CHAPTER 7 (Sidang Lusi)

235 35 0
                                    

"Pilihan itu selalu saja antara benar dan salah. Di jalan mana kamu berdiri, maka di sanalah keputusan itu diambil."

***

"Loh ... V kok enggak ikut ke halaman belakang?" Bu El tampak heran melihat Via leyeh-leyeh di atas tikar, melipat selimut yang semalam digunakannya untuk tidur. Sebagian besar narapidana berbaris ke luar dari dalam sel.

Seperti biasa, hari jum'at pagi lapas khusus perempuan mengadakan acara jum'at bersih. Sebagian tahanan akan digiring ke halaman belakang untuk menyiangi rumput dan bercocok tanam, sisanya membersihkan bagian dalam lapas.

"Kak V 'kan Pidana seumur hidup, enggak boleh beraktifitas di luar tembok." Ica yang menjelaskan. Hari ini dia tampak bersemangat sekali, mungkin karena bisa curi-curi pandang dengan polisi-polisi muda yang mengawasi pekerjaan mereka.

"Aih ... maaf V aku lupa soal itu." Bu El terkekeh. Via hanya tersenyum miring seraya melanjutkan bebenah. Beberapa minggu terakhir selepas Mamih Lusi dipindahkan ke lapas lain keadaan di ruang sel mereka cukup damai. Anak buah Mamih Lusi pun tidak lagi berani mengganggu Via dan kawan-kawannya karena sudah kehilangan 'boss' mereka.

"Kalau aja Aisha masih ada, pasti dia yang paling seneng bebenah gitu." Ica tampak mengenang. Teringat kembali akan Aisha.

Via mengalihkan pandangan, entah kenapa perasaannya selalu tidak nyaman mendengar nama Aisha. Selepas sipir Luna mengabarkan kematian Aisha selang dua hari dari tragedi roti selai nanas itu Via merasa perasaannya kacau balau, sekali lagi dia harus kehilangan seseorang yang dekat dengan kehidupan dirinya. Dan itu betul-betul menyiksa.

"Dokter bilang racun itu merusak organ vitalnya. Bisa bertahan dua hari saja sudah mukjizat dari Tuhan."

Kembali, penjelasan sipir Luna terngiang ditelinga. Membuat dada gadis itu sesak, sekali lagi dia tidak berdaya, hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi.

"Kalau inget ya doa in aja, sudah ah ... sebaiknya kita cepat menyusul yang lain. Nanti dimarahin sipir tahu rasa loh." Bu El mengibaskan lengan. Menarik Ica agar gegas ke luar dari dalam ruangan itu. Biar dalam kondisi hamil 7 bulan, dia masih tampak sehat dan bersemangat.

"Ah iya, besok sidang Lusi bukan?"

Bu El teringat sesuatu, kembali menolehkan pandangan ke arah Via. Gadis itu hanya menyeringai, menganggukan kepalanya.

"Kak V, kakak harus berhati-hati, siapa tahu nanti perempuan itu macam-macam lagi." Ica mengingatkan. Jelas sekali dia masih kesal dengan Gembong Narkoba itu.

"Sudah, sana pergi." Via mengibaskan lengan, sekalipun dalam hati dia membenarkan ucapan Ica, bagaimanapun juga, dia harus berhati-hati terhadap perempuan satu itu.

***

"V, kau kenapa? Kok kelihatan pucat sekali?" Luna menegur, diperhatikan raut wajah gadis di hadapannya yang hari itu lebih mirip kapas layu tertiup angin. Kulit ari di bibirnya bahkan mengelupas.

"Sejak lahir aku ini sudah pucat, apa yang beda?" Gadis itu malah berkelakar. Berusaha terlihat ceria sekalipun jelas itu hanya dibuat-buat.

Semalaman Via tidak tidur, sibuk membaca koran-koran bekas serta potongan artikel lama yang diberikan Sipir Luna kepadanya. Butuh waktu berhari-hari hanya untuk merayu perempuan galak itu agar bersedia mengirimkan apa yang dia minta.

"Memang buat apa? Ini semua koran dan artikel lama. Tidak akan berguna." Saat itu Luna menatap Via dengan heran, malas-malasan memberikan sebundel kertas ke tangannya.

"Kau, dengan otak kecilmu itu tidak akan mengerti." Via mencibir.

"Cih, mulutmu V, andai saja bukan di dalam penjara sudah kutuntut dirimu untuk perbuatan tidak menyenangkan!" Luna berdecih.

[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang