updt
12 SEPTEMBER 2020

Matthew & AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang