"Harusnya ada sesuatu yang terlewat, semua terasa salah ... terasa tidak berguna."
***
"Bagaimana pak? Apakah sudah ada kabar?"
Sekali lagi Andika datang ke kantor polisi. Dalam satu bulan ini dia sudah bolak balik ke sana lebih dari 20 kali. Terus bertanya tentang hal serupa berulang-ulang.
"Apakah kalian sudah berhasil menemukan Via?"
"Mohon maaf pak, kami belum bisa-"
Brak!
"Cukup!"
Tiba-tiba saja Andika menggebrak meja. Membuat polisi yang ada di depannya terperanjat kaget. "Berhenti mengatakan kalimat seperti itu! Aku sudah muak mendengarnya!" Teriak Andika dengan nada marah. Sepasang lengan kekarnya bahkan sudah mencengkram kerah kemeja polisi itu.
"T-tolong tenang pak-" laki-laki itu berusaha melepaskan diri. Beberapa orang rekannya bahkan berlarian, mencoba melerai mereka berdua.
"Dasar polisi tidak berguna! Selama ini apa yang kalian lakukan?! Kenapa mencari satu orang wanita saja tidak becus?!" Makinya.
"Andika, sudah ... ayo, ikut aku!"
Luna yang semula lewat di depan kantor dan mendengar keributan spontan menarik Andika ke luar dari sana. Bagaimanapun juga, laki-laki itu akan terkena masalah jika terus membuat keributan di sana.
"Lepaskan!" Laki-laki itu melepaskan cengkraman Luna dengan kasar.
"Berhenti bertingkah bodoh Andika! Kau hanya akan membuat semuanya semakin runyam!" Gadis itu menghentak.
"Lantas bagaimana? Sampai saat ini Via masih belum juga ditemukan! Aku tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati, bagaimana bisa aku diam saja?!" Laki-laki itu mengerang frustrasi.
"Aku tahu, tapi polisi juga sudah berusaha sangat keras. Mereka mencari ke semua pelosok negeri. Mencari keberadaan Via di setiap tempat, tapi nihil. Via tidak ada di manapun." Gadis itu menggeleng putus asa.
Sejak insiden itu terjadi, Luna tidak pernah berhenti memikirkan Via. Setiap ada waktu luang dia selalu menyempatkan diri menyebarkan selembaran serta mengirim foto dari gadis berwajah pucat itu ke berbagai tempat. Berharap ada barang sedikit petunjuk diketemukan.
Bayangan para Narapidana yang melongo sekaligus tampak terluka saat dirinya menyampaikan ihwal kepergian gadis itu tidak bisa dia lupakan.
Ica yang menangis meraung-raung, Bu El yang terisak pelan. Serta anak-anak lapas lain yang menunduk seolah kehilangan cahaya.
Sekali lagi lapas itu berduka, kehilangan satu sosok yang betul-betul dianggap sebagai sumber cahaya.
"Aku sungguh hanya ingin tahu nasibnya. Hanya ingin tahu barang satu dua kata kabar yang mengatakan dia baik-baik saja. Tidak lebih." Andika terduduk di depan teras kantor polisi dengan lemas.
"Pulang dan istirahatlah, jangan sampai sakit karena ini semua. Di luar sana V pasti tidak akan senang kalau kau seperti ini." Ditepuk bahu pria itu pelan.
Andika mau tidak mau mengangguk, berjalan lunglai meninggalkan tempat itu. Tempat di mana kenangan pahit dan manis bersama Via pernah terukir.
***
"Ah, datang juga akhirnya!"
Baru saja turun dari mobil, Andika mendapati seorang pria tua tengah duduk menunggu di teras rumah. Kemeja yang dikenakan pria itu tampak sudah kembali lusuh sejak kali terakhir Andika membelikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AcciónWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...