"Jika Tuhan memberiku kesempatan untuk dilahirkan kembali, maka aku akan memilih untuk tetap mencintaimu."
***
"Tuan Muda, apa yang terjadi?"
Adisa menghampiri tuan-nya dengan wajah mengeras. Dari gelagat pria berusia 26 tahun itu, jelas ada sesuatu yang terjadi. Dan itu bukanlah hal baik.
"Aku harus pergi." Reano membuka laci kemudian mengeluarkan sebuah Revolver Kaliber 23, mengantonginya di saku belakang.
"Saya tahu apa yang Tuan Muda akan coba lakukan." Adisa merentangkan tangan.
"Jangan halangi aku Adisa." Reano berusaha pergi namun tangan Adisa tetap saja menghalangi pintu.
"Tidak Tuan Muda, jangan gegabah. Bisa jadi ini hanya jebakan dari pria itu saja agar anda menemui dirinya." Adisa mengeleng kuat, bagaimanapun juga, melindungi Reano adalah tanggungjawabnya selama ini.
"Kita tidak akan tahu sebelum memastikan ini sendiri." Reano menghela, melirik jam di atas dinding. "Aku tidak mau mengambil risiko." Lanjutnya.
"Tapi Tuan Muda-"
"Sudahlah ... tidak usah khawatirkan aku, saat ini lakukan apa yang harus kau lakukan. Tengah malam nanti, jika aku tidak kembali sampai pukul 2 pagi, maka tolong cari Nadhira dan lindungi dia." Laki-laki itu menepuk bahu Adisa sambil tersenyum tipis.
"Jangan katakan itu," Adisa menggeleng kuat. "Jangan katakan sesuatu seperti ucapan selamat tinggal. Anda harus berjanji kepada saya untuk kembali dengan selamat."
Reano tertawa kecil. "Aku berjanji." Ucapnya seraya menyampirkan jaket kemudian ke luar dari dalam area kantor. Mengendarai Lycan Hyper Sport hitam miliknya.
"Tunggu aku Na, aku pasti akan bisa menyelamatkan dirimu."
***
"Nona? Anda sudah bangun?"
Via mengerjap beberapa kali, merasakan sakit luar biasa di tempurung kepalanya. Dia berusaha bangun, mengamati keadaan sekeliling. Sebuah klinik sederhana dengan dua ranjang terpisah.
Gadis berambut merah ikal dengan pakaian khas perawat tampak duduk di sebelah ranjang, memperhatikan dirinya.
"Di mana aku?" Gadis itu berusaha turun dari tempat tidur. Namun kepalanya terasa berputar, membuatnya terhuyung kembali. "Jangan banyak bergerak dulu nona. Kondisi anda sangat lemah." Perempuan itu tergesa menghampiri. Mencegah Via agar tidak turun dari atas ranjang.
Via mendesah pelan, kembali membaringkan tubuh di atas ranjang. Ingatannya berputar, mencoba kembali mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
Saat itu dia sedang berjalan menyebrang di perempatan dekat dengan Griya Tawang, tiba-tiba saja pukulan keras terasa hebat menghantam kepalanya. Dan dia tidak ingat apa-apa lagi.
"Ponselku ... apa kau melihat ponselku?" Gadis itu tersadar, teringat kembali akan panggilan telpon Reano yang saat itu masih tersambung.
"Seorang pria membawa anda kemari Nona, tapi tidak memberikan apapun selain ini." Gadis itu menjelaskan, mengasongkan sebuah dompet hitam, bukan dompet milik Via.
Ragu gadis itu menerima dompet yang diberikan. Membuka isinya, ada beberapa lembar uang 100 euro serta kartu kredit dan terselip di bagian paling belakang. Sebuah kartu edentitas.
Mata Via melebar, mendapati wajah seorang pria tertera di dalamnya.
"Andika?"
Seketika kesadaran itu muncul, dia tahu jelas apa yang hendak dilakukan sebenarnya oleh Andika.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AcciónWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...