"Good morning, Sha," sapa Fannia sesaat setelah gue sama Arvan masuk kelas. Dia anak olimpiade bahasa Inggris, pelafalannya lancar, ya namanya juga anak olimpiade bahasa Inggris kan.
"Udah siang kayaknya Nia." Gue tersenyum paksa sambil mengangguk kecil.
"Eh iya juga," kata Fannia kemudian menoleh, menatap Arvan yang berdiri di samping gue. "By the way, lo telat? Sama Arvan? Lo pergi sekolah sama dia?"
Sekejap gue teringat perkataan Nathan waktu itu, yang dia bilang kalau Arvan lagi menjalankan misi pedekate sama Fannia. Kalau Fannia tahu gue pergi sama Arvan, pasti dia mengira yang enggak-enggak. Nanti misinya bakal gagal dong.
"Ohh enggak Ni, tadi gue perginya pakai angkot. Eh pas di lobi utama ketemu dia, ternyata sama-sama telat. Terus ketemu Pak Jaebi juga, jadi dihukum bareng."
Baru aja Arvan mau angkat bicara, gue udah memotong duluan. "Jadi, gue gak bareng dia."
"Pak Jaebi? Oh my God! Lo ketemu sama bambunya gak? Lo diapain aja sama bambunya?"
Ini si Fannia kenapa jadi ikutan sewot dah, yang kena hukuman juga gue. "Nggak, gue tadi cuma lari," jelas gue dan di balas anggukan pelan Fannia. Arvan beranjak berjalan menuju bangkunya, lalu gue ikut mengekor di belakang menuju bangku gue juga yang berada jauh di belakang bangku Arvan. Iya, gue suka duduk di belakang biar banyak guru yang gak perhatikan.
Gue menghempaskan bokong ke bangku, duduk manis sambil mengeluarkan sepasang earphone dan memakainya. Gue melipat tangan di atas meja, menempelkan dahi di atas punggung tangan, berusaha tidur.
"Elisha? Elo datang juga akhirnya." Suara berisik Darvino membangunkan gue, dasar. Gue mengangkat kepala, menatap Darvino kejam.
"APA?"
"Galak bener Buk. Tahu gak selama ini tuh gue te extraño," kata Darvino diiringi kekehan menggelikan.
Apa sih Vin? Lo nggak tahu kalau gue gak bisa bahasa Spanyol? Mentang-mentang lo ahlinya jadi hobi ya mainin orang pakai bahasa asing. Gue berdeham kecil, lalu menunduk dan berusaha tidur lagi. Darvino cuma mencak-mencak gak jelas.
"Lo udah kesiangan, tapi masih mau tidur lagi. Gak puas tidur di rumah?" ejek Darvino. Gue hanya membalas dengan anggukan tanpa menoleh lagi ke dia. Setelah itu dia pergi gitu aja, tapi nggak lama datang pengganggu lainnya yang bikin gue kesal setengah mati.
"APA LAGI SIH?" bentak gue setelah suara halus Aaron memanggil.
Aaron melengos. "Gue panggil baik-baik lah elo balasnya kasar. Kenapa sensi amat dah?"
Gue berdecak, berusaha menelan umpatan. "Apa Aaroonn?" kata gue berusaha lembut, saking lembutnya gue aja enek dengernya.
"Nah, gitu dong. Lembut-lembut kalau jadi cewek," sahut Aaron cengengesan. Dasar, bucinnya Irene belum aja kena tampol gue.
"Anita mana?" Aaron jadi celingukan. Dih, mana gue tahu. Gue aja baru datang. Gue juga baru nyadar kalau di samping gue gak ada Anita, cuma ada tasnya aja.
Gue mengendikkan bahu, lalu menunduk lagi, berusaha tidur lagi.
"Heh, malas amat lo."
"Diam bucin Irene!"
"SHA!"
Ehh? Sorry Ron, keceplosan. Elo sih ngatain gue mulu, mulut gue jadi bar-bar kan.
"Apa Irene?" sorak Melisa dari bangku depan membuat gue langsung bangun mengangkat kepala. Aaron jadi diam.
"Ha? Gue gak bilang Irene, tadi maksudnya nih irama lagu yang lagi gue denger melow banget," jelas gue agak gelagapan. Gini-gini gue masih kasihan sama Aaron, ya kali dia jadi bahan ejekan gara-gara jadi fanboy, mana inti OSIS lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Goodboy VS Fakboy
Teen FictionIni Gue Siswi paling pemalas nan mageran yang entah kenapa bisa terseret masuk ke dalam kelas penuh orang genius dan berbakat. INI GIMANA CERITANYA WOY?! ***** 11 IPA 1, kelas berisi orang-orang dengan kasta yang berbeda. Dari anak olimpiade astro...