HTN : 6

30.5K 5.7K 507
                                    

Pria itu baru melangkah keluar dari pintu kamar inap Nara ketika dirinya dapati lift pada lorong sebelah kiri tempat dirinya keluar begitu ramai dengan kerumunan orang yang beberapa berjalan berbalik untuk bergerak menuju lift pada sisi lainnya.

Mengernyit dengan hati bertanya-tanya, pria itu bergerak mendekat untuk mencari tahu sebelum dering ponsel menghentikannya.

Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal segera ia jawab tanpa berhenti melangkah dengan tenang menuju lift.

“Halo, dengan siapa saya bicara?”

“Akira, ini gue. Naren.”

Kesal yang belum reda karena kehadiran sang istri di sini, kembali menyambangi Akira yang langsung mendengkus jengah.

“Ngapain lo hubungin gue?” Pria itu sibak rambutnya ke belakang dengan gerakan kasar, sebelum melonggarkan dasi yang menjadi kebiasaan tiap kali dirinya merasa kesal.

“Denger, ini penting. Gue sama Berlian terjebak di lift.”

Dengan sepasang bola mata yang sontak membulat ke arah lift yang masih dikerumuni beberapa orang, Akira merasa detak jantungnya mulai bergerak mengerikan.

“Terjebak di lift?” ulangnya dengan nada ngeri yang begitu kentara. “Apa ... apa lampunya mati?”

“Iya.”

"Oh ... Shit!"

Langsung mematikan sambungan telepon, setengah berlari Akira menuju lift sambil menghubungi resepsionis hotel.

"Ada lift yang macet! Apa kalian sudah bergerak untuk membukanya?!"

Akira membelah kerumunan untuk melihat pintu lift yang tertutup rapat, menekan tombol buka berharap itu berhasil menyelamatkan kekasihnya.

"Teknisi sudah bergerak untuk membukanya, pak. Dalam hitungan menit, lift akan kembali terbuka. Maaf untuk ketidaknyamanannya."

"Sial!" Akira memasukkan ponsel ke saku, tanpa pedulikan pandangan orang yang penasaran pada ekspresi kesal dan khawatir yang lekat di wajahnya.

Ini bukan masalah lift yang berhenti. Tapi apakah harus lampunya ikut mati, sementara yang terjebak memiliki ketakutan akan gelap.

Oh ... Akira gemetar ketakutan, karena Berlian bisa begitu panik jika mendapati kegelapan di sekitar wanita itu.

Mengusap wajahnya kasar, pria itu segera berbalik. Ia akan turun menggunakan lift lain untuk menghampiri kekasihnya yang mungkin sesaat lagi atau malah sudah keluar dari lift yang mendadak macet.

Bergerak cepat menuju lift yang terletak di sisi lain, Akira mendadak berhenti ketika sosok wanita bergaun merah dengan rambut ikal tergerai keluar dari sebuah kamar inap. Namun ketika sosok bermata bulat itu melihat dirinya, sontak langsung membeku sebelum berbalik cepat dan ... Bruk!

Mengenakan heels tinggi dan bergerak cepat, seakan menemui serigala pemangsa. Wanita itu, Narasya, sang istri yang akan ia usir pulang jika sampai menunjukkan wajah di hadapannya terjatuh dengan pergelangan kaki kanan tertekuk ke dalam.

Akira menahan napas, saat wanita itu berusaha bangkit dan segera kembali ke kamar inap dengan langkah terseok.

Pasti sakit sekali.

Tapi Akira memiliki urusan yang lebih penting daripada memikirkan kondisi kaki wanita itu.

Mengabaikan pintu kamar Nara yang ia lewati begitu saja. Akira masuk ke dalam lift, bersama beberapa orang lainnya.

Rasa cemasnya belum hilang. Benak masih terus memikirkan tentang Berlian. Namun saat lift terbuka di tepat di lorong lantai kamar penginapannya, detak jantung Akira menggila, saat kaki malah melangkah keluar dan umpatan pelannya terdengar.

Hold The NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang