"Hufftt ... capek juga baca cerita horror sepanjang ini," seorang gadis bersurai sebahu itu meregangkan otot-otot tubuhnya setelah melempar ponselnya ke samping.
Kantung mata yang nampak hitam di kedua matanya, sudah menunjukkan jika gadis itu kelelahan dan mengantuk. Dia menoleh ke kanan, melirik sekilas jam dinding. Pukul sebelas lebih lima belas menit, sudah hampir setengah dua belas malam.
Gadis bernama Anjani itu diam sejenak, entah apa yang dia pikirkan saat ini. Di kamarnya yang sepi itu, hanya terdengar suara detikkan jam dan deruhan napasnya sendiri. Benar-benar sepi.
Anjani menarik selimutnya berniat untuk tidur, namun kedua matanya seakan menolak untuk terpejam. Dia hanya diam berbaring sembari menatap langit-langit kamar.
"Eh, hari yang di cerita tadi hari apa, ya? Jum'at kliwon apa jum'at legi?" monolog Anjani berpikir.
Anjani menghela napasnya. Dia mengambil ponselnya kembali. Menyalakan layar hitam yang kini menjadi layar bercahaya yang menyorot wajah sawo matangnya.
Kedua alisnya tertekuk ke bawah, menandakan bahwa Anjani tengah fokus menggulir cerita horror yang tadi ia baca.
"Aku suka bermain denganmu. Senyumanku sangat lebar hingga pipiku terlihat sobek. Mataku sangat lebar hingga terlihat keluar dari kelopaknya. Bayangkan saja aku, jika kamu ingin bermain. Sampai jumpa di hari jum'at legi. Hihihihi."
"Kok sekarang jadi serem, sih? Tadi perasaan, gue baca juga biasa-biasa aja. Ah, gak seru pikiran lo, An!!"
Anjani kembali melempar ponselnya. Berusaha untuk bersikap tidak peduli dengan cerita fiksi itu.
Dia kembali menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Anjani berusaha memejamkan matanya.
***
Waktu terus berjalan, malam semakin larut, udara dingin di malam hari mulai menusuk masuk tulang Anjani. Meskipun gadis itu sudah membalut tubuhnya dengan selimut tebal, tetap saja tubuhnya seakan ditiup oleh angin kencang yang dingin.
Anjani tidak bisa tertidur. Dari setengah jam yang lalu, gadis itu hanya memejamkan matanya saja.
Tik ... tok ... tik ... tok ...
Suara detikkan jam dinding semakin terdengar jelas, Anjani semakin memfokuskan pendengarannya. Kamarnya mendadak terasa pengap membuat Anjani sedikit sesak napas.
Ini kenapa jadi pengap, ya? Apa perasaan gue doang? Batin Anjani bertanya-tanya.
Tik ... tok ... tik ... tok ...
"Sstt ... sstt ..."
Tik ... tok ... tik ... tok ...
"Sstt ... sstt ..."
Tik ... tok ... tik ... tok ...
"Ayo main."
Sontak, Anjani membelalakkan kedua matanya lebar-lebar. Pupil matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Apa yang dia dengar barusan? Tidak-tidak! Anjani pasti salah dengar. Dia memejamkan mata lagi.
Dan ya .... suara detikkan jam semakin terdengar jelas.
Tik ... tok ... tik ... tok ...
"Sstt ... sstt ... Anjani ... hihihi ..."
Suara itu semakin jelas. Sebelumnya hanya bisikan samar, kini bisikan itu seakan berada tepat di belakang Anjani. Mendadak jantung Anjani berdetak kencang tidak karuan. Suara itu benar-benar ada. Anjani menelan salivanya susah payah.
Tik ... tok ... tik ... tok ...
"Anjani ... hihihi ... ayo main bersamaku ... hihihi ..."
"Anjani ... hihihi ... carilah aku ..."
Tolong! Pacu jantung Anjani semakin tidak teratur! Dia hanya bisa mematung di tempat tidurnya, menggerakkan tangannya saja rasanya tidak bisa. Anjani merasa ada seseorang dibelakangnya yang kini sedang menatapnya dengan melotot. Keringat mulai bercucuran di dahi Anjani.
"Sstt ... sstt ... sstt ..."
"Anjani ... hihihi ... ayo bermain ..."
"Jum'at legi ... hihihi ..."
Anjani ingin berteriak rasanya! Suara tertawa melengking itu seakan menusuk gendang telinganya!! Terdengar begitu dekat! Sangat dekat! Anjani memejamkan kedua matanya sambil meremat sprei tempat tidurnya kuat-kuat.
"Anjaniii ... hihihihihi ... ayo bermain Anjani ... hihihi ..."
Tiba-tiba, suara itu menjauh perlahan. Bahkan sekarang sudah hilang. Sunyi. Sepi. Kembali seperti sebelumnya. Hanya terdengar suara detikkan jam dan deruhan napasnya sendiri.
Perlahan, Anjani membuka kelopak matanya. Dia melirik ke kiri dan ke kanan dibalik selimutnya. Anjani bernapas lega. Mungkin itu hanya mimpi.
"Alhamdulillah ..." monolog Anjani kemudian membuka selimut yang menutupi wajahnya.
Anjani berusaha menetralkan deru napasnya, tapi .... itu suara napas siapa?! Apa ada orang lain di sini?!!!
"Anjaniii ... hihihi ... tenang, aku masih ada di sini ..."
Beberapa helai rambut panjang jatuh di pipi kiri Anjani. Rambut berwarna hitam itu berayun ke kanan dan ke kiri. Dengan ragu-ragu, Anjani menolehkan wajahnya ke langit-langit kamar.
"Baa!!! Hihihihi ... hihihihi ... hihihihi ..."
Sesosok hantu perempuan dengan rambut panjangnya yang basah. Seringaiannya lebar berdarah-darah, matanya melotot dengan ukuran besar yang berbeda seakan hampir lepas dari tempatnya, wajahnya hancur dengan belatung yang menggeliat di kedua pipinya. Satu lagi, tubuhnya menghilang.
"Baaa .... hihihihi .... Anjani ...."
END

KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER HOROR : Let's Sing a Song
HororTok ... Tok ... Tok ... Oh, tidak! Itu Nina yang datang! Seringaiannya terlihat di balik jendela kamarku. Mata bolong berdarah-darah itu terus menatapku. Ini pasti gara-gara ibu yang selalu menyanyikan lagu Nina Bobo setiap sebelum aku tidur! *****...