"Perasaan cinta dan kebencian diciptakan hampir bersamaan, setipis kertas, sedekat nadi. Itu sebabnya, kau akan sering mendapati keduanya, saling melawan, saling mengalahkan."
***
Hujan turun rintik-rintik membasuh bumi. Musim semi yang harusnya semarak dengan aroma bunga, malam ini justru begitu pekat dengan aroma dedaunan, basah dan lembab.
Via terpincang menelusuri jalanan kota Paris sendirian. Tidak membawa apapun kecuali sebuah sling-bag yang dihadiahkan Reano sebulan lalu.
Sekali lagi diliriknya bangunan megah dari Griya Tawang itu. Mungkin seumur hidup dia tidak akan pernah kembali ke sana.
Via menggingit bibir bawah dengan kuat, menahan air mata yang sudah akan tumpah. 'Tidak, aku tidak boleh menangis. Ini ... ini yang terbaik untuk semuanya.' Ia menggelengkan kepala dengan kuat, meneguhkan hati lantas kembali berjalan. Lebih cepat, tidak lagi menengok ke belakang.
Bayang-bayang percakapan malam kemarin berdengung kembali di kepalanya. Membuat air mata itu kian deras berleleran.
'Melongoklah dari jendela, aku ada di seberang kamarmu.'
Via tersentak, gegas membuka tirai kamar. Di seberang jalan sana, di bawah lampu penerangan, Andika, dengan mantel panjang berdiri kaku. Mendongak ke arahnya seraya melambaikan tangan.
'Aku punya berita baik untukmu Vi.' Di ujung sambungan, Andika dengan suaranya yang dingin dan sinis kembali terdengar.
Via mengerjap, tidak bisa mengatakan apapun. Dia kaget bahwa Andika bisa mengetahui nomor ponsel barunya. Padahal selama ini ponsel itu hanya dia gunakan untuk menjawab panggilan dari Reano dan beberapa pengawal serta pelayan.
'Lusa ... aku akan menjemputmu ke Griya Tawang itu bersama polisi dan wartawan. Kau mau tahu seberapa banyak?'
Napas gadis itu terhenti. Di bawah sana, Andika tampak tersenyum lebar, dalam penerangan lampu Via dengan jelas bisa melihat ekspresinya.
'Aku tidak sabar bagaimana reaksi orang-orang setelah tahu idola mereka ternyata melarikan seorang buronan besar dari Indonesia dan hendak menjadikan buronan itu sebagai istrinya. Wuah ... pasti akan sangat menyenangkan!'
Andika menyeringai dengan lebar. Tatapan matanya seperti Rubah buas yang puas melihat Rusa buruannya terkena ranjau yang dia ciptakan.
'Kau tidak akan melakukan itu.' Via mengepalkan lengan dengan kuat.
'Kenapa tidak? Kau pikir aku tidak tahu apa yang sebetulnya terjadi Vi? Kau jatuh cinta pada bajingan itu!' Andika membentaknya.
'Lantas kenapa? Apakah seseorang seperti aku tidak pantas memiliki perasaan itu?!'
'Kenapa kau bilang? Setelah apa yang aku lakukan selama ini? Kau menganggap aku ini apa Vi? Pesuruh? Laki-laki yang hanya berguna saat kau membutuhkan bantuan? Pria yang bisa kau suruh-suruh untuk menjalankan semua yang kau inginkan? Hanya sebatas itukah aku di matamu?'
Via mengalihkan pandangan, entah kenapa ucapan itu begitu menusuk-nusuk ulu hati.
'Kau sahabatku Andika, kau sahabat terbaik yang pernah aku miliki.' Gadis itu berbisik pelan, menahan isak agar tidak terdengar.
'Sahabat? Jadi ... selama ini ... kau menganggapku tidak lebih dari sahabat?'
Di bawah sana, Andika menatap gadis di bingkai jendela dengan wajah tidak percaya. Miris.
'Kuberi kau satu hari untuk mengambil keputusan. Kau yang mendatangiku, atau aku yang akan menjemputmu.'
Tatapan miris itu berubah tajam. Tidak, tidak ada raut kelembutan seperti yang selalu Andika tunjukan. Dia kini tak ubahnya sebongkah batu yang berdiri dengan tidak punya hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] V : RETALIATION ( Kisah di Balik Penjara)
AksiWARNING!!! 18+ Hampir keseluruhan isi cerita mengandung unsur kekerasan fisik, olah racun, serta aksi kejahatan dan pembunuhan. Tidak untuk ditiru apalagi dicoba!! **** V, seorang PRConsultan yang menjadi terdakwa seumur hidup setelah membunuh seo...