Bangga

163 11 9
                                    

Gue emang rada nyesel masuk IPA 1, tapi ya mau gimana lagi gue udah terseret kesini gak bisa keluar. Tapi di sisi lain gue bangga, IPA 1 kan isinya pintar semua jadi gue nebeng namanya aja. Kan bisa cerita ke keluarga gue kalo gue itu pinter makanya masuk IPA 1.

Kalo dipikir-pikir masuk kelas ini asik juga. Gue pernah bilang kan kalo mereka yang ada disini itu datar semua, itu kalo lagi belajar. Tapi kalo mereka lagi gabut, ulah mereka kayak orang gak ada akhlak. Kegabutannya enggak berfaedah semua.

Seperti hari ini pas lagi jamkos, kucing pake kalung kuning—punya Ibu kantin masuk ke kelas gue. Galih yang pertama kali nyadar kalo ada kucing, terus dia dengan bego nya buat pengumumankalau ada kucing masa depan.

"Woi, perhatian sebentar," kata Galih berdiri di depan kelas kayak orang bego.

"Gue mau kasih pengumuman kalo kita sekarang kedatangan tamu," lanjut Galih dengan gaya sok keren.

"Siapa sih gal?" tanya Bella kesal karena merasa terganggu.

"Eh Neng Bella penasaran ya? Nanti Abang Galih kasih tau." Galih senyum-senyum. Gue yang lihatnya aja mau muntah apalagi si Bella.

"EHHH, ada yang baper nihh," celetuk Adrian di pojokan kelas, lagi mabar.

"Sewot amat lo Bang," protes Galih.

"Oke, ayo kembali fokus. Jadi kita kedatangan tamu, yaitu kucing dari masa depan," lanjut Galih, lalu mengambil kucing yang lagi enak-enakan rebahan di lantai kemudian di angkatnya tinggi-tinggi.

Kalo gue jadi si kucing udah gue cakar-cakar tuh muka Galih, lagi rebahan juga masih diganggu.

"Inilah kucing masa depan, Doraemon!"

Krik.. Krikk..

Rasain lo Gal, gak ada yang peduli sama lo. Gue cuma senyum-senyum aja ngelihat satu temen gue ini lagi nyampah di depan kelas.

Galih berdecak pelan. "Neng Bella kenapa enggak respon sih."

"BODO AMAT," teriak Bella.

Galih manyun sambil menurunkan kucing yang katanya 'Doraemon' itu. Hah, Galih ini rindu masa kecil kayaknya.

Gue pengin banget ketawa, tapi nanti image gue yang pendiam nan jaim ini luntur. Jadi ya gue senyum aja.

"Kenapa lo senyum-senyum Sha?" celetuk Arvan noleh ke gue.

Gue langsung noleh ke dia, sambil natap Arvan sengit. Kenapa sih banyak cowok resek di hidup gue?

Mulai dari si Adrian yang sok kenal, Darvino yang kepo nya minta ampun, Romi sama Galih yang bego nya gak ketulungan kalo lagi kumat, dan ini si Arvan yang mood nya berubah-ubah.

Baru aja kemarin dia baik sama gue sekarang udah ngejek lagi.

MAU LO APA SIH VAN? HERAN GUE.

Gue cuma natap dia tajam, mengibarkan bendera permusuhan.

Oke, kita musuhan bunglon!

__________________________________.

Sekarang gue lagi di perpustakaan, baca buku di pojokan. Tiba-tiba ada orang duduk di samping gue, bodo amat lah gue capek noleh.

"Sha, lagi baca apa?" kata dia.

"Hmm," sahut gue tanpa menoleh ke dia. Dari suaranya aja gue udah tau ini siapa.

"Dih, jutek amat," kata Adrian ngerampas buku gue.

"Apaan sih, resek lo," protes gue mencoba mengambil kembali buku gue yang seenaknya dia angkat tinggi-tinggi biar gue gak bisa ngambilnya.

"Balikin gak?!" ancam gue, lalu nabok bahu Ian.

"Gak mau," sahut Ian tanpa rasa bersalah.

"Balikin bego. Kalo gak dibalikin gue ba—"

"Elisha kasar banget ya jadi orang. Nih gue balikin, tapi nanti lo pulang sama gue ya." Adrian memotong ucapan gue, lalu terkekeh.

"Gak mau." Langsung aja tuh gue rampas buku gue lagi. Kesel banget, kesini cuma mau gangguin mood orang aja.

"Gue balik ke kelas dulu. Pokonya hari ini lo pulang sama gue," paksa Ian, lalu berdiri sambil ngelus rambut gue kemudian pergi.

Ini kenapa sih orang-orang pada suka ngelus rambut gue? Emang gue kucing gitu?

.

.

.

"ELISHA," teriak Adrian dari parkiran motor. Gue yang dari tadi berjalan sambil nyalip orang-orang sekarang ketahuan, padahal niat hanya ingin menghindari makhluk itu.

"Sial," umpat gue, lalu berbalik dan berjalan kearah parkiran. "APA?"

"Lo kan udah janji mau pulang bareng gue, kenapa lo jalan ke gerbang?" tanya Adrian saat gue mendekat. Et dah, nih bocah gak tahu ya kalo gue gak pernah bikin janji apapun.

"Gue enggak pernah janji ya sama lo. Sekarang gue mau—"

"Cewek lo ya, Ian? Gokil ya lo, padahal anak baru tapi udah dapet cewek," kata Deva anak basket kelas 11 IPS 2 memotong pembicaraan gue. Ini siapa lagi nuduh-nuduh gue pacaran sama buaya.

"Ck ck, iya dongg." Adrian menyeringai lebar, lalu menoleh ke gue. "Ayo, sayang kita pulang."

"WHAT?! Apa lo bilang?" kata gue menahan untuk tidak mengumpat. "Gue bukan cewek lo, inget itu."

"Dia cuma masih malu aja sama orang-orang," jelas Adrian kepada Deva sambil ngelus rambut gue. Dan bodohnya gue, gue enggak bisa menolak karena nggak enakan sama Deva.

"Itu mah biasa," sahut Deva, lalu pergi.

Adrian menoleh ke gue sambil tersenyum. "Ya udah yuk pulang."

Gue menatap dia sengit sambil mengekor di belakang menuju motornya. Adrian memasang helmnya kemudian naik keatas motor.

"Udah dong ngambeknya," sahut Adrian tertawa geli. Apanya sih yang lucu, bego.

Gue mulai naik di jok belakang, tak lama motor Adrian keluar dari sekolah membelah jalanan kota.

.

.

.

"Masuk dulu, Ian," ajak gue sesaat setelah sampai di depan gerbang rumah gue.

Adrian mengangguk, kemudian memarkirkan motornya di halaman rumah gue lalu kami berdua masuk menuju ruang tamu.

Adrian menyapa dan mengajak ngobrol Ibu gue dengan ramah. Heh, apaan itu modusnya. Gue pamit ke Adrian mau meletakkan tas di kamar dulu. Sesaat gue balik lagi, tau-tau si Adrian baru aja pulang.

"Siapa itu tadi, Sha?" tanya Ibu gue.

"Adrian," jawab gue pendek, males ngomongin si Buaya.

"Elisha udah bisa pacaran, toh?" Ibu gue senyum-senyum menggoda gue.

Gue melongo, heran gue sama pemikiran orang-orang. "Enggak, Ibuu."

"Oh, belum ya, berarti sekarang lagi otw dong," lanjut ibu membuat gue menepuk jidat. Kenapa sih jiwa gaul ibu keluarnya sekarang? Gak tepat tahu.

"Ya udah, Ibu tunggu kabar pacarannya, kasihan nih anak ngejomblo dari dulu." Ibu beranjak lalu berjalan pergi dari ruang tamu. "Lumayan kan Sha, anaknya ganteng."

WAIT? APA? KENAPA COBAAN GUE SEBERAT INIII? ADUH, INI KENAPA IBU BISA KEMAKAN OMONGAN BUAYA SIHH.

Gue langsung pergi juga, langsung masuk kamar. Malas berdebat sama Ibu. Bisa-bisa nanti malah jadi panjang. Toh, gue enggak akan menang juga kan.









































Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa vomments ya_^

Goodboy VS FakboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang