CHAPTER 9 (Seseorang di Masalalu)

230 36 0
                                    

"Kau dikutuk V, bahkan Malaikat Maut saja enggan melihat wajahmu." (Bayangan di bawah Bulan)

***

"Hei kau! Siapa kau hah?!"

Ica berteriak panik, spontan membangunkan para narapidana lain. Via jatuh tersungkur di atas lantai, belati itu sempurna menancab di atas dadanya. Sejenak dia merasa seakan waktu membeku di titik itu, mulutnya yang mulai berleleran darah ternganga, tatapan matanya terkunci ke satu titik.

Bayangan gelap itu.

"K-kau ... s-siapa kau?" Dia bertanya dengan napas yang sudah putus-putus. Sepasang mata dibalik masker itu tampak tak asing, seolah pernah dia lihat entah di mana.

Entah kenapa, sekalipun hampir keseluruhan wajahnya ditutupi. Via seakan bisa menembus wajah dibalik itu, tersenyum puas melihat darah yang mulai merembes dari luka tusuk di dadanya.

"Bajingan! Ke mana semua sipir itu?!"

"Hei kau, siapa kau beraninya masuk ke mari?!"

"Kak V, Ya Tuhan ... bertahanlah!"

Ruangan tahanan itu langsung rusuh. Sebagian mengejar si pelaku misterius lainnya berhamburan memburu Via yang terkapar di lantai. "Siapapun cepat telpon ambulance!" Ica histeris. Dia begitu ketakutan melihat wajah Via yang memucat sedemikian rupa. Tubuhnya mendingin.

"Kau harus bertahan V, aku tidak akan pernah memaafkanmu kalau sampai kau tewas di sini." Bu El ikut terisak. Selama ini Via begitu peduli kepada mereka, sekalipun dikenal dingin dan jarang bicara, Via sudah mereka anggap seperti pembawa keajaiban di lapas kecil itu.

Dari luar gedung samar sirine mulai terdengar bersautan. Alarm bahaya menyala di seantero bagunan. Belasan polisi bersama paramedis tampak berlarian masuk ke dalam ruang sel itu.

Via merasa pandangannya kian kabur, suara-suara itu kian samar, tubuhnya seakan jatuh ke dalam lautan, begitu dingin menekan. Cahaya-cahaya itu kian memudar, semuanya gelap, hilang ....

***

"Bodoh! Bagaimana bisa penyusup dengan mudahnya masuk ke dalam lapas kita?! Kalian semua dungu! Kenapa bisa tertidur hah?!"

Pria tambun dengan wajah sangar itu menggebrak meja dengan kasar. Dia adalah kepala lapas. Pada saat kejadian dia sedang berada di luar kota untuk memenuhi panggilan dari sektor pusat. 

Luna beserta ke 11 sipir lain menundukan kepala. Tidak berani berkata barang seucap. Saat ini semua polisi, sipir, bahkan pegawai rendahan di  seisi lapas dinyatakan bersalah dan lalai.

Di luar lapas puluhan pers sudah mengerubungi gerbang. Memaksa ingin masuk namun ratusan brimob yang berjaga membentuk pagar betis, tidak membiarkan siapapun masuk ke dalam lapas.

Subuh itu memang kacau, selain tragedi penusukan terhadap WBP Via Nadhira oleh orang tidak dikenal, hampir seratus Narapidana yang mengejar si pelaku juga tidak kembali ke dalam lapas. Semuanya melarikan diri. Ini jelas tamparah hebat terhadap para pejabat di lapas  itu.

"Bagaimana keadaan gadis itu sekarang?" Setelah berusaha meredam emosi, kepala lapas kembali bertanya.

"Terdakwa Via Nadhira saat ini kondisinya masih kritis di rumahsakit ibukota. Kami sudah mengirim empat orang polisi untuk berjaga jikalau ada apa-apa di sana." Salah satu ajudannya memberikan beberapa berkas.

"Kami juga sudah mengirim tim pengejaran untuk mengejar pelaku penusukan serta napi yang melarikan diri." Tambahnya.

"Bagaimana dengan bagian dapur?" Kejar kepala lapas.

[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang