Gloomy Sunday

18 4 0
                                    

Sunday is gloomy
My hours are slumberless
Dearest the shadows
I live with are numberless

Little white flowers
Will never awaken you
Not where the black coach
Of sorrow has taken you
Angels have no thoughts
Of ever returning you
Would they be angry
If I thought of joining you

Gloomy Sunday

Gloomy is Sunday

Gloomy Sunday ....

Samar-samar ayunan lagu itu terdengar, mengiringi langkah kaki sorang perempuan. Dengan isakan tagis berderai air mata, perempuan itu berjalan menuju balkon kamarnya. Menaiki pagar balkon tersebut, kemudian membiarkan tubuhnya jatuh dari atas sana hingga bertemu dengan tanah. Tubuh perempuan itu kini tergeletak tidak bernyawa.

***

“Kita jadi pindah rumah hari ini Bu?” tanya seorang anak remaja perempuan pada Ibunya.

“iya, kita akan pindah rumah hari ini Amaya,” jawab Ibunya.

“Rumahnya bagus gak Bu?” Amaya kembali bertanya.

“Lihat saja nanti, kamu pasti suka!”

Amaya tidak bertanya lagi, dan memilih membantu Ibunya berkemas agar bisa segera pindah rumah.

***

“Wah ..., ini rumah baru kita Bu?” tanya Amaya antusias ketika sampai di halaman sebuah bangunan minimalis berlantai dua yang akan menjadi rumah barunya.

“Iya, ini rumah barunya. Kamu suka kan?” tanya balik Ibunya.

“Suka banget Bu. Yang ada balkonnya itu jadi kamar Amaya yah Bu!” kata Amaya dengan senyum bahagianya. Dan dengan tangan yang terangkat, mengarahkan jari telunjuknya ke arah balkon rumah.

“Terserah kamu saja, ayo kita masuk!” sahut Ibunya.

***

Pagi hari telah tiba, mentari bersinar menggantikan tugas rembulan. Amaya segera bangun dari tidurnya, dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Dia tidak boleh terlambat karena hari ini hari senin dan hari pertama dia sekolah di sana.Yah, karena dia pindah rumah jadi sekolahnya juga pindah.

“Wow, sekolah yang bagus. Tapi apakah aku akan punya teman disini?” tanya Amaya pada dirinya sendiri.

Sejak tadi Amaya barjalan, tapi sampai sekarang dia belum menemukan ruang kepala sekolah yang sejak dia dirumah sudah menjadi tujuan pertamanya. Karena merasa lelah mencari sendiri, akhirnya Amaya memutuskan untuk menghampiri seorang siswa laki-laki yang sedang duduk membaca buku di teras sekolah didekatnya.

“Hay,” sapa Amaya. “Kamu tau gak dimana ruang kepala sekolah ini?” sambungnya lagi.

Mendengar suara Amaya, laki-laki itu mendongakkan kepalanya menatap Amaya.

“Dari sini, lurus kesana, nanti ada tiga jalan pilih ke kanan, lalu ada dua belokan lagi, pilih belok ke kiri, kemudian lurus ajah. Nah di depan itu ruang kepala sekolah,” jawab laki-laki itu.

“Emm ..., kamu antarin bisa gak?” pinta Amaya. “Aku gak bisa ingat petujuk dari kamu,” sambung Amaya.

“Ayo,” ajak laki-laki itu, sambil menutup buku yang dibacanya, kemudian berdiri, dan berjalan mendahului Amaya.

Amaya hanya mengikuti dari arah belakang karena tidak tahu jalan.

“Nah, ini ruang kepala sekolah.”

“Iya, terimakasih dan maaf ngerepotin. Ngomong-ngomong, siapa nama kamu?”

“Elandi.”

“Ouh, salam kenal aku Amaya. Aku masuk dulu yah, sampai ketemu lagi!” ucap Amaya dengan tersenyum, lalu berjalan memasuki ruang kepala sekolah.

SEPTEMBER HOROR : Let's Sing a SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang