"Dendam itu seperti lingkaran Setan, kalau terus dipenuhi dan dibalas, selamanya kau akan terjerat dalam genang darah."
***
"Kau benar-benar culas Vi, tak heran jika mereka menjuluki dirimu Setan Kecil."Rain menggeleng-gelengkan kepala, menatap gadis pucat yang saat ini masih terduduk di lantai. Beberapa perawat serta dokter tampak berusaha menghentikan pendarahan dari lengan dan bekas luka di dada gadis itu.
Via tampak kepayahan, menyeringai ke arah pria itu. "Mau bagaimana lagi? Malaikat Maut saja mengutuk diriku bukan? Dia enggan berurusan denganku." Kelakarnya, berusaha tersenyum namun darah lebih dulu meleleri sudut bibirnya.
Apa yang baru saja dia lakukan mau tidak mau membuat luka di dadanya kembali mengeluarkan darah. Melukai bukan hanya di luar namun juga di dalam tubuhnya. Saat ini untuk sekadar berdiri saja Via benar-benar tidak punya tenaga.
"Kau, kenapa kau melakukan ini hah?!" Andika yang begitu masuk ke dalam ruangan mendapati Rain ada di sana langsung berubah bringas. Dia benar-benar kecewa campur marah mengetahui kenyataan bahwa orang yang hendak menghabisi Via adalah kawannya sendiri.
Rain, dengan posisi masih mengangkat tangan dibawah todongan sepasukan polisi hanya tertawa. Menatap Andika dengan sinis, "bahkan sampai saat ini kau masih perduli dengan monster itu? Ck ... ayolah Andika, tidak laku kah dirimu kepada gadis lain? Dia bahkan tidak cantik."
Mendengar nada menghina dari pria itu Andika naik pitam. Dia berusaha menerjang namun polisi langsung mencegah. "Tolong tenang, ini sudah jadi urusan kami sekarang." Ucap mereka sembari hendak meringkus Rain.
Via menatap laki-laki itu dengan dahi berkerut, entah kenapa dia merasa ... sikap menurut yang ditunjukan Rain itu ... seperti keheningan menjelang badai. 'Apa yang akan kau lakukan sekarang Rain?'
Bruk!
Ketika seorang polisi bermaksud memasangkan borgol di lengannya Rain tiba-tiba saja menyikut perutnya dengan keras. Mendorong trolley yang semula ia bawa ke arah polisi-polisi itu dan menerobos ke luar.
"Sial, cepat tangkap penjahat itu!"
Mereka berlarian ke luar dari dalam ruang rawat. Sebagian mengejar, sebagian lagi mulai menghubungi unit taktis agar menyiapkan pasukan untuk mengepung rumahsakit Ibukota.
Via dibantu beberapa perawat serta Andika kembali ke atas ranjangnya. "Kau baik-baik saja?" Pria itu menatap Via dengan cemas. Dari luar terdengar sirine mulai meraung-raung. Sepertinya pengejaran Rain akan berlangsung dramatis.
Via tidak menjawab, bibirnya tersenyum tipis. Menatap ke arah pintu ke luar sambil menggeleng-gelengkan kepala. Beberapa perawat tampak mulai membereskan bekas kekacauan.
"Kenapa senyum? Kamu suka dia kabur Vi?" Andika menatap Via dengan wajah ditekuk. Via mendongak, "apa? Kenapa kau memasang wajah jelek seperti itu?" Dia malah balas bertanya.
"Kau ini ... coba lihat, bajing*n itu sudah membuatmu terluka lagi. Tapi kau malah senang melihat dia lolos dari polisi. Menyebalkan!" Andika membuang muka.
Via tersenyum kecil, "kau cemburu?"
Andika mengerjap, tidak menyangka gadis itu akan menanyakan sesuatu yang tidak terduga. "Apa? Aku? Cemburu? Cih." Elaknya, kembali membuang muka.
Via menaikan alis, tertawa kecil melihat wajah salah tingkah yang ditampilkan Andika, telinganya saja bahkan merah seperti tomat.
"Telingamu merah itu," godanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AksiyonWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...