Happy birthday to you...
Happy birthday to you...
Happy birthday Happy birthday..
Happy birthday to you...Aku ikut tersenyum senang tatkala semua orang bernyanyi berbahagia mengelilingi Firla malam ini. Dengan gaun putih khas anak kecil ulang tahun, Firla membenarkan letak mahkotanya yang entah kenapa bisa miring. Giginya yang sebagian masih gigi susu meringis senang sebelum akhirnya memadamkan api lilin berangka 10 tersebut. Suara riuh tepuk tangan menggema pada ruangan 6x8 meter tersebut, setiap oksigen-oksigen yang diteriakan berbaur bersama asap harapan dari lilin yang barusan dipadamkan Firla.
"Jadi, potongan kue pertama mau Firla kasih ke siapa dulu nak?" tanya Tante Milla yang saat itu menjadi MC di acara ulang tahun si anak bos, Firla.
Aku masih hanya mengawasi Firla dari radius ±1 meter ini. Sebenarnya aku tak berharap Firla mengerahkan potongan kue pertamanya untukku, karena itu tak mungkin. Dan benar, gadis yang hanya setinggi telingaku itu kini sedang berjalan mendekat seseorang dengan sepotong kue ulang tahunnya, dan ternyata itu dibawakannya untuk Tante Milla.
Tante Milla tersenyum sumringah sambil menerima suapan dari Firla, "Eum, makasih sayang." Sebagai bonus, Firla mendapatkan kecupan di keningnya oleh Tante Milla.
Senang bukan main Firla. Aku bisa merasakan itu. Terakhir Firla mendapatkan kecupan hangat seperti tadi adalah disaat dia berumur 5 tahun. Aku masih mengingat betapa eratnya almarhumah Ibu Firla mendekap putrinya sebelum Ibu Firla pergi ke suatu tempat yang sangat jauh disana. Aku masih ingat saat si kecil Firla yang meraung tanpa suara di samping tubuh kaku ibunya. Aku masih ingat saat Firla mulai banyak diam tak ceria seperti biasanya lagi.
Maka dengan baik hati, aku tersenyum ke arahnya saat itu. Aku tak menyangka senyuman kakuku akan dibalas manis oleh Firla. Hingga seterusnya Firla terus bercerita dengan gerakan tubuhnya bersamaku. Mungkin orang lain tak akan mengerti kisah apa yang coba Firla ceritakan kepadaku. Namun, mungkin karena kami sama-sama pendiam serta tak punya teman, aku bisa paham betul setiap kata yang coba ia salurkan kepadaku. Dia bercerita bahwa dia sangat benci sekaligus menyayangi hari ulang tahunnya. Ia sangat benci karena ia pasti akan teringat akan perginya sang Ibunda. Namun hatinya akan kembali senang saat ia mengingat pertemuan pertama kami di hari ulang tahunnya yang ke 5 saat itu.
Hingga baru beberapa bulan berlalu pasca meninggalnya Ibu Firla, tahu-tahu Ayah Firla sudah mengucapkan janji suci dengan wanita lain. Awalnya Firla biasa-biasa saja, bahkan terlihat bahagia saat itu. Firla yang polos tentu saja mengira bahwa wanita tersebut benar-benar bisa menghidupkan ibunya meski dalam versi yang lain. Namun segala bentuk angan dan mimpi Firla harus dilepaskannya jauh-jauh. Pengganti ibunya itu justru kerap kali tak berada di rumah. Entah itu sedang berbelanja di mall atau sekadar berkumpul bersama sesama sosialitanya.
Firla tetap sendiri. Tak ada yang mengajaknya bermain boneka, menanam bunga mawar di taman belakang, serta mengajarinya bersepeda. Sang Ayah pun sama, dia terlalu bersenang-senang dengan berkas-berkasnya. Demi melihat senyum di bibir mungil Firla lagi, kucoba dekati dia lagi dan berusaha untuk tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Tak perlu waktu lama bagiku dan Firla untuk saling akrab. Meski tak membantu banyak, Firla tetap mengoceh kepadaku tentang betapa sepinya dia saat tak ada teman yang mau satu kelompok bernyanyi dengannya, betapa kesalnya dia saat lagi-lagi diolok tidak bisa membaca, betapa senangnya dia bisa berteman selama 5 tahun ini bersamaku, dan betapa sakitnya dia saat pengganti ibunya itu tiba-tiba menelfon seseorang dengan berkata bahwa ia benar-benar ingin membalas dendam atas apa yang terjadi pada kematian mantan kekasihnya oleh Ayah Firla 6 tahun silam. Walau tak tahu pasti makna perkataan dari pengganti ibunya tersebut, Firla tetap merasa sakit di dadanya. Bahkan setelah tiga bulan berlalu pun, kalimat yang dilontarkan wanita itu tetap membuat Firla cemas dan was-was.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER HOROR : Let's Sing a Song
HorrorTok ... Tok ... Tok ... Oh, tidak! Itu Nina yang datang! Seringaiannya terlihat di balik jendela kamarku. Mata bolong berdarah-darah itu terus menatapku. Ini pasti gara-gara ibu yang selalu menyanyikan lagu Nina Bobo setiap sebelum aku tidur! *****...