Setelah sampai di rumah sakit Ghea dan Danis segera berlari menuju ruangan di mana bundanya berada.
Saat sampai di depan ruangan Ghea dan Danis segera masuk ke dalam.
Ghea dan Danis tertegum melihat pandangan di depan, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat muda terbaring di atas bankar dengan wajah yang pucat.
Danis memandang sang ayah dengan menaikan satu alisnnya, seolah bertanya "kenapa?" saat melihat yang ayah yang mengeluarkan air mata.
"Bunda udah ga ada" katanya dengan mata yang memandang lurus ke arah sang istri.
Ghea tersenyum kecut sambil menggeleng pelan.
"Ga .. ga mungkin" ujar Ghea dengan suara bergetar sambil melangkah menghampiri sang bunda.
"Bundaa hiks hiks kenapa bunda hiks tinggalin Ghea hiks baru juga hiks kemarin hiks kita hiks baru hiks ketemu hiks bundaaa" lirihnya sambil memeluk tubuh sang bunda.
Danis yang tau pasti Ghea merasa sangat kehilangan bunda karna dulu mereka sempat terpisah, sama hal nya dengan Ghea, Danis pun merasa terpukul dengan keadaan saat ini, tapi ia mencoba untuk tegar.
"Ade harus ikhlasin bunda ya" ujar sang ayah dengan suara bergetar menahan air mata.
"Ayah hiks bunda hiks" ujarnya sambil memeluk sang ayah.
"Sabar ya" ujarnya sambil mengelus rambut hitam Ghea dan tak terasa air mata yang ia tahan akhirnya menetes membasahi pipinya.
Gio merasa hatinya tak tenang saat tadi ia mendengar semua murid yang ada di kelas sedang membicarakan tentang Ghea.
Sungguh ia ingin sekali berada di samping gadis itu, tapi ia tak diperbolehkan untuk izin pulang terlebih dahulu, harus menunggu sampai bel pulang berbunyi.
"Lama banget sih ni bel" ujarnya saat melihat jam tangannya.
"Sabar 5 menit lagi io" kata teman yang duduk di sebelahnya sambil menepul pelan pundak Gio.
"Kenapa terasa lama sekali sittt" gerutunya.
Dan tak lama bel pulang sekolah pun berbunyi, Gio segera berlalri menuju parkiran dan segera menjalankan motornya menuju rumah Ghea.
••••
Pemakaman Iren sudah selesai sejak tadi, namun Ghea masih tetap berada di sana.
"Bundaa hiks" ucap Ghea sambil terisak.
Danis dan sang ayah tau, pasti Ghea sangat terpukul dengan keadaan saat ini.
"Hiks .. hiks baru juga sebentar hiks Ghea sama hiks .. hiks bunda hiks .. kenapa hika bunda hiks hiks ninggalin Ghea hiks... " lirihnya sambil menghapus air mata yang terus menuerus menetes membasahi pipinya.
"Ade harus ikhlas ya, ga boleh nangis terus" ucap Andi, ayah Ghea.
"Iya hiks yah hiks.." jawab Ghea.
"Udah yu kita pulang" ajak Danis sambil mengelus rambut hitam Ghea.
Mereka pun segera pergi meninggalkan area pemakaman.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai dirumah, mereka segera masuk ke dalam rumah.
"Ghea..." ucap sang nenek yang sedang duduk di sofa depan televisi.
"Nekk" lirihnya kemudian berjalan menghampiri sang nenek, memeluk erat tubuhnya dan tak terasa air mata kembali membasahi pipi Ghea.
"Kamu harus ikhlas ya" katanya sambil mengelus rambut hitam Ghea.
"Iya nek" jawab Ghea sambil melepas pelukan dan menghapus jejak air mata di pipinya.
"Sekarang kalian istirat dulu" ujar sang nenek yang di balas anggukan oleh semuanya.
Merekapun mulai pergi meninggalkan ruang keluarga menuju ke kamar masing-masing.
Ghea pun membuka pintu kamarnya dan menutup kembali pintunya, merebahkan tubuh nya di atas kasur kemudian memejamkan kedua matanya.
"Hari ini seperti mimpi" guamnya.
Ghea terbangun dari tidurnya, ia melirik ke arah jam yang menunjukan pukul 5 sore.
Ghea melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.
Setelah selesai Ghea memutuskan untuk duduk di sofa dalam kamarnya, mengalihkan pandamgannya ke arah meja belajarnya yang terdapat sebuah foto ia dan keluarganya.
"Bunda, Ghea akan mencoba untuk ikhlas walapun ini sulit sekali" lirihnya.
Tokkk... tokkk.. tokkk
"Ade ini abang" ucap Danis di balik pintu.
"Masuk bang" jawab Ghea dari dalam kamar.
Danis pun melangkahkan kakinyae masuki kamar sang adik.
"Ade, jangan sedih-sedih lagi, kita harus ikhlas, meski bunda ga sama kita lagi" ujar Danis sambil mengelus rambut hitam Ghea.
"Iya bang" jawab Ghea sambil memeluk Danis dari samping.
"Ayo turun, ada pacar kamu tuh di bawah" kata Danis sambil tersenyum.
Danis harus tetap tegar di hadapan Ghea, ia tak mau menampilkan ke sedihannya di hadapan adik kecilnya ini.
"Ghea ga punya pacar bang" jawab Ghea yang masih setia memeluk Danis dari samping.
"Yaudah turun dulu, kasian tau dia udah nungguin dari tadi" ujar Danis sambil melepaskan pelukan Ghea.
"Iya bang" jawab Ghea kemudian berdiri dan melangkah keluar kamar yang diikuti oleh Danis.
Saat turun ke bawah hal yang pertama Ghea lihat adalah sang ayah yang tengah berbicara dengan seorang cowo yang sangat ia kenal.
"Gio" guamnya kemudian melangkah menghampiri Gio dan ayahnya.
"Udah bangun ternyata" ujar sang ayah yang di akhiri kekehan.
"Iihh ayah mah" jawab Ghea.
"Gio udah nunguin kamu dari tadi, ayah ke kamar dulu" pamitnya kemudian melangkah meninggalkan Ghea dan Gio.
"Maaf ya aku baru bisa kesini" katanya sambil memandang Ghea, terlihat jelas sekali kesedihan di mata Ghea.
Tadi saat Gio berada di parkiran sekolah, sang mamah menelfonnya untuk minta di jemput, dan Gio memutuskan untuk menjemput mamah nya terlebih dahulu sebelum ke rumah Ghea.
"Ga papa" jawab Ghea sambil tersenyum tipis.
"Aku balik dulu ya, udah mau malam soalnya" pamitnya sambil tersenyum dan menyerahkan satu bungkus coklat.
"Coklat" guamnya.
"Jangan lupa dimakan" ujarnya sambil tersenyum, kemudian melangkah keluar rumah.
••••
Typo dimana-mana😂
Tunggu part selanjutnya ya)
Follw ig@Lindacoo_
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea
Teen FictionMenangis adalah caraku untuk meluapkan semua rasa. -Ghea Anarafshen-