Tidak ada yang baik di dunia ini. Semuanya pendosa. Termasuk keluargaku sendiri. Hanya karena adikku memiliki otak yang lemot. Mereka keji memukulnya hingga terbunuh. Aku benci keluarga ini. Apa keluarga seperti ini juga ada di luaran sana? Sulit dipercaya.
"AMELIAAA!"
Argh! Teriakan itu lagi. Aku sungguh muak harus mendengarnya setiap malam. Padahal dia sendiri yang membunuhnya. Dia juga yang tidak terima. Sementara Papa pergi begitu saja meninggalkan aku dengan Mama di rumah bekas penganiayaan ini.
Satu hal yang paling aku benci saat berada di rumah ini. Adikku, Amelia selalu menampakkan diri. Gadis kecil berumur delapan tahun, rambut panjang sebahu dan pecinta cermin itu acapkali muncul di depan Mama. Membikin beliau berteriak di sela senyum rindu akan putrinya itu.
Aku tersenyum miring. Di atas kasur dengas selimut menutupi kaki hingga pinggang, tatapan mata coklatku tak teralihkan dari pepohonan di luar. Aku melihatnya melalui jendela balkon yang terbuka lebar. Jamanika putih nan tipis beterbangan diterpa anila. Lalu hembusan nafas keluar dari hidungku secara pelan.
Teriakan Mama dari kamar sebelah sudah tak terdengar lagi. Apa mungkin Amelia sudah datang? Entahlah. Aku tidak bisa melihat senyum manisnya lagi. Kapan Mama menyiksanya aku tidak tahu. Kejadian itu terjadi di kala aku ada di luar rumah. Ada ekstra teater hingga larut malam, dikarenakan tiga hari lagi akan ada lomba di Palembang.
Tapi, aku tidak bisa mengikuti lomba itu. Timku di diskualifikasi sebab aku datang terlambat. Sampai kini, teman-temanku benci akan aku. Padahal keterlambatan itu disebabkan oleh kasus pembunuhan oleh keluargaku sendiri. Ya, setelah tiga hari berlalu. Tetanggaku mencurigai bau menyengat di taman belakang rumah ini. Sulit sekali dipercaya, ternyata mayat Amelia terpendam di sana. Tepat di bawah pohon mangga, tempat Amelia bermain.
Pantas saja selama tiga hari itu aku tidak melihat senyum manisnya. Mama Papa bilang, dia ada di rumah nenek. Jadi, aku tidak lagi mencari atau mencemaskannya. Tapi, hari itu tiba. Aku sampai dijauhi teman karena harus menemani orang tuaku yang kena sidang polisi.
Sejak saat itu. Aku tidak pernah lagi melihat senyuman Amelia. Dia sudah pergi, tidak akan pernah kembali. Kenangannya hanya terpendam dalam hati. Telapak tanganku menutup kedua mata. Sungguh, aku tidak mau menangis.
BRAK!
Demi apa aku terkejut mendengar gebrakan itu. Ternyata jendela balkon tertutup sendiri karena angin. Tanganku mengelus dada, berusaha tenang.
"Gila, padahal ini masih jam tujuh. Tapi kesannya udah nggak enak gini."
"TIDAK! MAAFKAN AKU! Maafkan Mamamu ini Amelia ...." Suara Mama kembali terdengar. Ingin rasanya aku berada di sisi beliau. Menenangkannya, menghiburnya. Namun, apalah daya. Setiap kali aku menbesuk, dia selalu marah besar. Berteriak di depanku. Seolah kejadian ini sepunuhnya aku yang salah.
Mama menyalahkan aku, sebab di saat kejadian itu. Aku tidak ada di sebelah mereka untuk menenangkan emosi Mama. Apalagi untuk menyelamatkan Amelia.
Kedua kakiku terlipat ke atas. Meringkuk dengan menenggelamkan kepala. "Ma ... sadarlah, masih ada aku yang butuh Mama di sini."
"AAAA ...!"
Kontan aku menegakkan kepala. Suara Mama tidak pernah sekencang itu. Apalagi teriakannya seperti kesakitan. "Apa pun itu, aku harus menjenguk Mama."
Kusibak selimut itu. Menurunkan kedua kaki ke lantai. Sampai di situ aku terdiam terpaku. Apa ini? Telapak kakiku terasa dingin, licin dan kental. Kualihkan tatapan ke bawah. Bibir bawah ini terbuka pelan, lalu beku.
Cairan itu bukan cairan biasa. Tapi darah, yang setiap detik aku tatap selalu mengalir luas. Bau amis pun kian menyerbak. "Kumohon, ini bukan pertanda buruk bukan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER HOROR : Let's Sing a Song
HorrorTok ... Tok ... Tok ... Oh, tidak! Itu Nina yang datang! Seringaiannya terlihat di balik jendela kamarku. Mata bolong berdarah-darah itu terus menatapku. Ini pasti gara-gara ibu yang selalu menyanyikan lagu Nina Bobo setiap sebelum aku tidur! *****...