"Seperti boomerang, pada saatnya ... apa yang kamu lempar pasti akan berbalik ke arahmu juga."
***
"Ada apa ini? Kenapa tengah malam begini ribut?"
Luna dan beberapa sipir yang malam itu giliran bertugas tergesah menuruni tangga ke area sel perempuan. Entah kenapa akhir-akhir ini sel itu sering sekali membuat kegaduhan. Tidak tahukan dia juga butuh istirahat?
"Tolong bu, di dalam ada yang keracunan!" Seorang napi dengan wajah panik campur takut memberitahu. Luna mengerjap, bersama beberapa sipir lain memutuskan untuk bergegas masuk ke dalam sana.
"Ya Tuhan, ini Aisha kan?" Dia tampak kaget melihat gadis berkerudung itu terkapar di lantai dengan mulut berbusa.
"Thalita, cepat telpon ambulance, anak ini harus kita bawa ke rumahsakit segera!" Luna berseru panik, berusaha memeriksa denyut nadi di leher serta tangan Aisha.
"Kenapa bisa begini?" Tatapan sipir cantik itu berkeliling. Hampir keseluruhan napi yang ada disana hanya bisa menggelengkan kepala.
"Dia diracuni bu!" Tahu-tahu dari balik kerumunan seruan lantang terdengar. Semua orang menolehkan kepala ke sumber suara. Rupanya Mamih Lusi tampak berdiri seraya melipat lengan.
"Diracuni?" Alis Luna bertaut.
Di tempatnya berdiri, Via memicingkan mata ke arah perempuan paruh baya itu. Perasaannya bilang, sebentar lagi nenek sihir itu akan membuat drama.
"Betul bu, lihat saja busa di mulutnya. Dia pasti keracunan." Beberapa anak buah Mamih Lusi mengiyakan.
"Tapi kenapa? Bagaimana bisa dia diracuni?" Luna tampak tak mengerti. Kasus seperti ini sudah lama tidak terjadi di dalam penjara. Apalagi korbannya adalah Aisha, napi yang dikenal alim dan tidak terlalu banyak tingkah.
"Ibu tanyakan saja itu pada V, dia yang terakhir makan bersama Aisha." Tukas Mamih Lusi, membuat seisi sel kurungan itu spontan memusatkan perhatian ke arah perempuan berwajah pucat di sudut ruangan.
Via mengepalkan lengan hingga buku jarinya memutih. 'Sial, berani sekali nenek sihir ini menjadikan aku kambing hitam!' Gadis itu mendesis.
"V, katakan ada apa ini sebetulnya?" Luna mendongak, menatap sepasang mata yang bagai danau mati itu penuh tanda tanya.
"Bukankah saat ini yang lebih penting itu menyelamatkan dia dulu?" Via malah mengalihkan topik pembicaraan, tepat saat beberapa polisi memasuki ruang tahanan bersama beberapa paramedis.
Luna mau tidak mau mengangguk. Meminta para napi menyingkir, gegas membawa tubuh Aisha yang kian memucat ke atas tandu kemudian ke luar dari dalam tahanan mereka.
"Kau ... ikut aku!" Luna menunjuk Via dengan tatapan dingin. Beberapa polisi spontan mengapit gadis itu, memasangkan borgol di tangannya.
"Loh, kenapa kalian membawa kak V? Kak V enggak mungkin ngeracunin Aisha!" Ica dan beberapa tahanan tampak protes.
"Jangan protes! Dia akan kami mintai keterangan!"
"Kalau begitu bawa kami juga!" Ica bersikeras.
"Sudah Ca, aku akan baik-baik saja kok." Via menggelengkan kepala, berusaha bersikap tenang.
"Tolong amankan barang-barang saya juga bu, bawa saja sekalian." Via menatap Luna dengan pandangan sarat makna. Entah kenapa Luna penasaran sendiri arti tatapan itu, dia menurut, membereskan barang-barang milik Via dan membawanya.
"Sudah, ayo jalan cepat!" Dengus Luna seraya mendorong punggung Via ke luar dari dalam sel.
'Kau harus bisa menjelaskan ini kalau tidak mau hukumanmu bertambah V.' Bisik Luna di telinga gadis itu. Via hanya menyeringai, sekali lagi menolehkan kepala ke belakang, melempar senyum ke arah Mamih Lusi yang tampak bergeming di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AksiyonWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...