Pernyataan

120 11 0
                                    

Sekarang gue lagi ngobrol di kelas sama Anita. Anita ini salah satu anak cewek yang lumayan akrab sama gue. Dia ikut klub musik. Orangnya lumayan santai kalau lagi ada masalah. Tiba-tiba Arvan datang dan duduk di sebelah gue lalu manggil gue.

"Sha," panggil Arvan, gue dan Anita cuma ngelirik Arvan lalu lanjut ngobrol lagi.

"Sha!" Kini suara Arvan naik beberapa oktaf.

Gue terkekeh kecil sambil menoleh ke dia. "Emosian banget sih lo. Apa?"

Arvan hampir mengumpat. "Besok minggu temenin gue nonton yuk. Gue baru download film bagus."

"Yee, gue gak diajak nih?" potong Anita dengan muka sebal.

"Rumah lo kan jauh Nit." Arvan menyangkal.

Anita mengerutkan bibirnya. "Ihh bilang aja kalian mau ngedate."

Gue mendelik sambil menatap Anita. Anak ini pikirannya belum di cuci apa? Enak aja bilang gue mau ngedate sama makhluk macam Arvan.

"Dih, mana mau gue," bantah gue, lalu menopang dagu menatap ke arah pintu.

Anita tersenyum geli. "Kalian tuh lucu ya."

Sekarang gue bingung sama Anita. Dari sudut mana dia lihat gue sama Arvan lucu. "Lucu apaan?"

"Nah kan, lo sekarang penasaran hehe." Anita malah ketawa melihat tingkah gue.

Ini juga kenapa Arvan gak belain gue. Dari tadi diam aja tuh anak.

"Udah gak usah dibahas," kata gue mulai malas dengan keadaan.

Gue menoleh ke Arvan yang masih diam. "Oke. Nanti gue ke rumah lo. Tapi pulang ini temenin gue beli cilok dulu ya." 

"Buat apa? Gue kurang suka makan cilok." Dahi Arvan berkerut.

Gue mencibir. "Bukan buat lo. Gue lagi pengin."

"Ohh." Arvan mengangguk mengerti sambil tersenyum. Lalu dia beranjak dan berjalan pergi.

Gue cuma menghela napas melihat tingkah bocah itu. Gue melirik Anita yang sejak tadi tersenyum. Nih anak udah ketularan gila nya Arvan kah?

"Kenapa lo senyum-senyum gitu Nit?"

"Tuh kan. Kalian itu lucu kalau lagi ketemu berdua," kata Anita gemas.

"Tadi kita bertiga Nita."

"Anggap aja gue penontonnya."

Gue mengalihkan pembicaraan, gak mau bahas Arvan lagi. Kalau lama-lama bahas tentang Arvan, gue bisa ikutan gila nanti.

__________________________________.

"Elisha!" Suara itu menggelegar di tengah koridor yang lumayan lenggang.

Adrian berlari mengejar gue dari belakang lalu menepuk pundak gue. Gue berbalik arah menatap dia yang tengah mengatur napasnya.

"Apa?"

"Pulang bareng gue ya," bujuk Adrian sambil membenarkan letak tas nya.

"Tapi gue udah punya janji," tolak gue halus.

"Sama siapa?"

Kini gue sama Adrian berjalan beriringan. Gue merasa seakan menjadi sorotan beberapa siswa yang lewat. Apa cuma perasaan gue aja? Udahlah bodo amat.

"Arvan," jawab gue pendek dengan pandangan lurus kedepan.

"Arvan nya mana?"

"Dia lagi di ruangan OSIS. Katanya gue disuruh nunggu di parkiran." Gue mencoba menjelaskan. Raut wajah Adrian tampak seolah sedang berpikir.

Goodboy VS FakboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang