Di loby hotel, Nara bertemu dengan Naren kembali. Pria itu tampak seperti malaikat penolong bagi Nara yang merasa lebih baik bersama Narendra daripada si jelangkung Akira.
Tapi baru menceritakan sedikit tentang kemalangannya pada Narendra, Akira malah menahannya yang ingin bersama Naren saja, dan secara tiba-tiba pria itu mengklaim dirinya sebagai seorang istri.
Nara menjauh dari jangkauan sang suami yang membawanya masuk ke dalam lift. Menurutnya Akira sangat aneh hari ini. Apa karena iba pada musibah yang menimpanya sampai dua kali mengakui hubungan suami istri di antara mereka dalam waktu yang berdekatan?
Berdiri di sudut ruang berbentuk kubus yang bergerak menuju lantai kamarnya, Nara mencoba untuk tak menjatuhkan pandangan ke arah Akira yang berdiri tegap di antara para pengguna lift lainnya. Dengan pandangan lurus ke depan, juga ekspresi angkuh yang melekat di wajah pria itu, Akira tampak begitu mendominasi.
Lift berhenti seiring pintunya yang bergerak terbuka. Langsung menyelipkan tubuh mungilnya di antara pengguna lift untuk segera keluar, Nara tak menoleh lagi ke belakang saat sepasang kaki pendek yang ia punya bergerak cepat menuju kamar inapnya.
"Kamu terlihat terburu-buru."
Nara tak berharap dirinya diikuti. Sungguh tak berharap jika Akira berada di belakangnya yang kini berhenti dan segera berbalik dengan senyuman lebar. "Sayang, kenapa ikut keluar? Kamar kamu kan nggak di sini." Mendekati pria itu yang memberinya sebelah alis terangkat, Nara mendorong pelan dada Akira agar paham dengan isyarat mengusir dari dirinya. Tak nyaman berada di sekitar pria ini.
"Makasih udah jemput aku. Sekarang aku udah nggak--"
"Bagaimana bisa dengan lelaki lain kamu berkeluh kesah, dan dengan suamimu sendiri kamu malah mengusir?"
Langsung menganga, nyaris menjatuhkan rahang bawah ke lantai, Nara menahan diri untuk tak mendengkus jengah.
Atas pertanyaan pria itu, haruskah ia menjawab; "Bagaimana bisa dengan perempuan lain kamu tidur satu kamar, dan dengan istri malah pisah rumah?"
Perlukah?
Tidak. Nara tahu batasannya.
Jadi hanya memberi senyuman genit, wanita itu mengusap lembut pipi suaminya. "Oh kamu cemburu? Mulai besok--"
"Siapa yang cemburu?!" Seketika, nada bicara Akira naik satu oktaf. "Kamu seharusnya bisa menjaga sikap di hadapan suami kamu!"
Waah ... Memang tukang selingkuh itu rata-rata tak sadar diri, ya?
Nara lantas menolehkan wajah ke kiri kanan, seakan mencari sesuatu.
"Cari apa?" Penasaran, Akira bertanya, bahkan pria ini ikut-ikutan menoleh ke kiri dan kanan seakan ikut mencari apa yang ingin Nara temukan.
"Cari kaca. Hahaa!" jawab Nara disusul tawa garingnya yang Akira tanggapi dengan raut dingin seketika.
Hebat sekali, karena Akira tahu jika Nara tengah menyindir dirinya.
"Jadi sekarang kamu mau ikut masuk ke kamarku?" Jemari wanita itu menyentuh bibir Akira, sebelum kemudian ia tarik cepat saat ada beberapa orang melewati dirinya dan Akira. Lalu ketika di lorong tertinggal mereka berdua lagi, Nara melanjutkan aksinya. "Nanti ... Ayang ebeb kamu gimana?" Mengalungkan tangan di bahu Akira, wanita itu mengerling genit. "Nanti mbak Berlian tercinta kedinginan loh, pacarnya tidur sama istri sah!"
"Jangan memancingku." Akira menggertak yang Nara dengar hanya sebagai gertakan sambal.
Wanita ini tak takut lagi pada suaminya, karena percuma ingin bersopan santun dan menurut seperti kemarin, toh besok dia dipulangkan. Jadi Nara yang menjengkelkan, kembali lagi. Apalagi setelah dirinya kehilangan uang dan ponselnya. Hasrat untuk membuat Akira kesal jadi meletup-letup di kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold The Night
RomansaNara terpenjara dalam sangkar emas ciptaan Akira. Pria yang menikahinya lima tahun yang lalu ketika ia masih berusia dua puluh tiga tahun. Pernikahan yang tak seperti sebuah pernikahan. Lima tahun menjadi bagian dari keluarga Arundapati, ia diasingk...