"Berbuat dosa kemudian berdalih? Itu sudah sifat dasar manusia bukan? Apa yang salah?"
***
"Untuk apa kau menemuiku?"
Mamih Lusi melipat lengan di depan dada. Sebelah alisnya terangkat melihat kapten muda berparas tampan yang kini duduk di seberang meja. Entahlah, sebetulnya perempuan tua yang tengah menanti hari H menjelang eksekusi hukuman mati itu sudah bisa menebak apa tujuan dari tamunya. Sejak insiden tidak terduga satu bulan lalu itu, dirinya adalah satu dari sekian orang yang jadi incara para intel, detektif, serta polisi berpangkat lain.
"Jangan bilang kau bertanya soal V?!"
Belum sempat laki-laki itu bersuara, Mamih Lusi keburu memotong. Membuat si Kapten Polisi menelan kembali kata-katanya.
"Lihat, hanya hitungan bulan bagiku untuk hidup. Dan yang kalian semua tanyakan lagi-lagi soal Setan Kecil itu? Ck!"
Kapten Aris berdeham, jelas dia tidak ada urusan lain dengan perempuan di depannya selain itu. Bukan apa, hanya saja sebagai orang yang pernah ingin menghabisi Via juga. Mamih Lusi tentu saja jadi terduga lain dari kasus hilangnya Via Nadhira.
"Aku tahu, anda mungkin sudah muak didatangi orang seperti saya ini. Tapi ... jujur saya tidak ada pilihan lain kecuali anda." Kapten Aris berterus terang.
"Kau tahu? Kalau saja boleh jujur ... aku memang ingin sekali menghabisi V sampai anak itu menyesal pernah dilahirkan. Tapi tidak ... aku tidak punya kesempatan." Perempuan itu memasang wajah sedih yang tidak perlu. Kapten Aris hanya bisa menghela panjang dengan keterusterangan itu.
"Aku sudah dijebak sekali oleh bajingan bernama Rain Sanjaya itu. Karena ulahnya aku tidak lagi bisa mengajukan kasasi ke pengadilan. Hanya bisa pasrah menunggu maut seperti halnya Anjing Kurap yang tengah sekarat. Jadi mana mungkin aku tahu di mana sebetulnya Setan Kecil itu berada?!"
Kapten Aris terdiam sejenak, "seberapa banyak anda pikir orang yang menginginkan V mati?" Kejarnya.
"Banyak! Dia itu jelmaan nyata dari kata 'sial', tentu saja orang-orang akan sangat senang kalau da tiada. Tapi ...." kalimatnya terhenti. Sejenak tatapan Mamih Lusi menerawang, seolah mencari kosa kata yang pas.
"Yang menyukainya pun tidak kalah banyak. Kau bisa buktikan itu dengan orang-orang di lapas khusus perempuan. Dipastikan mereka semua saat ini sedang berenang dalam air mata sendiri karena kabar hilangnya gadis itu." Lanjut Mamih Lusi.
"Ya, aku juga tahu soal itu." Kapten Aris mengiyakan, dia jelas masih ingat bagaimana histerisnya seisi tahanan manakala dia datang bersama kepala Sipir untuk mengambil semua barang milik Via Nadhira yang masih tertinggal di lapasnya.
"Gadis itu punya magnet yang membuat orang tertarik sekaligus iri. Kagum sekaligus benci. Saranku ... kalau kau sangat ingin tahu apakah dia masih hidup atau mati, maka carilah bukan hanya orang yang kemungkinan besar membencinya, tapi juga menyukai dirinya." Perempuan Paruh Baya itu memberi saran sebelum kembali ke dalam sel kurungannya.
Kapten Aris termenung, belum juga beranjak dari tempat duduk sekalipun Mamih Lusi sudah menghilang dari sana. Dia jelas melupakan bagian rumpang yang satu itu. Bukan hanya orang yang membenci, tapi juga menyukai. Dia jelas lalai mencaritahu siapa saja yang menyukai gadis itu.
"Ajudan, tolong segera kumpulkan informasi mengenai teman, kerabat, rekan kerja, ataupun kolega yang sekiranya punya hubungan dekat dengan Via Nadhira. Sore ini laporannya kau simpan di meja kerjaku." Perintahnya seraya meninggalkan ruang kunjungan.
Bagaimanapun caranya, kasus ini harus menemui titik terang.
***
"Presiden Komisaris dari AIGOS AUTOCAR LC. Reano Daniswara hari ini tiba di Indonesia untuk peninjauan lokasi pembangunan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AçãoWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...