Tiffany

186 2 0
                                    

Kelab itu selalu ramai setiap harinya. Penuh sesak dengan orang-orang yang mencari kesenangan pada dunia malam. Setelah seharian bekerja, mereka membutuhkan tempat untuk melepas penat. Tidak salah, The Paradise sendiri memang surga dunia bagi pencarinya. Tak hanya anggur terbaik yang disajikan, para wanita terseksi dan tercantik, juga DJ ternama berkumpul di sana.

Seorang lelaki dewasa dengan tergesa-gesa masuk dan menghampiri sekumpulan orang di bagian sudut. Suara musik yang bising juga memekakkan telinga membuat mereka harus mengeraskan suara saat berbicara.

"Akhirnya kau datang juga kepala batu."

Christian menepuk bahu sahabatnya itu. Dia yakin, Kenhart tidak akan melewatkannya. Ada seorang DJ pendatang baru cantik yang akan menjadi tamu malam ini.

"Aku hanya sebentar."

Kenhart menanggapinya dengan malas. Sepanjang hari dia terbayang akan pipi kemerahan milik Tiffany. Lalu, bagaimana dia bisa bersenang-senang dengan yang lain.

"Hei! Kau kenapa? Masih marah karena perbuatanku tadi pagi?" tanya Christian.

"Aku marah, tapi tak akan melayangkan tinju ke wajahmu. Tanganku terlalu bersih untuk melakukannya," umpat Kenhart.

Christian tergelak dan menepuk pundak sahabatnya.

"Jadi, kau akan mengutus seseorang untuk meracuniku?" tebaknya.

"Kau memang jenius. Tak salah aku memilihmu sebagai teman."

Kenhart mendorong bahu Christian dengan sedikit keras, sehingga membuat lelaki itu tersentak dan terkejut.

"Sorry, Ken. Jangan marah soal itu."

"Kau menyebar nomor ponselku tanpa izin. Itu sungguh menjengkelkan," umpatnya lagi.

Kenhart membuang pandangan karena kesal. Setengah harinya hanya dihabiskan untuk menjawab berbagai macam panggilan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mematikan ponsel karena menganggu pekerjaan.

"Mereka ingin berkenalan denganmu. Harusnya kau merasa senang."

"Tapi aku tidak tertarik."

Entah sudah berapa banyak wanita yang dikenalkan kepadanya. Namun, tak ada satupun yang berkesan. Kenhart malah terpikat kepada istri orang.

Christian tertawa sinis. "Apa pesona ibu tirimu itu terlalu kuat hingga kau menolak para gadis?"

"Diamlah. Itu bukan urusanmu!"

"Jika Jack tahu, dia pasti akan membunuhmu," tegurnya.

"Itu bukan urusanmu, Chris." Kenhart yang awalnya membenci ibu tirinya kini malah berbalik menyukai wanita itu.

"Wine?" tawar Christian.

Kenhart mengambil gelas dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk.

"Aku pulang sekarang." Kenhart meletakkan gelas di meja bar dan membalikkan badan hendak pergi.

"Hei! Apa kau tak ingin berdansa dengan DJ yang akan tampil sebentar lagi?" tanya Christian.

"Untukmu saja," balasnya.

Dengan langkah pasti Kenhart berjalan keluar. Mengabaikan sapaan beberapa wanita yang mencoba mendekati dan merayunya.

Ah, Kecantikan Tiffany memang lebih menggoda. Tubuhnya yang proporsional dengan lekuk indah membuat Kenhart mabuk kepayang. Sungguh, dia menggilai wanita itu.

***

Jarum jam menunjukkan angka satu saat mobilnya memasuki pekarangan rumah. Kenhart melempar kunci di atas ranjang, meletakkan sepatu dan tas kerja dengan begitu saja.

Kenhart berjalan ke arah kamar mandi. Lelaki itu ingin memanjakan diri di dalam bath-up dan mengisinya dengan busa sabun yang melimpah. Aroma lavender seketika menguar di setiap sudut ruangan.

Setelah membasuh tubuh dengan air hangat, Kenhart mengambil handuk dan melangkah keluar. Tetesan air dari sebagian rambut membasahi lilitan handuk.

Sebenarnya jika dilihat dari dekat, Kenhart tidaklah terlalu tampan. Hanya saja, lelaki itu memiliki rahang yang kokoh dengan bulu mata lentik. Ada yang mengatakan bahwa dia terlihat lebih berisi beberapa tahun terakhir ini. Tapi, siapa peduli?

Tiffany bahkan merona saat Kenhart menyentuh pipinya tadi pagi. Itu membuat lelaki itu gemas dan ingin melakukan lebih. Harusnya dia pulang lebih awal. Tidak perlu mampir ke kelab jika hanya berbual dengan Chistian.

Seketika perutnya berbunyi. Mungkin di dapur ada sepotong roti dan kopi panas untuk menghangatkan tubuh. Jika Tiffany bisa menemani, tentu saja akan terasa lebih menyenangkan. Namun, itu tidaklah mungkin. Si cantik itu pasti sudah berada dalam dekapan Jack. Pak tua itu lebih berhak atas tubuhnya. Sedangkan dia, hanya sesekali jika wanita itu menginginkan.

Langkah Kenhart terhenti di ujung tangga saat mendengar suara seorang wanita. Benar, itu Tiffany. Tentu saja bersama Jack, memangnya siapa lagi?Ternyata bukan hanya dia yang pulang larut malam.

Kenhart mengumpat berulang kali. Mungkin nanti dia akan menunjukkan di mana jalan menuju ke kamar, agar mereka tak bercumbu di sana.

Kenhart berbalik dan naik ke kamar. Lebih baik dia mengganjal perut dengan sekaleng minuman bersoda dan mengunyah keripik kentang. Lupakan sepotong roti mentega, secangkir kopi panas, juga bayangan Tiffany. Dia jijik mendengarnya.

***

"Ini Tiffany, calon istriku."

Suatu hari Jack datang dan membawa seorang  wanita. Awalnya Kenhart menolak secara terang-terangan. Tiffany terlalu muda. Wanita itu lebih pantas menjadi saudara perempuan dibanding ibu. 

Kenhart hanya terdiam menatap wajah polos itu, bahkan tak mau membalas uluran tangannya. Dia meninggalkan mereka berdua begitu saja. Membuat Jack marah hingga hari pernikahan tiba.

Setitik air mata Kenhart menetes. Jasad ibunya baru saja dimakamkan. Kini ayahnya malah membawa seorang pengganti. Sungguh, itu menyedihkan.

"Kau marah pada kami?"

Tiffany mendekati Kenhart diam-diam, saat lelaki itu berjalan ke belakang setelah acara pernikahan selesai.

"Aku tak peduli dengan apa pun yang kalian lakukan," jawabnya ketus.

"Aku mencintai Jack sejak lama. Ketika dia memintaku menjadi teman hidup, aku menerimanya," ucap Tiffany tenang.

Itulah pembicaraan mereka untuk yang pertama kali. Dan entah sejak kapan kedekatan itu bermula. Awalnya Tiffany membuatkannya sarapan yang lezat. Wanita itu juga memberi obat penurun panas saat dia demam.

Tiffany juga membawakan baju bersih setelah selesai di-laundry. Hingga malam itu, saat Jack keluar kota selama beberapa hari. Hujan turun dengan deras. Suara petir bersahut-sahutan disertai dengan angin kencang.

Tiffany mengetuk pintu kamar Kenhart dan meminta ditemani karena ketakutan. Dari sana semua bermula, perselingkuhan mereka. Jack tentu saja tak mengetahui hubungan terlarang itu. Dia terlalu sibuk bekerja untuk menambah kekayaan.

"Seandainya aku bertemu denganmu lebih dulu."

Kenhart menyesap minumannya sembari melihat bintang yang bertaburan dari balkon. Keripik kentang di dalam mangkuk sedikit demi sedikit telah berpindah ke dalam perutnya.

Apa yang akan terjadi nanti, Kenhart tak mau merisaukannya. Saat ini, lelaki itu hanya ingin menikmati hidup dengan menjadi kekasih gelap ibu tirinya. Sekalipun saat melihat kebersamaan mereka, hatinya terasa sakit.

Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang