CHAPTER 22 (Siasat)

264 50 10
                                    

"Ada banyak cara untuk melanjutkan hidup, tidak melulu harus melewati banyak onak apalagi duri. Tapi kenapa, untuk bisa melanjutkan hidup bersamamu, selalu saja harus ada yang berlumur darah?"

***

"Menyerah saja Andika, lihat, ini sudah sangat siang."

Kapten Aris yang baru saja kembali ke dalam hotel sambil menenteng dua cangkir kopi kembali berbicara. Diam-diam menatap kasihan ke arah pria yang semalam suntuk tidak berhenti memandangi ponsel di tangannya. Berdiri menunggu dengan tidak sabar di depan bingkai jendela.

"Masih ada waktu, ini baru-"

"Pukul 12 siang, dan itu artinya, gadismu sudah terlambat lebih dari 7 jam." Kapten Aris kembali memotong.

Andika mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, rahangnya bergemeletuk menahan geram. Semalaman dia menunggu, memeriksa ponsel ribuan kali bahkan sampai tidak terhitung.

Sungguh, dia betul-betul tidak ingin menjemput paksa gadis itu agar bisa ikut bersamanya. Dia tidak ingin menghancurkan siapapun, tidak ingin membuat kehebohan seperti apa yang dia ancamkan tempo hari.

Tapi kenapa? Kenapa gadis itu tidak kunjung datang? Benarkah dia memutuskan untuk tetap bertahan bersama pria itu sampai akhir?

"Kau benar kapten, ini sudah terlambat. Jadi sebaiknya ayo ... hubungi unitmu beserta kepolisian Paris. Kita akan bekerja sama menangkap buronan itu dari Griya Tawang-nya."

***

"Loh ... makanan nya kenapa masih utuh Nona? Apakah menu hari ini kurang enak?"

Seline yang baru saja ke luar dari dalam dapur seraya menenteng cangkir berisi vanilla late yang masih mengepul, menegur. Di kursi utama meja makan, Via hanya diam membisu, sama sekali tidak menyentuh makanannya.

"Nona? Apakah anda mendengar saya?"

Via mengerjap, "apa? Apa yang kau katakan?"

Seline menghembuskan napas, "apa Nona Muda baik-baik saja?" Gadis itu memandang Via dengan tatapan menyelidik. Selama seratus hari lebih melayani gadis itu, baru kali ini makanan yang dia hidangkan tidak disentuh oleh Via.

"Ah ... itu, aku baik-baik saja." Via mencoba tersenyum sekalipun dipaksakan.

"Lantas kenapa makanannya masih belum disentuh juga? Nona harus makan barang sedikit, Tuan Muda pasti akan khawatir kalau nanti anda jatuh sakit lagi." Gadis itu menarik kursi, duduk di sisi lain meja makan.

"Sudah, biarkan saja. Kalau lapar nanti juga makan sendiri."

Kedua perempuan itu spontan menoleh, Reano tiba-tiba bersuara, menuruni tangga dengan setelan kerja. Sudah bersiap pergi.

"Tapi Tuan Muda-"

Belum selesai bicara, Reano mengangkat tangan, menginsyaratkan agar gadis itu diam. Via mengalihkan pandangan, enggan bersitatap dengan laki-laki itu.

"Tolong tinggalkan kami." Reano berbicara kembali tanpa melepaskan pandangan dari gadis cantik yang hari itu memakai baju terusan berwarna hitam. Menggulung rambut legamnya seperti rumah siput.

[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang