Bukankah memang seperti ini semestinya mereka. Berdua di atas ranjang yang sama, Berbagi udara dari satu ruangan yang menjadi saksi, betapa suami istri yang lima tahun memilih untuk berpisah rumah itu akur kala berbagi dengkur samar di bawah satu selimut yang memberi kehangatan.
Keduanya tampak tenang, terlentang, tanpa sadar tangan saling tumpang tindih, dan kaki bersentuhan.
Tak ada debat, selain hela napas yang saling bersahutan dan kadang geliat pelan yang mengusik satu sama lain, membuat mereka saling mendekat, dan menemukan kenyamanan dengan tubuh menempel, dan tangan kecil wanita itu merangkul erat pinggul sang pasangan yang tangannya dijadikan bantal, tanpa rasa keberatan.
Malam ini berlalu dengan damai, meski sebelum lelap dalam gelap, keduanya saling melempar kata tajam untuk melukai satu sama lain. Ah ... Ironi dalam pernikahan yang dibangun di bawah tangan orangtua yang mengatur dan memanfaatkan.
"Eeuungh!"
Erang pelan terdengar dari tenggorokan Akira kala merasakan kebas pada tangan kiri. Tanpa membuka mata, ia tarik lengannya yang tak disadari sudah lebih dari dua jam menjadi bantal. Dan yang kehilangan bantal berbahan lengan pun ikut menggeliat saat kepala jatuh di dasar kasur sebelum kemudian membuka mata, berkedip dua kali, dan menengok ke samping dengan cepat hanya untuk memberikan lengkingan tajam.
"Aaaaa!"
Bak nyawanya yang tengah melayang di alam mimpi dilempar kuat ke dasar jurang secara tiba-tiba, Akira terduduk bangun, dan wajah beringasnya menatap ke arah tersangka yang mengageti. "Kamu itu kenapa?!" Sambil mengusap telinga kiri yang terasa berdenging. "Berteriak seperti tarzan! Kamu mau aku ungsikan ke hutan?!"
Ikut duduk dan bersungut-sungut kesal, Nara melipat tangan di depan dada. "Kamu itu yang kenapa! Nempel-nempel ke aku! Mesum!"
"Memangnya itu mauku?! Orang tidur mana sadar?! Lagian, kamu juga ke tengah ranjang! Kamu mau bilang nggak sadar? Alasan!"
Akira menyibak selimut yang menutupi kaki, karena merasa gerah seketika. Nara selalu berhasil merubah suasana damai menjadi seperti sebuah neraka, kan?!
Menggerakan bola mata ke kiri dan ke kanan, merasa dirinya tak berada di tempat awal dirinya mengambil posisi sebelum tidur, melainkan berpindah ke tengah seperti suaminya yang mengakibatkan mereka tidur terlalu menempel, Nara lantas bergeser menjauh. "Memang nggak sengaja!" jawabnya enggan mau kalah, sambil menarik seluruh selimut miliknya agar tak digunakan lagi oleh Akira.
Masih kesal, karena tidur nyenyaknya harus terganggu dengan lengkingan Nara yang tanpa toa masjid, kerasnya sudah menyamai itu, Akira mengambil guling yang entah bagaimana terjatuh ke lantai. Dengan guling itu, ia jadikan pembatas agar tak ada kesempatan untuk tubuh mereka bisa saling berdekatan.
"Siapa yang melewati batas, denda!"
Nara berdecih. Bagaimana Akira bisa tak tahu diri seperti ini. Ini kan kamarnya. "Ngasih peraturan di kamar orang. Kan kamu yang numpang."
"Numpang?" Wah ... Akira nyaris tertawa dibuatnya. "Rumah ini bahkan masih atas namaku. Semua isi di dalamnya beli dengan uangku, termasuk ranjang ini." Akira menepuk permukaan ranjang di sisi tubuhnya. "Juga beli pakai uangku! Kamu bilang aku numpang?!" Bersama Nara, Akira merasa kembali seperti remaja labil yang kekanakan. Mendebatkan hal tak penting namun tak bisa diabaikan begitu saja.
Sungguh, Nara memang harus disadarkan agar tak terus menerus besar kepala.
Mendengkus, tak peduli dengan rentetan ucapan Akira yang mengklaim semua yang Nara miliki adalah milik pria itu. Nara lantas menjawab dengan mimik mengejek. "Iyalah tuan sok kaya! Semua punya kamu! Itu sekalian ada lingerie di lemari punya kamu juga. Pakai gih." Nara lantas mencibir. "Laki-laki kok itung-itungan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold The Night
RomanceNara terpenjara dalam sangkar emas ciptaan Akira. Pria yang menikahinya lima tahun yang lalu ketika ia masih berusia dua puluh tiga tahun. Pernikahan yang tak seperti sebuah pernikahan. Lima tahun menjadi bagian dari keluarga Arundapati, ia diasingk...